A.
LATAR
BELAKANG
Dalam konsep Pertanian Terpadu, ternak sebagai mata
rantai yang mutlak harus ada. Ternak besar seperti sapi, kerbau, dan ternak
kecil seperti kambing, domba biasanya merupakan hewan piaraan petani. Fungsinya
ganda yaitu sebagai tabungan dan limbahnya terutama limbah padat untuk pupuk
kandang.
Selama dasawarsa terakhir muncul idea dan kajian
perlunya mengembangkan pertanian organic. Idea itu muncul karena adanya dampak
negative dengan semakin mindednya petani dalam penggunaan pupuk anorganik dan
pestisida terutama dampak terhadap lingkungan alam.
Dalam perkembangannya, pertanian organic mulai
diterima mulai diterima oleh petani / keluarga petani baik petani padi, petani
palawija maupun petani sayuran. Namun informasi penemuan bahan organic berjalan
lamban. Sebagian petani masih sulit menerima revolusi penggunaan bahan organic
karena beberapa sebab, terutama respon tanaman terhadap pupuk atau bahan
organic memang lambat di banding pupuk
anorganik yang instan.
Penggunaan pupuk buatan dan pestisida oleh petani
yang rata – rata overdosis, sebenarnya menimbulkan masalah bau. Masalah
tersebut berkisar pada masalah penyediaan dan distribusi pupuk termasuk harga
yang cenderung meningkat.
Untuk mengantisipasi masalah – masalah tersebut maka
pengembangan pertanian organic dengan memanfaatkan sumber daya local yang cukup
melimpah menjadi alternative pikiran yang tepat.
B.
PENGEMBANGAN
PERTANIAN ORGANIK
Pertanian organic sebenarnya tidak secara mutlak mematikan penggunaan pupuk
buatan. Yang menjadi masalah adalah justru petani bergantung 100 % pada pupuk
buatan dengan penggunaan yang over dosis dan meninggalkan sama sekali pupuk
organic.
Dampak nyata terhadap lingkungan adalah semakin
menurunnya kondisi fisik tanah dan berkurangnya serangga predator karena
penggunaan pestisida non organic yang terus menerus.
Rintisan pengembangan pertanian organic dimulai dari
komoditas sayuran seperti wortel, buncis, bawang merah, bawang daun, dll. Pertanian
organic yang cukup bagus dan berjalan baik adalah pengembangan strawberry di
Tawangmangu dimana 80 % menggunakan bahan organic ( baik pupuk maupun pestisida)
Pertanian organic juga dikembangkan untuk tanaman
padi dalam rangka penyediaan beras organic. Kita punya embryo kawasan pertanian
organic di Kecamatan Mojogedang. Di kecamatan ini kebanyakan kelompok tani
telah bisa memproduksi pupuk organic. Bahkan di Desa Pereng ada kelompok
tani yang menonjol yaitu kelompok tani “
Rukun Makaryo” yang tidak saja produksi
pupuk organic akan tetapi termasuk pestisida organic, sayuran organic dan beras
organic.
Sumber daya local tersedia cukup banyak baik jenis
maupun jumlahnya. Sebut saja limbah pertanian dari budidaya tanaman seperti
jerami, pucuk tebu, daun singkong, rendeng ( daun kacang tanah) , tebon ( daun jagung ). Ada lagi limbah ternak baik padat maupun
cair. Kotoran hewan padat biasanya digunakan petani sebagai pupuk kandang.
Sementara limbah cair yang berupa “ urine “
belum banyak dimanfaatkan.
Pengalaman di lapangan menunjukkan seekor sapi
dewasa dapat menghasilkan 15 – 20 kg limbah padat ( clethong ) dan 7 – 10 lt
limbah cair (urine). Sebenarnya clethong
juga dapat dijadikan bahan baku
untuk menghasilkan “ bio gas”, meskipun diperlukan sarana bangunan khusus.
Pertanian organic akan semakin berkembang bila kita
dapat memanfaatkan limbah organic baik dari limbah budidaya tanaman maupun
limbah ternak. Bahan baku
melimpah dan tersedia secara local. Barangkali hanya dari aspek kreativitas dan
ketrampilan harus didorong dan dilakukan secara terus menerus.
C. MEMANFAATKAN
URINE TERNAK UNTUK PERTANIAN ORGANIK
Pupuk dan pestisida
bila ditinjau dari bentunya dapat berbentuk padat ataupun cair. Pupuk dan
pestisida yang berbahan orgnik dalam kenyataannya bersifat ramah lingkungan.
Secara fisik pupuk organic entah itu pupuk kandang, kompos, bokashi, pupuk
hijau, atau apapun namanya dapat memperbaiki struktur kondisi tanah pertanian,
sehingga memudahkan pengolahan tanah. Pestisida organic juga tidak mematikan
serangga predator yang membantu petani.
Secara fisiologis
penggunaan bahan organic merangsang tanaman mnyerap unsure hara tanah lebih
banyak karena bahan organic mempercepat penguraian unsure hara tanaman.
Sesuai dengan
slogan “ Back to Nature” atau “ Kembali ke Alam” maka system budidaya tanaman maupun
hasil / produk pertanian yang bersifat organic merupakan jawaban slogan di
maksud. Urine ternak dapat dijadikan bahan baku untuk pembuatan “ Bio Level
Antioksidan ( BLA)” dimana BLA merupakan bahan organic cair yang di fermentasi
dengan organisme.
Kegunaan BLA ini
dapat dijadikan alternative pengganti pestisida dalam rangka menghalau dan
menekan perkembangan hama penyakit tanaman tetapi juga ramah lingkungan, aman
bagi manusia, ternak dan ikan.
Kalau pembaca akan
mempraktekkan membuat BLA maka akan disebutkan bahan dan cara pembuatannya.
a. Bahan
– bahan
-
Urine / air kencing sapi sebanyak 1
liter
-
Asam
cuka kadar kurang dari 25% : 100 cc.
-
Alcohol kadar kurang dari 25% : 100 cc
-
Molase / tetes : 150 cc
-
Mikroorganisme
( bisa dari EM4) atau STARDEC : 200 cc
-
Jerigen
plastic yang dapat ditutup rapat.
b. Pembuatan
-
Urine / air kencing sapi dimasukkan
dalam ember plastic.
-
Masukkan
atau cuka dan aduk sampai rata.
-
Masukkan juga berturut – turut alcohol,
molase / tetes dan mikroorganisme aduk sampai rata.
-
Masukkan campuran tadi ke dalam jerigen
plastic dan tutup rapat – rapat.
-
Setiap hari dikocok 2 kali ( pagi &
sore ), kemudian buka tutupnya agar gas keluar, dan tutup lagi.
-
Lakukan terus selama ± 14 hari hingga tidak
keluar gas lagi.
-
Diamkan
selama 1 minggu, setelah itu siap dipakai.
-
Dosis
pemakaian : 10 – 15 cc / lt air atau 150 – 200 cc untuk tangki ukuran 14 lt.
-
Penyemprotan
untuk tanaman dapat dilakukan dengan interval 7 – 10 hari sekali hingga panen.
Selamat
mencoba, semoga sukses.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar