(Solanum tuberosum L)
Dataran
Tinggi Dieng Kabupaten Banjarnegara
DINAS
PERTANIAN PERIKANAN DAN PETERNAKAN
KABUPATEN
BANJARNEGARA
JAWA TENGAH
2011
Standar Operasional Prosedur
“Pemilihan Lokasi”
|
Nomor :
SOP K.I
|
Tanggal Dibuat
26 Mei 2009
|
|
Halaman
1 - 2
|
Revisi................
Tanggal.....................
|
Disahkan
.............................
|
I.
PEMILIHAN LOKASI
A.
Definisi
:
Memilih lokasi tanam yang
sesuai dengan persyaratan tumbuh kentang untuk mencegah kegagalan proses
produksi dan dapat menghasilkan kentang yang sesuai dengan standar mutu yang
telah ditetapkan serta ramah lingkungan.
B.
Tujuan
:
Agar diperoleh lahan yang
dapat mendukung produktivitas tanaman kentang yang optimal, seperti : tanah
yang subur dengan lapisan top soil yang cukup, ketersediaan sumber air yang
cukup, bukan sumber penyakit tular tanah dan drainase baik.
C.
Validasi
:
a. Pengalaman petani kentang di Dataran Tinggi
Dieng Kabupaten Banjarnegara.
b. Pengalaman Petugas Lingkup Pertanian.
D.
Alat
dan Bahan :
a.
Altimeter
untuk mengukur ketinggian lokasi
b.
pH
meter untuk mengukur tingkat keasaman tanah
c.
Alat
tulis dan blangko isian untuk mencatat kegiatan.
d.
Alat
pengukur kemiringan lahan.
E.
Prosedur
Pelaksanaan :
a.
Mengukur
tinggi lokasi.
b.
Mengukur
pH tanah
c.
Melakukan
pemetaan lokasi lahan.
d.
Mengukur
kemiringan lahan.
F.
Sasaran
:
Diperoleh lokasi dengan
kondisi :
ü Ketinggian tempat tumbuh tanaman > 1000
m dpl.
ü Suhu berkisar antara 15 - 25 derajat
Celcius
ü Curah hujan berkisar 1.500 – 5.000
mm/tahun
ü Kemiringan lahan kurang dari 30 derajat
ü Tanah berstruktur gembur dan subur dengan
pH 5,5 – 6,5 serta berdrainase baik
ü Lahan yang digunakan bukan bekas tanaman
sejenis atau sefamili minimal 1 (satu)
musim tanam.
ü Lahan bukan sumber penyakit tular tanah
terutama Nematoda Sista Kentang
ü Apabila lahan sudah terindikasi NSK harus ada
perlakuan khusus
ü Lahan terbuka, tidak ternaungi sehingga
matahari dapat langsung menyinari tanaman
ü Lokasi lahan cukup sumber airnya.
Standar Operasional Prosedur
“Pemilihan Lokasi”
|
Nomor :
SOP K.I
|
Tanggal Dibuat
26 Mei 2009
|
|
Halaman
2 - 2
|
Revisi.I
Tanggal.26 Juli 2011
|
Disahkan
.............................
|
G.
Prosedur
Kerja Pemilihan Lokasi :
a.
Mencari
informasi mengenai tinggi (altimeter), pH tanah dan kemiringan lahan
b.
Lakukan
diskusi dengan pengelola lahan sebelumnya atau masyarakat sekitar lokasi lahan
mengenai kebiasaan menanam di lokasi tersebut.
c.
Melakukan
pemetaan lokasi lahan
d.
Melakukan
pencatatan sebagaimana format yang digunakan (Tabel 1)
Standar Operasional Prosedur
“Penentuan Waktu Tanam”
|
Nomor :
SOP K.II
|
Tanggal Dibuat
26 Mei 2009
|
|
Halaman
1 - 1
|
Revisi................
Tanggal.....................
|
Disahkan
.............................
|
II.
PENENTUAN WAKTU TANAM
A.
Definisi
Penentuan waktu tanam adalah
menentukan waktu yang tepat untuk penanaman kentang.
B.
Tujuan
:
Agar diperoleh waktu tanam
yang tepat sehingga pertumbuhan tanaman kentang optimal.
C.
Standar
tentang penentuan waktu tanam.
Waktu tanam ditentukan
berdasarkan perkiraan datangnya musim hujan atau tersedianya air irigasi.
D.
Alat
dan bahan:
a.
Data
curah hujan bulanan dan ketersediaan air untuk mengatur waktu tanam disuatu
daerah.
b.
Alat
tulis dan blangko isian untuk mencatat kegiatan.
E.
Prosedur
Pelaksanaan :
a.
Lakukan
pengkajian untuk mengetahui saat-saat ketersediaan air pada waktu akan
melakukan tanam.
b.
Tentukan
waktu tanam yang tepat.
c.
Tentukan
waktu tanam berdasarkan musyawarah kelompok.
d.
Lakukan
pencatatan sebagaimana format yang digunakan (Tabel 2).
Standar Operasional Prosedur
“Penyiapan Lahan”
|
Nomor :
SOP K.III
|
Tanggal Dibuat
26 Mei 2009
|
|
Halaman
1 - 4
|
Revisi................
Tanggal.....................
|
Disahkan
.............................
|
III.
PENYIAPAN LAHAN
Sub Kegiatan : Pembersihan lahan
A.
Definisi
:
Pembersihan lahan adalah
membersihkan lahan dari segala sesuatu yang dapat mengganggu pertumbuhan
tanaman.
B.
Tujuan
:
Agar diperoleh lahan yang siap
ditanami dan terbebas dari gangguan fisik (batu-batuan, sampah dll) maupun
biologis (gulma atau sisa-sisa tanaman).
C.
Standar
tentang Pembersihan Lahan :
a. Lahan bersih dari batu-batuan dan bekas
kemasan pestisida yang dapat mengganggu pertumbuhan tanaman kentang hingga
lahan siap olah.
b.
Sisa-sisa
tanaman, gulma, semak dikumpulkan untuk bahan pembuatan pupuk organik (tanaman
yang tidak sefamili dengan kentang) di luar areal tanam.
c.
Bebatuan
dikumpulkan dan ditempatkan pada tempat tertentu yang aman diluar areal tanam.
D.
Alat
dan Bahan :
a.
Arit
untuk memotong dan membersihkan semak belukar yang dapat mengganggu pertumbuhan
tanaman muda.
b.
Cangkul
untuk membersihkan tanah dari rumput dan sisa-sisa semak belukar/ tanaman yang
tertinggal serta untuk mengolah tanah.
c.
Keranjang/
karung dan pikulan untuk mengangkut hasil pembersihan lahan
d.
Alat-alat
tulis dan blangko isian untuk mencatat kegiatan
E.
Prosedur
Kerja Pembersihan Lahan :
a.
Bersihkan
lahan dari batu-batuan, bekas kemasan pestisida yang dapat menghalangi
pertumbuhan tanaman muda
b.
Kumpulkan
sisa-sisa tanaman gulma, semak bagian tanaman yang telah dibersihkan pada
tempat tertentu yang aman atau digunakan sebagai bahan pembuatan pupuk organik.
c.
Bongkar
sisa tanaman atau bagian sisa tanaman yang dapat menjadi sumber penyakit.
d.
Lakukan
pencatatan sebagaimana format yang digunakan (Tabel 3).
Standar Operasional
Prosedur
“Penyiapan Lahan”
|
Nomor :
SOP K.III
|
Tanggal Dibuat
26 Mei 2009
|
|
Halaman
2 - 4
|
Revisi. I
Tanggal.26 Juli 2011
|
Disahkan
.............................
|
Sub kegiatan : Pengolahan Tanah, Pembuatan Parit, Garitan ataupun Guludan
A.
Definisi
:
Pengolahan
tanah, pembuatan parit, garitan atau guludan adalah membuat lahan pertanaman
menjadi siap tanam, dengan cara mengolah tanah sampai gembur dan diratakan,
membuat parit, garitan ataupun guludan dengan bentuk membujur atau disesuaikan
dengan denah/ letak lahan (bila tidak persegi) sesuai anjuran konservasi lahan
dan dengan arah datangnya sinar matahari.
B.
Tujuan
:
Agar
diperoleh media tanam yang optimal bagi pertumbuhan tanaman kentang dan tidak
menyalahi kaidah konservasi lahan.
C.
Standar
Tentang Pengolahan Tanah, Pembuatan Parit dan Garitan
a.
Mencangkul
atau membajak tanah sedalam 30 cm sampai gembur, kemudian dibiarkan selama 10 -
20 hari untuk memperbaiki keadaan tata udara dan aerasi tanah serta
menghilangkan gas-gas beracun dan panas hasil dekomposisi sisa-sisa tanaman
yang masih ada, kemudian tanah diratakan.
b.
Sistem
garitan dibuat dengan kedalaman ± 7 – 10 cm. Jarak antar garitan 65 - 80
cm. Pada areal yang miring garitan dibuat melintang dengan arah kemiringan
lahan (terasering)
c.
Pada
sistem Guludan, tinggi guludan ± 5 – 10 cm dengan lebar
guludan 65 – 80 cm untuk single row (1 baris) atau 90 cm untuk double row (2 baris), dengan
lebar parit ± 25
cm.
D.
Alat
dan Bahan :
a.
Cultivator
atau cangkul untuk mengolah tanah
b.
Meteran
sebagai alat ukur menentukan ukuran garitan / guludan dan parit.
c.
Tali
untuk keleran / tarikan agar diperoleh garitan / guludan dan parit yang lurus.
d.
Bambu,
besi atau kayu untuk pemancang tali pada pembuatan garitan / guludan dan parit
e.
Alat
tulis dan blangko isian untuk mencatat kegiatan
E.
Prosedur
Pelaksanaan :
a.
Mencangkul
atau membajak tanah sedalam 30 cm sampai gembur kemudian dibiarkan selama 10 -
20 hari untuk memperbaiki keadaan tata udara dan aerasi tanah serta
menghilangkan gas-gas beracun dan panas hasil dekomposisi sisa-sisa tanaman,
kemudian diratakan. Garitan dibuat dengan kedalaman ± 7 – 10 cm. Jarak antar garitan 65 -80 cm.
Standar Operasional
Prosedur
“Penyiapan Lahan”
|
Nomor :
SOP K.III
|
Tanggal Dibuat
26 Mei 2009
|
|
Halaman
3 - 4
|
Revisi. I
Tanggal.26 Juli 2011
|
Disahkan
.............................
|
Pada sistem Guludan, tinggi
guludan ± 5 – 10 cm dengan lebar guludan 65 – 80 cm untuk
single row (1 baris) atau 90 cm untuk
double rows (2 baris), dengan lebar parit ± 25 cm. Pada areal yang miring garitan/
guludan dibuat melintang dengan arah kemiringan lahan.
b.
Lakukan
pencatatan sebagaimana format yang digunakan (Tabel 4)
Standar Operasional Prosedur
“Penyiapan Lahan”
|
Nomor :
SOP K.III
|
Tanggal Dibuat
26 Mei 2009
|
|
Halaman
4 - 4
|
Revisi. I
Tanggal.26 Juli 2011
|
Disahkan
.............................
|
Sub kegiatan : Penetapan Jarak Tanam
A.
Definisi
:
Penentuan jarak tanam adalah
membuat tanda jarak tanam yang memungkinkan untuk pertumbuhan perakaran dan
umbi agar berkembang secara normal dan optimal.
B.
Tujuan
:
Agar diperoleh tempat benih
dan pupuk dengan jarak yang sama pada seluruh garitan
C.
Standar
Tentang Penetapan Jarak Tanam :
1.
Jarak
tanam yang ditetapkan harus sesuai dengan ukuran benih, tipe tanah, kemiringan
lahan, kemampuan tanah menyimpan air dan arah datangnya sinar matahari.
2.
Jarak
tanam dapat menggunakan belahan bambu yang ditandai dengan jarak tanam 30 – 40 cm.
3.
Jarak
tanam antar baris untuk single row 65 – 80 cm, sedangkan yang double row 90 cm.
D.
Alat
dan Bahan :
a.
Belahan
bambu/ tali/ tambang untuk menentukan jarak tanam
b.
Meteran
sebagai alat ukur jarak tanam pada belahan bambu/ tali
c.
Alat
tulis dan blangko isian untuk mencatat kegiatan.
E.
Prosedur
Pelaksanaan :
a.
Ukur
belahan bambu/ tali, menggunakan meteran dengan jarak 30 – 40 cm (sesuai ukuran
benih, disesuaikan dengan kondisi tanah, kemiringan, kemampuan tanah menyimpan
air dan arah datangnya sinar matahari) untuk menentukan titik tanam.
b.
Pada
jarak-jarak tertentu (sesuai kebutuhan) tandai belahan bambu dengan spidol/
tali rafia/ cat.
c.
Bila
menggunakan belahan bambu/ tali, letakan bambu tali dalam garitan, tandai
garitan dengan tugal sesuai tanda yang terdapat pada belahan bambu/ tali. Juga
bisa dengan langsung meletakan bibit pada garitan sesuai dengan tanda pada
belahan bambu/ tali.
d.
Pada
sistem guludan yang menggunakan mulsa perak, penentuan jarak tanamnya lebih
mudah dikarenakan pelubangan mulsa biasanya dilakukan sebelum mulsa dipasang
dengan jarak tanam yang sudah diatur pada saat pelubangan.
e.
Lakukan
pencatatan sebagaimana format yang digunakan (Tabel 5)
Standar Operasional Prosedur
“Penyiapan Benih”
|
Nomor :
SOP K.IV
|
Tanggal Dibuat
26 Mei 2009
|
|
Halaman
1 - 1
|
Revisi................
Tanggal.....................
|
Disahkan
.............................
|
IV.
PENYIAPAN BENIH
A.
Definisi
:
Penyiapan benih adalah
menyiapkan benih bermutu dari varietas unggul
B.
Tujuan
:
Menjamin benih yang ditanam
jelas varietasnya, memiliki tingkat keseragaman yang tinggi, berprodukivitas
tinggi dan sehat.
C.
Standar
tentang penyiapan benih :
Benih yang digunakan adalah
benih sebar (G4) bersertifikat dan berlabel biru yang tumbuh tunas 1 - 2 cm
atau siap tanam dari penangkar yang diawasi dan dibina oleh Balai Pengawasan
dan Sertifikasi Benih (BPSB Jateng)
D.
Alat
dan Bahan :
a.
Pikulan
untuk membawa benih
b.
Keranjang/
krat benih untuk menampung benih
c.
Benih
sebar (G4) bersertifikat dan berlabel biru yang tumbuh tunas 1 - 2 cm atau siap
tanam
d.
Alat
tulis dan blangko isian untuk mencatat kegiatan.
E.
Prosedur
Pelaksanaan :
a.
Siapkan
benih unggul kelas benih sebar yang bermutu, bersertifikat dan berlabel biru
dari penangkar yang diawasi dan dibina oleh Balai Pengawasan dan Sertifikasi
Benih (BPSB Jateng)
b.
Pilih
benih yang telah bertunas sepanjang 1 – 2 cm
c.
Lakukan
pencatatan sebagaimana format yang digunakan (Tabel 6).
Standar Operasional Prosedur
“Pemupukan Dasar dan Penanaman”
|
Nomor :
SOP K.V
|
Tanggal Dibuat
26 Mei 2009
|
|
Halaman
1 - 2
|
Revisi................
Tanggal.....................
|
Disahkan
.............................
|
V.
PEMUPUKAN DASAR DAN PENANAMAN
A.
Definisi
:
Penanaman dan pemupukan dasar
adalah memberikan hara dasar di dalam tanah dan meletakan benih dengan posisi
tunas menghadap ke atas diantara pupuk pada garitan (sistem garitan) atau di atas
pupuk organik (pupuk kandang) dan diletakkan pada lubang guludan (sistem
guludan) yang disiapkan.
B.
Tujuan
:
Agar tersedia unsur hara yang
dapat diserap oleh tanaman secara optimal dan benih diletakkan dengan benar.
C.
Alat
dan Bahan
a.
Cangkul
/ sekop digunakan untuk mengambil dan mengangkat pupuk organik
b.
Pikulan
/ kantong untuk mengangkut pupuk ke lokasi penanaman.
c.
Ember
digunakan untuk mengangkut dan menaburkan pupuk di lahan.
d.
Pupuk
kandang matang sebanyak 10 – 15 ton/ha atau 20 – 30 ton/ha Kotoran ayam atau pupuk kandang yang
lain.
e.
N
sebanyak 50 – 100 kg/ha
f.
P2O5 sebanyak 110 – 150 Kg/ha
g.
K2O sebanyak 150 – 250 kg/ha
h.
Jika
digunakan pupuk majemuk NPK 15-15-15 maka sebanyak 7.00 kg/ha, adapun
kekurangan unsur P2O5 sebanyak 5 – 45 kg/ha dan K2O sebanyak 45 – 145 kg/ha
yang bersumber dari pupuk tunggal yang lain.
i.
Benih
sebar (G4) sebanyak 1.500 sampai 2.000 kg/ha
j.
Alat
tulis dan blangko isian untuk mencatat kegiatan.
D.
Prosedur
Pelaksanaan :
a.
Sistem
Garitan
1.
Pupuk
organik ditebarkan merata dalam garitan atau ditempatkan antara benih yang telah diletakkan di dalam
garitan.
2.
Pupuk
kimia diletakkan di atas pupuk organik diantara benih.
3.
Selanjutnya
benih dan pupuk ditimbun dengan tanah sehingga membentuk guludan dengan tinggi ± 10 cm dari permukaan tanah.
b.
Sistem
Guludan
1.
Buat garitan
sedalam 5 – 10 cm dari permukaan tanah.
2.
Sebar
pupuk organik dan pupuk kimia secara merata di atas garitan.
3.
Tutup
garitan dengan tanah setinggi 20 cm dari
permukaan tanah.
Standar Operasional Prosedur
“Pemupukan Dasar dan Penanaman”
|
Nomor :
SOP K.V
|
Tanggal Dibuat
26 Mei 2009
|
|
Halaman
2 – 2
|
Revisi.I
Tanggal.26 Juli 2011
|
Disahkan
.............................
|
4.
Apabila
akan menggunakan mulsa plastik maka lebar mulsa disesuaikan dengan lebar
guludan (single row atau double rows).
5.
Setelah
guludan siap kemudian dilubangi dengan menggunakan tugal/panja dengan kedalaman
± 10 cm, dengan jarak tanam disesuaikan dengan besar umbi.
6.
Selanjutnya
masukan benih ke dalam lubang dengan posisi tunas menghadap ke atas kemudian
tutup dengan tanah dan ratakan.
c.
Lakukan
pencatatan sebagaimana format yang digunakan (Tabel 7).
Standar Operasional Prosedur
“Pengairan”
|
Nomor :
SOP K.VI
|
Tanggal Dibuat
26 Mei 2009
|
|
Halaman
1 – 1
|
Revisi................
Tanggal.....................
|
Disahkan
.............................
|
VI.
PENGAIRAN (Dilaksanakan pada musim
kemarau)
A.
Definisi
:
Pengairan adalah memberikan
air untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman.
B.
Tujuan
:
Memenuhi kebutuhan air bagi
tanaman dan membantu penyerapan unsur hara oleh tanaman.
C.
Standar
Tentang Pengairan
Air irigasi diberikan pada
lahan pertanaman bila pertanaman dilakukan pada musim kemarau. Pada prinsipnya
air irigasi diberikan hanya untuk menjaga kelembaban tanah, terutama dalam
proses penyerapan unsur hara.
D.
Alat
dan Bahan :
a.
Pompa air digunakan untuk memompa air dari sumber air
(air tanah, sungai)
b.
Bak air/ drum untuk menampung air
c.
Selang air/paralon 1-2 inchi untuk mengalirkan air ke
areal pertanaman.
d.
Alat
tulis dan blangko isian untuk
mencatat kegiatan.
E.
Prosedur
Pelaksanaan :
a.
Air
dari sumber air dipompa dengan menggunakan pompa air dan dialirkan dengan
menggunakan selang atau paralon ke areal pertanaman (sistem leb) .
b.
Pengairan
dilakukan secara rutin sesuai kebutuhan tanaman
c.
Lakukan
pencatatan sebagaimana format yang digunakan (Tabel 8).
Standar Operasional Prosedur
“Pemasangan Ajir”
|
Nomor :
SOP K.VII
|
Tanggal Dibuat
26 Mei 2009
|
|
Halaman
1 – 1
|
Revisi. I
Tanggal.26 Juli 2011
|
Disahkan
.............................
|
VII.
PEMASANGAN AJIR (Bila Diperlukan)
A.
Definisi
:
Pemasangan ajir adalah
memasang ajir sebagai penyangga tanaman.
B.
Tujuan
:
Agar pertanaman mendapat sinar
matahari yang optimal dan tidak rebah
C.
Standar
Pemasangan ajir
Ajir dipasang tanpa melukai/mengganggu
pertumbuhan umbi, yang fungsi utamanya sebagai penyangga tanaman agar tidak
rebah.
D.
Alat
dan Bahan :
a.
Golok/
sabit/gergaji digunakan untuk memotong dan membelah bambu
b.
Meteran
sebagai pengukur panjang ajir
c.
Bambu
digunakan sebagai tiang ajir
d.
Tali
plastik untuk mengikat tanaman pada ajir
e.
Alat
tulis dan blangko isian untuk mencatat kegiatan.
E.
Prosedur
Pelaksanaan :
a.
Membuat
ajir dari bambu yang dibelah dengan ukuran panjang 70 – 80 cm dan lebar 2-3 cm.
b.
Untuk
pemasangan satu tanaman satu ajir dilakukan dengan cara ditancapkan berjarak ± 5 cm dari tanaman (pemasangan ajir lebih baik pada saat selesai tanam) dan
tanaman diikat dengan tali plastik apabila sudah memungkinkan untuk diikat.
c.
Untuk
pemasangan ajir sistem jepit dilakukan dengan memasang beberapa pasang ajir
pada sisi guludan yang dihubungkan dengan tali plastik.
d.
Lakukan
pencatatan sebagaimana format yang digunakan (Tabel 9).
Standar Operasional Prosedur
” Pemupukan susulan dan pembumbunan”
|
Nomor :
SOP K.VIII
|
Tanggal Dibuat
26 Mei 2009
|
|
Halaman
1 – 1
|
Revisi................
Tanggal.....................
|
Disahkan
.............................
|
VIII.PEMUPUKAN SUSULAN DAN PEMBUMBUNAN
A.
Definisi
:
Pemupukan susulan dan
pembumbunan adalah memberikan pupuk sebagai nutrisi tambahan sesuai dengan
kondisi pertumbuhan tanaman dan meninggikan guludan di lokasi pertanaman.
B.
Tujuan
:
Menambah kebutuhan hara yang
dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman serta membentuk/meninggikan
guludan supaya perakaran dan umbi kentang dapat tumbuh optimal.
C.
Standar
Pemupukan Susulan dan Pembumbunan :
1.
Pemupukan
susulan harus mengacu pada empat (4) TEPAT, yaitu :
§ Tepat dosis
§ Tepat cara
§ Tepat waktu dan
§ Tepat jenis yang sesuai dengan kebutuhan
unsur hara.
2.
Pembumbunan
dilakukan untuk menjaga agar umbi tetap tertutup tanah sehingga ruang
pertumbuhan dan perkembangan umbi tidak terbatas serta untuk menghindari umbi
dari infeksi hama PTM (Potato Tubber Moth)/
penggerek umbi.
D.
Alat
dan Bahan :
a.
Cangkul
digunakan untuk meninggikan guludan
b.
Alas
plastik/terpal digunakan sebagai alas untuk mencampur pupuk
c.
Sekop
untuk mencampur dan memindahkan pupuk
d.
Ember
digunakan untuk mengangkut pupuk selama penaburan
e.
Pupuk
susulan dengan dosis 5 – 10 gr pupuk majemuk (NPK) per tanaman
f.
Alat
tulis dan blangko isian untuk mencatat kegiatan.
E.
Prosedur
Pelaksanaan :
a.
Persiapan
pupuk sesuai jenis, waktu dan dosis yang dibutuhkan dalam wadah
b.
Taburkan
pupuk susulan di sekitar tanaman setelah berumur 25 – 30 HST setelah penyiangan
dan dilanjutkan dengan pembumbunan I
c.
Pembumbunan
II dilakukan pada saat tanaman berumur 35 – 40 HST
d.
Pembumbunan
dilakukan dengan mencangkul tanah di antara guludan (parit) kemudian dinaikan
ke atas guludan sebelah kiri dan kanan parit
e.
Lakukan
pencatatan sebagaimana format yang digunakan (Tabel 10).
Standar Operasional Prosedur
“Penyiangan dan Sanitasi”
|
Nomor :
SOP K.IX
|
Tanggal Dibuat
26 Mei 2009
|
|
Halaman
1 – 1
|
Revisi................
Tanggal.....................
|
Disahkan
.............................
|
IX.
PENYIANGAN DAN SANITASI
A.
Definisi :
Penyiangan dan sanitasi adalah
melakukan pemeliharaan dan membersihkan guludan dari gulma, tanaman pengganggu
lainnya dan tanaman sakit.
Tujuan :
Menjaga kebersihan kebun dan
kesehatan tanaman.
B.
Alat
dan Bahan :
Cangkul digunakan untuk
menyiangi tanaman
Alat tulis dan blangko isian
untuk mencatat kegiatan
C.
Prosedur
Pelaksanaan :
a.
Penyiangan
dilakukan dengan membersihkan areal pertanaman dari gulma, tanaman pengganggu
lainnya dan tanaman sakit.
b.
Penyiangan
dilakukan pada saat tanaman berumur 25 – 30 HST dan atau saat tanaman pada umur
35 – 40 HST.
c.
Kumpulkan
gulma atau tanaman pengganggu hasil siangan dan sanitasi di luar areal lahan. Untuk sisa tanaman sakit dimusnahkan
dengan cara dibakar atau dibenamkan pada tempat terpisah.
d.
Lakukan
pencatatan sebagaimana format yang digunakan (Tabel 11).
Standar Operasional Prosedur
”Pengendalian OPT”
|
Nomor :
SOP K.X
|
Tanggal Dibuat
26 Mei 2009
|
|
Halaman
1 – 19
|
Revisi................
Tanggal.....................
|
Disahkan
.............................
|
X.
PENGENDALIAN ORGANISME PENGGANGGU TUMBUHAN
(OPT)
A.
Definisi
:
Pengendalian organisme
pengganggu tumbuhan adalah tindakan untuk menekan serangan OPT guna
mempertahankan produksi dengan sistem Pengendalian Hama Terpadu (PHT).
B.
Tujuan
:
Agar OPT terkendali tanpa merusak
lingkungan dan secara ekonomi tidak merugikan.
C.
Standar
:
Sistem Pengendalian Organisme
Pengganggu Tumbuhan dengan menggunakan strategi PHT
a.
Budidaya
tanaman sehat
b.
Pelestarian
dan pemberdayaan musuh alami
c.
Pengamatan
rutin
d.
Petani
sebagai ahli PHT
D.
Alat
dan Bahan :
a.
Power
Sprayer atau hand sprayer sebagai alat untuk mengaplikasikan pestisida.
b.
Ember,
drum, alat pengaduk untuk mencampur pestisida dengan air
c.
Takaran
(skala cc, ml, liter dan gram) untuk menakar pestisida dengan air.
d.
Alat/sarana
pelindung (sarung tangan, masker, topi, sepatu boot, baju lengan panjang) untuk
melindungi bagian tubuh dari cemaran bahan kimia.
e.
Pestisida
(biopestisida, pestisida nabati, pestisida kimiawi) dan musuh alami (predator,
parasitoid, patogen) untuk mengendalikan OPT.
f.
Air
bersih digunakan sebagai bahan pelarut dan pembersih.
g.
Pisau
atau cutter steril untuk memotong bagian tanaman yang sakit
h.
Alat
tulis dan blangko isian untuk mencatat kegiatan.
E.
Prosedur
Pelaksanaan :
a.
Lakukan
pengamatan dan identifikasi terhadap OPT di pertanaman secara rutin.
b.
Lakukan
pengendalian OPT bila serangan atau populasi sudah mencapai ambang kendali
sesuai dengan teknik yang dianjurkan.
c.
Tentukan
tindakan yang perlu segera dilakukan sesuai dengan jenis OPT
d.
Lakukan
pencatatan sebagaimana format yang digunakan (Tabel 12).
Standar Operasional Prosedur
”Pengendalian OPT”
|
Nomor :
SOP K.X
|
Tanggal Dibuat
26 Mei 2009
|
|
Halaman
2 – 19
|
Revisi................
Tanggal.....................
|
Disahkan
.............................
|
Macam-macam Penyakit, Hama dan Virus pada tanaman kentang :
A.
PENYAKIT
1.
LAYU BAKTERI
Ralstonia (Pseudomonas)
solanacearum
Gambar : Penyakit Layu Bakteri
Gejala serangan :
a.
Bakteri
Ralstonia solanacearum dapat
menyerang tanaman melalui akar maupun daun.
b.
Layu
diawali dari pucuk daun kemudian layu menyeluruh pada tanaman terserang
c.
Kelayuan
bersifat permanen, diikuti dengan kematian tanaman.
d.
Bila
batang dipotong akan tampak garis vaskuler berwarna gelap, bila dimasukkan ke
dalam air bening akan mengeluarkan eksudat berupa lendir berwarna putih
keabu-abuan dan bila pangkal batang dipijat dengan penjepit maka akan terlihat
eksudat putih.
e.
Bila
gejala kelayuan terlihat di bawah umur 30 HST maka kemungkinan besar penyakit
terbawa dari benih yang ditanam.
f.
Bila
gejala kelayuan terlihat di atas 30 HST maka kemungkinan besar tanaman tertular
dari tanah.
Pengendalian :
a.
Cara
Kultur Teknis
1).
Gunakan
benih sebar yang bersertifikat dan berlabel
Standar Operasional Prosedur
”Pengendalian OPT”
|
Nomor :
SOP K.X
|
Tanggal Dibuat
26 Mei 2009
|
|
Halaman
3 - 19
|
Revisi................
Tanggal.....................
|
Disahkan
.............................
|
2).
Lakukan
rotasi tanam dengan tanaman yang bukan inang patogen selama minimal 3 musim
3).
Pilih
lahan dengan drainase yang baik
4).
Lakukan
sanitasi kebun dengan memberantas gulma dan pengganggu lainnya
5).
Hindari
pelukaan karena mekanis maupun nematoda pada akar dan umbi.
b.
Cara
Fisik/ mekanis
Cabut tanaman yang terserang
sampai ke akar - akarnya beserta tanah di sekitar perakaran, kemudian dimasukan
ke dalam kantong plastik untuk dimusnahkan.
c.
Cara
Biologis
Menggunakan agensia hayati
seperti bakteri Pseudomonas fluorescens yang
terdapat dalam PGPR (Plant Growth Promoting Rizobacterium), Corrine bacterium dengan dosis sesuai anjuran pada saat awal
tanam, dan pada saat tanaman berumur 15 hari dengan cara dikocorkan ke seluruh
permukaan bedengan secara merata.
d.
Cara
Kimiawi
Aplikasi bakterisida dengan
bahan aktif Asam Oksolinik 20% sesuai anjuran.
2.
LAYU FUSARIUM
Gambar : Penyakit Layu Fusarium
Pathogen :
cendawan Fusarium solanii (Mart.)
Sacc.
Pathogen ini umumnya menyerang
umbi di gudang akibat perlukaan pada umbi karena benturan atau gesekan.
Pathogen ini dapat bertahan hidup di dalam tanah sebagai saprophit atau dalam
bentuk klamidospora selama 5 tahun dan pada umbi kentang yang disimpan di
gudang.
Standar Operasional Prosedur
”Pengendalian OPT”
|
Nomor :
SOP K.X
|
Tanggal Dibuat
26 Mei 2009
|
|
Halaman
4 - 19
|
Revisi................
Tanggal.....................
|
Disahkan
.............................
|
Pada umumnya penyakit ini timbul di daerah
beriklim kering, suhu optimum untuk perkembangan penyakit 20-240 C.
Gejala serangan :
a. Kelayuan dimulai dari daun-daun bawah dan
berkembang ke atas.
b. Daun berwarna hijau suram, layu, menguning
dan mengering. Daun pucuk tetap hijau.
c. Bila batang disayat tampak kayu berwarna
coklat. Warna coklat juga ditemukan pada pembuluh tangkai daun.
d. Pada tanah yang basah dan dingin, batang
di bawah permukaan tanah menjadi busuk, tanaman layu dan mati.
e. Umbi yang terserang melekuk pada ujung stolon
dan terjadi pencoklatan pembuluh sampai kedalaman yang beragam. Bila mencapai
mata umbi maka tidak akan membentuk tunas.
f. Sumber penyakit layu fusarium adalah umbi
bibit yang terinfeksi di gudang atau dari dalam tanah. Bila umbi pembawa
pathogen ditanam maka jamur akan menginfeksi akar dan menjalar melalui tanaman
ke umbi yang masih sehat.
Pengendalian :
a.
Cara
Kultur Teknis
1).
Gunakan
benih sebar yang bersertifikat dan berlabel
2).
Mengurangi
suhu di gudang penyimpanan serta menghindari perlukaan umbi calon benih.
3).
Pergiliran
tanaman
4).
Membuat
drainase yang baik
5).
Mempertahan kondisi pH tanah tetap netral.
b.
Cara
Fisik/mekanis
Cabut tanaman terserang sampai
ke akar-akarnya beserta tanah di sekitar perakaran, kemudian dimasukan ke dalam
kantong plastik untuk dimusnahkan.
c.
Cara Kimiawi
Perlakuan dengan menggunakan fungisida
pada benih di gudang.
Standar Operasional Prosedur
”Pengendalian OPT”
|
Nomor :
SOP K.X
|
Tanggal Dibuat
26 Mei 2009
|
|
Halaman
5 - 19
|
Revisi................
Tanggal.....................
|
Disahkan
.............................
|
3.
BUSUK DAUN (LATE BLIGHT)
Gambar : Penyakit Busuk Daun
Penyebab : Phytophtora infestans yaitu jamur
termasuk famili Phythiaceae
Gejala serangan :
a.
Timbulnya
gejala serangan dapat terjadi pada saat mulai tumbuh daun atau tanaman berumur
3 – 6 minggu dan dijumpai pada daun-daun bawah, kemudian merambat ke atas ke daun
yang lebih muda, terkadang juga menyerang pada bagian batang dan masuk ke umbi.
b.
Pada
awal serangan terdapat bercak kebasah-basahan dengan tepian yang tidak teratur
pada tepi daun atau tengahnya. Bercak dikelilingi oleh sporangium berwarna
putih, kemudian melebar dan terbentuklah daerah nekrotik yang berwarna coklat.
c.
Serangan
tingkat lanjut muncul bercak-bercak nekrotik yang berkembang ke seluruh daun
tanaman dan menyebabkan tanaman mati.
Pengendalian :
a.
Cara
Kultur Teknis
§ Pemilihan
varietas tahan
§ Hindari penanaman yang berdekatan dengan
pertanaman inang terutama yang lebih tua, agar tidak terjadi penularan
§ Lakukan sanitasi lingkungan dari sisa
tanaman yang terserang kemudian dibakar atau dimusnahkan
Standar Operasional Prosedur
”Pengendalian OPT”
|
Nomor :
SOP K.X
|
Tanggal Dibuat
26 Mei 2009
|
|
Halaman
6 - 19
|
Revisi................
Tanggal.....................
|
Disahkan
.............................
|
§ Lakukan rotasi tanam dengan tanaman yang
bukan inang pathogen selama minimal 3 musim
§ Pilih lahan dengan drainase yang baik
§ Mengatur waktu tanam yaitu penanaman di
musim kemarau
b.
Cara
Fisik/ mekanis
Pengendalian secara
fisik/mekanis pada serangan awal dapat dilakukan pemotongan bagian yang
terserang kemudian dimasukan ke dalam kantong plastik untuk dimusnahkan.
c.
Cara
Biologis
Pengendalian secara biologi
dengan menggunakan agensia hayati seperti cendawan Trichoderma atau Gliocladium
dengan dosis penyemprotan 100 gr/liter air ditambah zat perekat.
d.
Cara
Kimiawi
Aplikasikan pestisida
(fungisida) kimiawi yang telah terdaftar dan diizinkan oleh pemerintah dengan
bahan aktif seperti : mankozeb, propinep, klorotalonil, simoksanil,
mandipropamid dsb.
Lakukan pemilihan pestisida
yang tepat dengan memperhatikan bahan aktifnya dan sifat sistemik, translaminar
atau kontak.
Hindari pemakaian satu jenis
bahan aktif secara terus menerus dan hindari mencampur beberapa bahan aktif
secara bersamaan.
Lakukan penyemprotan secara
berselang seling antara yang bersifat sistemik dan kontak.
4.
BERCAK KERING (EARLY BLIGHT)
Gambar : Penyakit Bercak Kering
Standar Operasional Prosedur
”Pengendalian OPT”
|
Nomor :
SOP K.X
|
Tanggal Dibuat
26 Mei 2009
|
|
Halaman
7 - 19
|
Revisi................
Tanggal.....................
|
Disahkan
.............................
|
Penyebab : Jamur Alternaria solanii
Gejala serangan :
a. Serangan umumnya menyerang pada musim
kemarau. Kondisi optimum perkembangan penyakit adalah suhu 28 – 30 derajat Celcius.
b. Pada umumnya gejala baru tampak setelah
tanaman berumur lebih dari 6 minggu.
c. Terdapat bercak-bercak kecil agak membulat
berbatas jelas, berwarna coklat tua kering pada tengah daun berbentuk
lingkaran-lingkaran sepusat dengan tidak memotong ruas-ruas tulang daun.
Pengendalian :
a.
Cara
Kultur Teknis
§ Gunakan benih sebar yang bersertifikat dan
berlabel
§ Hindari penanaman yang berdekatan dengan
pertanaman inang terutama yang lebih tua, agar tidak terjadi penularan
§ Lakukan sanitasi lingkungan dari sisa
tanaman yang terserang kemudian dibakar atau dimusnahkan
§ Lakukan rotasi tanam dengan tanaman yang
bukan inang pathogen selama minimal 3 musim
§ Pilih lahan dengan drainase yang baik
b.
Cara
Fisik/ mekanis
Pengendalian secara
fisik/mekanis pada serangan awal dapat dilakukan pemotongan bagian yang
terserang kemudian dimasukan ke dalam kantong plastik untuk dimusnahkan.
c.
Cara
Kimiawi
Aplikasikan pestisida
(fungisida) kimiawi yang telah terdaftar dan diizinkan oleh pemerintah dengan
bahan aktif seperti : Azoksistrobin, Difenokonazol, Metalaksil, dsb.
Lakukan pemilihan pestisida
yang tepat dengan memperhatikan bahan aktifnya dan sifat sistemik, translaminar
atau kontak.
Hindari pemakaian satu jenis
bahan aktif secara terus menerus dan hindari mencampur beberapa bahan aktif
secara bersamaan.
Lakukan penyemprotan secara
berselang seling antara yang bersifat sistemik dan kontak.
Standar Operasional Prosedur
”Pengendalian OPT”
|
Nomor :
SOP K.X
|
Tanggal Dibuat
26 Mei 2009
|
|
Halaman
8 - 19
|
Revisi................
Tanggal.....................
|
Disahkan
.............................
|
5.
KUDIS BAKTERI / KROPENG
Gambar : Penyakit Kudis Bakteri
Pathogen : bakteri Streptomyces
scabies (Thaxt) Waks & Henrici
Streptomyces scabies
adalah bakteri yang mirip fungi berbentuk benang (filamentous) namun
morfologinya sangat berbeda dengan fungi. Filamentous secara bertahap akan
menginduksi spora melalui fragmen. Diameter vegetatif filamentous bakeri lebih
kecil dibandingkan fungi (±1 mm), tidak memiliki nucleus, menghasilkan
thaxtomins (phytotoxins) yang berhubungan dengan perkembangan penyakit yaitu
menginduksi gejala penyakit yang namanya hypertrophysel dan kematian sel.
Penyebab penyakit bertahan dalam tanah dan menyerang pertanaman selanjutnya.
Penyebaran jarak jauh dilakukan oleh umbi-umbi sakit. Infeksi terjadi melalui
lentisel, stomata atau luka. Umbi-umbi muda lebih peka terkena infeksi. Suhu
tanah di bawah 200 C, kelembaban tanah rendah dan pH lebih besar
dari 5.2 akan mengurangi serangan penyakit. Penyakit hanya menyerang umbi
dengan gejala awal berupa bercak kecil berwarna kemerahan-merahan sampai
kecoklatan. Bercak makin lama makin luas dan sedikit menonjol. Luka berkembang
dengan beberapa tipe baik dipermukaan atau di dalam umbi serta pembengkakan.
Luka-luka tersebut mempunyai bentuk dan ukuran yang berlainan namun biasanya
bundar dan berdiameter kurang dari 10 mm. Luka-luka ini dapat bergabung satu
sama lain sehingga seluruh permukaan umbi retak-retak. Kudis juga menyerang
akar dan stolon dan pada serangan lanjut dapat menyebabkan tanaman mati.
Pengendalian :
a.
Cara Kultur teknis
Standar Operasional Prosedur
”Pengendalian OPT”
|
Nomor :
SOP K.X
|
Tanggal Dibuat
26 Mei 2009
|
|
Halaman
9 - 19
|
Revisi................
Tanggal.....................
|
Disahkan
.............................
|
§
penggunaan bibit sehat (bersertifikat)
§
rotasi tanaman
§
penggunaan pupuk amonium sulfat
§
pengairan teratur
b.
Cara
Kimiawi
Guna mencegah serangan pada
umbi di gudang dapat dilakukan pencelupan kedalam larutan formalin selama 1
jam.
6.
KANKER BATANG/ KUDISLAK (BLACK SCRUF)
Gambar : Penyakit Kanker Batang
Penyakit ini disebabkan oleh
serangan jamur Rhizoctonia solani, termasuk
jenis penyakit tular tanah dan tular umbi.
Pengendalian :
a.
Cara
Kultur Teknis
§ Gunakan benih sebar yang bersertifikat dan
berlabel
§ Teknik penanaman yang tidak terlalu dalam
dan ditanah dengan struktur baik.
§ Teknik penyimpanan umbi didalam ruang
terang agar diperoleh tunas yang kuat, dikarenakan tunas yang berwarna putih
lebih sensitif terhadap serangan penyakit ini.
b.
Cara
Kimiawi
Aplikasi fungisida pada umbi
digudang.
Standar Operasional Prosedur
”Pengendalian OPT”
|
Nomor :
SOP K.X
|
Tanggal Dibuat
26 Mei 2009
|
|
Halaman
10 - 19
|
Revisi................
Tanggal.....................
|
Disahkan
.............................
|
B.
HAMA
1.
Phthorimaea operculella Zell (Penggerek
umbi/ Pes, Penggulung daun/ pithet, Salisip/ PTM (Potato Tubber
Moth)
Gambar : Hama Penggerek Umbi
Phthorimaea
operculella (Lepidoptera ; Gelechiidae) dewasa berupa ngengat (kupu kecil)
berwarna kelabu kecoklatan berukuran 1.0 – 1.5 m. masa hidup ngengat betina
7-16 hari sedangkan ngengat jantan 3-9 hari. Ngengat aktif pada malam hari
sedangkan pada siang hari bersembunyi di bawah helaian daun atau rak-rak
penyimpanan umbi di gudang.
Pupa
(kepompong) terdapat dalam kokon yang tertutup butiran tanah. Masa hidup pupa
6-9 hari. Di gudang pupa menempel pada bagian luar umbi (biasanya di sekitar
mata tunas) atau pada rak-rak penyimpanan kentang.
Larva
berwarna putih kelabu, kuning atau kehijau-hijauan. Panjang larva yang sudah
berkembang sempurna sekitar 1 cm, masa hidup larva 10-16 hari. Larva makan daun
dengan cara membuat alur-alur pada daun atau membuat lubang dan lorong pada
umbi dan bersembunyi pada gulungan daun atau daun-daun yang saling direkatkan.
Bentuk
telur kecil, agak lonjong atau bulat panjang. Telur diletakkan di permukaan
bawah daun atau pada permukaan umbi yang tersembul di permukaan tanah. Di
gudang, telur hampir selalu diletakkan pada permukaan umbi disekitar mata
tunas.
Gejala serangan :
a.
Pada
umbi ditandai dengan adanya sekelompok kotoran berwarna putih kotor atau
cokelat tua pada permukaan umbi. Apabila umbi dibelah terlihat lorong-lorong
bekas gigitan larva sewaktu memakan daging umbi akibatnya kualitas umbi menurun
dan busuk.
Standar Operasional Prosedur
”Pengendalian OPT”
|
Nomor :
SOP K.X
|
Tanggal Dibuat
26 Mei 2009
|
|
Halaman
11 - 19
|
Revisi................
Tanggal.....................
|
Disahkan
.............................
|
b.
Sedangkan
gejala serangan pada daun ditandai dengan adanya jaringan epidermis daun yang
melipat berwarna merah tua membentuk gulungan, bila gulungan daun tersebut
dibuka maka terdapat jalinan benang yang membungkus ulat/larva kecil berwarna
kelabu. Gulungan ini sering ditemukan pada bagian pucuk (titik tumbuh).
c.
Serangan
hama ini juga dapat menyerang bibit yang disimpan selama 3-5 bulan sebelum
ditanam di kebun.
d.
Hama
ini umumnya terbawa ke gudang oleh umbi yang mengalami Hijau (Greening) karena tidak tertutup tanah.
Pengendalian :
a.
Cara
Kultur Teknis
§ Penanaman bibit kentang yang bebas dari
penggerek umbi, gunakan benih sebar yang bersertifikat dan berlabel.
§ Pembumbunan dilakukan pada saat tanaman
berumur sekitar 60 hst guna mencegah masuknya larva penggerek umbi kedalam umbi
kentang.
b.
Cara Mekanis
§ Pengumpulan dan pemusnahan umbi yang
terserang penggerek pada saat panen.
§ Penaburan sekam padi atau daun lantana
kering setebal 1-2 cm di atas rak penyimpanan dan lakukan seleksi bibit.
§ Penggunaan feromon seks (Sex feromoid PTM1
+ PTM2) dapat digunakan secara masal
c.
Cara
Biologis
Pemanfaatan musuh alami
berupa parasitoid dapat dilakukan, seperti Pristomerus
sp. dan Diadegma sp. Pada
penyimpanan umbi di gudang bisa digunakan daun Tembelekan.
d.
Cara
Kimiawi
Penggunaan insektisida yang
efektif, terdaftar dan berizin dilakukan jika populasi hama mencapai ≥ 20 ekor
larva per 10 tanaman.
Standar Operasional Prosedur
”Pengendalian OPT”
|
Nomor :
SOP K.X
|
Tanggal Dibuat
26 Mei 2009
|
|
Halaman
12 - 19
|
Revisi................
Tanggal.....................
|
Disahkan
.............................
|
2.
PENGOROK DAUN (LIRIOMYZA HUIDOBRENSIS)
Serangga
dewasa berupa lalat kecil berukuran sekitar 2 mm dengan warna tubuh hitam
mengkilap, kecuali skutelum dan bagian samping toraks serta bagian tengah
kepala berwarna kuning. Fase lalat betina 6-14 hari dan lalat jantan 3-9 hari.
Perkawinan terjadi sehari setelah imago keluar dari pupa dan pada hari
berikutnya imago mulai meletakkan telur. Lalat betina menusuk permukaan atas
atau bawah daun dengan alat peletak telur (oviSOPitor) kemudian lalat betina
dan lalat jantan memakan cairan daun yang keluar dari bekas tusukan tersebut.
Penusukan juga dilakukan lalat betina pada saat menyisipkan telur kedalam
jaringan daun.
Pupa
berwarna kuning keemasan atau kecoklatan dengan ukuruan 2.5 mm dan terbentuk
didalam tanah. Fase pupa 9-12 hari. Sedangkan larva berwarna putih bening
berbentuk silinder berukuran 2.5 mm dan tidak mempunyai kepala atau kaki. Larva
yang baru menetas dari telur segera mengorok jaringan mesofil daun dan tinggal
dalam liang korokan selama hidupnya. Korokan ini makin melebar dengan semakin
besarnya ukuran larva. Larva yang telah berumur lanjut (instar-3) akan keluar
dari liang kerokan untuk berkepompong.
Telur
berwarna putih bening berbentuk ginjal dengan ukuran 0.1 – 0.2 mm dan
diletakkan pada bagian epidermis daun. Fase telur 2-4 hari, jumlah telur yang
diletakkan oleh lalat betina selama hidupnya 50-300 butir dengan rerata 160
butir.
Standar Operasional Prosedur
”Pengendalian OPT”
|
Nomor :
SOP K.X
|
Tanggal Dibuat
26 Mei 2009
|
|
Halaman
13 - 19
|
Revisi................
Tanggal.....................
|
Disahkan
.............................
|
Gejala serangan :
a.
Pada
daun ditandai dengan munculnya bintik-bintik putih akibat tusukan ovipositor
dan berupa liang korokan larva yang berkelok-kelok.
b.
Pada
intensitas serangan berat hampir seluruh helaian daun penuh dengan korokan
sehingga menjadi kering dan berwarna coklat seperti terbakar. Secara umum
kerusakan karena korokan larva lebih merugikan daripada kerusakan karena
tusukan ovipositor.
c.
Serangan
dimulai sejak tanaman muncul dari permukaan tanah hingga fase reproduksi.
Pengendalian :
a.
Cara
Kultur teknis
§ Memasang perekat perangkap kuning
§ Melakukan pembumbunan untuk menutupi
daun-daun bagian bawah yang terdapat larva didalamnya
b.
Cara
Biologis
Pemanfaatan musuh alami berupa
parasitoid dapat dilakukan, seperti Pristomerus
sp. dan Diadegma sp.
c.
Cara
Kimiawi
Insektisida digunakan apabila
cara lain tidak mampu menekan kepadatan populasi, yaitu ditandai tidak
berkurangnya serangan pada daun maupun jumlah lalat yang tertangkap perangkap
kuning.
3.
KUTU DAUN PERSIK (MYZUS PERSICAE
SULZ.)
Gambar : Hama Kutu Daun Persik
Standar Operasional Prosedur
”Pengendalian OPT”
|
Nomor :
SOP K.X
|
Tanggal Dibuat
26 Mei 2009
|
|
Halaman
14 - 19
|
Revisi................
Tanggal.....................
|
Disahkan
.............................
|
Myzus
persicae Sulz. merupakan serangga berukuran kecil 0.6-3 mm, berwarna kuning
kehijauan, berbentuk seperti buah pir, mempunyai antena panjang kira-kira
sepanjang tubuhnya, imago bersayap (alatae) sedangkan nimfa tidak bersayap
(apterae), hidup berkelompok dari berbagai instar, di daerah tropic bersifat
parthenogenesis (tanpa perkawinan). Serangga dewasa dapat menghasilkan 40 ekor
kutu daun muda (nimfa). Stadia nimfa mengalami 4 instar dan lama stadia
tergantung pada suhu udara
Kutu daun
tinggal di bawah helai daun, batang bunga, bakal bunga dan dalam lipatan daun
keriting. Kerusakan terjadi akibat hisapan cairan daun oleh nimfa dan imago.
Pada tanaman kentang, kutu daun lebih berperan sebagai pembawa virus daripada
sebagai serangga hama, khususnya PLRV (Potato Leaf Roll Virus).
Pengendalian :
§ Menanam tanaman yang lebih tinggi dari
tanaman kentang terutama yang berwarna kuning sebagai perangkap.
§ Memasang perekat perangkap kuning
b.
Cara
Biologis
Introduksi parasitoid Aphidius matrichariae Hal. selain itu Menochilus sexmaculatus F, coccinella spp., chrySOPa sp. dan lalat Syrphidae
c.
Cara
Kimiawi
Insektisida digunakan apabila
cara lain tidak mampu menekan kepadatan populasi kutu daun yaitu ≥ 7 ekor per
daun.
4.
TRIPS (THRIPS PALMY KARNY)
Gambar : Hama Thrips
Standar Operasional Prosedur
”Pengendalian OPT”
|
Nomor :
SOP K.X
|
Tanggal Dibuat
26 Mei 2009
|
|
Halaman
15 - 19
|
Revisi................
Tanggal.....................
|
Disahkan
.............................
|
Serangga dewasa berukuran 1-1.2 mm dan berwarna kuning
pucat sampai coklat kehitaman. Serangga
jantan tidak bersayap sedangkan serangga betina mempunyai 2 pasang sayap halus
dan berumbai. Fase hidup serangga dewasa 20 hari dan berkembangbiak secara
parthenogenesis.
Nimfa tidak
memiliki sayap, berwarna kuning pucat dan masa hidupnya 7-12 hari. Nimfa instar
1- 2 yang aktif berada di permukaan daun bagian bawah dan yang tidak aktif
berada di permukaan tanah.
Gejala
kerusakan secara langsung terjadi karena trips menghisap cairan daun. Daun yang
terserang berwarna keperakan seperti perunggu pada permukaan bawah daun. Daun
menjadi keriting atau berkerut karena cairan sel dihisap oleh serangga ini.
Kerusakan berat terjadi apabila keadaan cuaca kering dan panas sehingga
daun-daun mengering lalu tanaman mati. Sedangkan kerusakan tidak langsung
terjadi karena trips dapat menularkan penyakit virus, khususnya TSWV (Tomato
Spotted Wilt Virus).
Pengendalian :
a.
Cara
Kultur teknis
Pergiliran tanaman dengan
tanaman bukan inang, seperti palawija dan kedelai.
b.
Cara
Biologis
Dengan menggunakan predator Menochilus sexmaculatus / kumbang helm
c.
Cara
Kimiawi
Penyemprotan insektisida dilakukan
jika populasi hama ≥ 10 ekor per daun
dan waktu aplikasi saat senja/malam hari.
5.
URET (HOLOTRICHIA JAVANA (BRISK)
Gambar : Hama Uret
Serangga Holotrichia javana Brisk (Coleoptera;
Scarabaeidae) dewasa berupa kumbang berwarna coklat tua dengan panjang
kira-kira 2.5 cm. larvanya selalu
Standar Operasional Prosedur
”Pengendalian OPT”
|
Nomor :
SOP K.X
|
Tanggal Dibuat
26 Mei 2009
|
|
Halaman
16 - 19
|
Revisi................
Tanggal.....................
|
Disahkan
.............................
|
melengkung
ke dalam, warna kepala putih kemerahan, daur hidupnya 10 bulan. Telur
diletakkan di dalam tanah.
Gejala
kerusakan akibat uret/lundi pada umbi kentang ditandai dengan adanya
lubang-lubang tidak beraturan sehingga umbi kentang akan membusuk.
Pengendalian :
a.
Cara
Kultur teknis
Sanitasi lingkungan dan
pengolahan tanah untuk membongkar tempat persembunyian uret.
b.
Cara Mekanis
Mengumpulkan dan memusnahkan
uret. Larva uret dapat digunakan untuk pakan hewan.
c.
Cara Biologis
Dengan menggunakan jamur
metharizium maupun dengan nematoda predator yang bisa dikembangkan dengan media
pupuk kandang
d.
Cara
kimiawi
Dilakukan bila pengendalian
secara kultur teknis dan mekanis belum mampu menekan kepadatan populasi uret.
6.
NEMATODA SISTA KUNING/ GLOBODERA ROSTOCHINENSIS (NSK)
Gambar : NSK
Standar Operasional Prosedur
”Pengendalian OPT”
|
Nomor :
SOP K.X
|
Tanggal Dibuat
26 Mei 2009
|
|
Halaman
17 - 19
|
Revisi................
Tanggal.....................
|
Disahkan
.............................
|
Di
Indonesia, NSK mulai dilaporkan menyerang tanaman kentang varietas granola di
dusun Sumber Brantas, Desa Tulung Rejo, Kecamatan Bimu Aji, Kota Batu Jawa
Timur dengan luas tanaman terserang mencapai 25% dari luas pertanaman 800
hektar, hal ini berdasarkan pemantauan Direktorat Perlindungan Hortikultura dan
Direktorat Pembenihan Hortikultura pada tahun 2003. Benih kentang yang ditanam
pada tahun 2002 dilaporkan berasal dari Jerman namun sebenarnya para petani
sudah mengimpor benih sejak tahun 1986.
Sedangkan untuk wilayah Banyumas tanaman kentang dibudidayakan di Kab
Banjarnegara yang meliputi Kecamatan Wanayasa, Pejawaran dan Batur, sedangkan
di Kab Purbalingga di Kecamatan Karangreja. Serangan NSK pertama kali ditemukan
Desa Karangtengah, Kec. Batur
Kabupaten Banjarnegara tahun 2003.
Sebagian
besar Globodera spp. Sudah membentuk
cista menempel dengan bagian anterior tubuhnya menyusup kedalam korteks
sedangkan bagian pasteriornya di luar jaringan akar, bentuk cista membulat
(globular atau spheroid), berwarna kuning emas, putih dan kunig tua sampai
coklat.
Dalam
perkembangannya melalui tahapan telur, larva dan dewasa. Siklus hidup
berlangsung selama 38 – 48 hari. NSK betina mampu menghasilkan telur 200 – 500
butir. Nematoda mempunyai kemampuan bertahan hidup pada kondisi lingkungan
kurang menguntungkan (tidak ada inang, suhu sangat rendah, suhu sangat tinggi
dan kekeringan) dengan cara membentuk cista. Nematoda akan kembali aktif bila
kondisi lingkungan sesuai terutama adanya eksudat dari akar tanaman inang,
cista dapat bertahan hidup lebih dari 10 tahun.
Aktivitas
larva berlangsung pada suhu mulai 100 C dan terhenti 400 C, populasi akan
menurun dalam tanah tanpa inang sebanyak 18% per tahun pada tanah dingin dan 50%
- 80% pada tanah hangat. Larva yang menetas pada tanah berpasir jumlahnya lebih
banyak dibandingkan tanah gembur dan liat.
Larva mengambil nutrisi dari akar dengan cara melukai akar sehingga
pasokan nutrisi dan air ke batang dan daun menjadi berkurang akibatnya tanaman
tumbuh kerdil, ukuran umbi yang dihasilkan kecil.
Gejala serangan :
§ NSK pada awalnya tidak tampak adanya
kerusakan pada tanaman di atas permukaan tanah namun setelah penanaman kentang
berkali-kali di lahan yang sama baru
tampak gejala kerusakan secara nyata. Pertumbuhan tanaman dan akar terhambat,
tanaman kerdil secara spot- spot,
Standar Operasional Prosedur
”Pengendalian OPT”
|
Nomor :
SOP K.X
|
Tanggal Dibuat
26 Mei 2009
|
|
Halaman
18 - 19
|
Revisi................
Tanggal.....................
|
Disahkan
.............................
|
§ Pada serangan berat tanaman menjadi layu
terutama pada siang hari, daun-daun menguning yang berlanjut mengering dan
mati.
§ Bila tanaman dicabut sistem perakaran
tidak normal, banyak ditemukan cista dan pada serangan berat umbi gagal
dihasilkan sehingga menyebabkan merosotnya produksi kentang secara nyata.
Dilaporkan bahwa setiap 20 telur/g tanah dapat menyebabkan kehilangan hasil 1
ton/ha.
Pengendalian :
Pada stadia sista, diketahui
mampu bertahan hidup dalam tanah sampai 30 tahun, sehingga pengendalian
nematoda tersebut dianggap lebih sulit.
a.
Cara Kultur
Teknis
§ Gunakan benih sebar yang bersertifikat dan
berlabel dan tidak menanm benih dari daerah endemi NSK.
§ Rotasi
tanaman
§ Penggunaan
tanaman perangkap/ tomat
§ Penanaman
varietas tahan
b. Cara Biologis
Dengan musuh alami, seperti
agens hayati Verticillium sp, Monacrosporium, Dactylella,
Dactylaria, Nematoctonus dan Arthrobotrys
c. Cara Kimiawi
Dengan menggunakan nematisida
pada saat awal tanam..
Selain OPT
utama tersebut di atas, OPT lain yang juga menyerang tanaman kentang dan
berpotensi menurunkan hasil produksi tanaman antara lain ulat tanah (Agrotis
ipsilon Hufn), kumbang kentang (Epilachna
sparsa Boisd), Anjing tanah (Gryllotalpa
javana Birsk dan G. Africana Birsk),
ulat bawang (Spodoptera exigua
Hubner), ulat buah tomat (Heliothis
armigera Hubner), ulat grayak (Spodoptera
litura F.), ulat jengkal kubis (Plusia
orichalcae L.), dll.
C.
VIRUS
Ada beberapa jenis Virus yang
menyerang tanaman kentang yaitu :
1.
Potato leaf roll virus (PRLV)
2.
Alfalfa Mosaic Virus (AMV)
3.
Potato Virus Y
Standar Operasional Prosedur
”Pengendalian OPT”
|
Nomor :
SOP K.X
|
Tanggal Dibuat
26 Mei 2009
|
|
Halaman
19 - 19
|
Revisi................
Tanggal.....................
|
Disahkan
.............................
|
4.
Potato Virus X
5.
Potato Virus S
6.
Tomato Spotted Wilt Virus (TSWV)
PRLV, AMV, PVY, PVX dan PVS mudah
ditularkan melalui penyambungan batang, dan kontak melalui pelukaan. Namun yang
pokok adalah ditularkan oleh kutu daun (Myzus persicae) sebagai perantara. Virus ini mampu bertahan hidup di dalam
tubuh serangga vektor selama 5 hari dan dapat menularkan virus bila vektor
dibiarkan menghisap tanaman sehat selama 15 menit.
Gejala serangan :
a.
kerusakan
jaringan floem yang mudah dibedakan dengan gejala daun kering.
b.
Pertumbuhan
tanaman agak terhambat, bentuk tanaman lebih kecil, daun tampak kaku, keriting,
anak daun menggulung ke bagian atas dari tepi kearah ibu tulang dan kadangkala
menyerupai tabung (PLRV).
c.
Bila infeksi
terjadi pada masa pertumbuhan tanaman maka gejala akan terlihat pada daun
bagian atas saja. Namun bila infeksi terjadi pada saat pertumbuhan umbi
maka gejala akan muncul sampai pada daun bagian bawah.
Pengendalian :
a.
Cara Kultur teknis
§ Gunakan benih sebar yang bersertifikat dan
berlabel.
§ Eradikasi tanaman sakit
§ Sanitasi gulma
§ Pemupukan dan pengairan tanaman
§ Menanam tanaman di area bebas kutu daun,
dapat juga di dalam rumah kaca
§ Memotong batang tanaman yang sudah
membentuk umbi
§ Menanam tanaman border seperti jagung di
sekeliling pertanaman kentang sebanyak 3 lapis.
b.
Cara
Kimiawi
Insektisida ditujukan untuk
serangga vektor yaitu kutu daun maupun Thrips.
Standar Operasional Prosedur
”Penentuan Saat Panen”
|
Nomor :
SOP K.XI
|
Tanggal Dibuat
26 Mei 2009
|
|
Halaman
1 - 1
|
Revisi................
Tanggal.....................
|
Disahkan
.............................
|
XI.
PENENTUAN SAAT PANEN
A.
Definisi
:
Penentuan saat panen adalah
memantau/melihat keadaan fisik tanaman untuk menentukan saat panen yang tepat.
B.
Tujuan
:
Agar diperoleh mutu dan
produksi umbi yang optimal.
C.
Standar
Penentuan Saat Panen :
1.
Penentuan
saat panen dilakukan dengan melihat perkembangan fisik tanaman maupun
dokumentasi/catatan kebun lain.
2.
Panen
dilakukan setelah tanaman berumur 100 – 120 HST dengan ciri-ciri fisik/perubahan
warna daun dari hijau menjadi kekuningan dan umbi kentang tidak mudah lecet
atau terkelupas.
D.
Alat
dan Bahan :
Catatan waktu tanam kentang di
areal pertanaman untuk mengetahui umur tanaman dan menentukan saat panen.
Alat tulis dan blangko isian
untuk mencatat kegiatan.
E.
Prosedur
Pelaksanaan :
a.
Lakukan
pengamatan secara periodik terhadap perkembangan fisik tanaman. Saat panen yang
tepat pada tanaman kentang ditandai dengan perubahan warna daun dari hijau
menjadi kekuningan yang bukan disebabkan oleh penyakit atau gejala lainnya.
b.
Melakukan
pengujian tingkat ketuaan dengan cara menggesekan kulit umbi kentang dengan
kentang lainnya atau dengan menggunakan ibu jari.
c.
Kentang
biasanya mulai dipanen pada umur 100 -120 HST.
d.
Lakukan
pencatatan sebagaimana format yang digunakan (Tabel 13).
Standar Operasional Prosedur
”Panen”
|
Nomor :
SOP K.XII
|
Tanggal Dibuat
26 Mei 2009
|
|
Halaman
1 - 1
|
Revisi................
Tanggal.....................
|
Disahkan
.............................
|
XII.
PANEN
A.
Definisi
:
Panen adalah proses
pengambilan umbi kentang yang sudah menunjukkan ciri (sifat khusus) untuk dilakukan
pemanenan.
B.
Tujuan
:
Untuk menggali dan mengambil
umbi dari dalam tanah
C.
Standar
Penentuan Saat Panen :
1.
Panen
dilakukan setelah tanaman berumur 90 – 120 HST dengan ciri-ciri perubahan warna
daun dari hijau menjadi kekuning-kuningan dan umbi kentang sudah tidak mudah
lecet.
2.
Sebelum
panen dilakukan pemangkasan/pencabutan tanaman kentang yang berada di atas
permukaan tanah, panen dilakukan dengan hati-hati terutama saat membongkar
guludan.
3.
Panen
dilakukan pada cuaca cerah dan tidak pada saat turun atau menjelang hujan.
D.
Alat
dan Bahan :
1.
Alat
pangkas (arit) sebagai pemangkas tanaman kentang yang dipermukaan tanah.
2.
Cangkul
digunakan untuk membongkar umbi dari dalam tanah.
3.
Karung/waring/krat/kranjang untuk meletakan dan mengangkut umbi yang
telah dipanen.
4.
Pikulan
sebagai alat angkut dari kebun ke pengumpulan umbi.
5.
Terpal
digunakan sebagai alas dan naungan dalam pengumpulan hasil panen dilahan
pertanaman.
6.
Timbangan
untuk menimbang hasil panen.
7.
Alat
tulis dan blangko isian untuk mencatat kegiatan.
E.
Prosedur
Pelaksanaan :
1.
Sebelum
panen, dilakukan pemangkasan/pencabutan
tanaman kentang
2.
Pemanenan
dilakukan pada cuaca yang cerah.
3.
Bongkar
guludan dengan cara mencangkul tanah di sekitar umbi secara hati-hati, lalu
mengangkatnya sehingga umbi ke luar dari dalam tanah dan diletakkan dipermukaan
tanah agar terjemur matahari (dikering anginkan)
4.
Umbi
yang terkumpul dilakukan sortasi awal kemudian dimasukkan ke dalam keranjang/
krat/ waring.
5.
Umbi
kentang yang telah dipanen dibawa ke tempat pengumpulan hasil panen.
6.
Lakukan
pencatatan sebagaimana format yang digunakan (Tabel 14).
Standar Operasional Prosedur
”Pasca Panen”
|
Nomor :
SOP K.XIII
|
Tanggal Dibuat
26 Mei 2009
|
|
Halaman
1 - 3
|
Revisi. I
Tanggal.26 Juli 2011
|
Disahkan
.............................
|
XIII.PASCA PANEN
Sub kegiatan : Pembersihan
A.
Definisi
:
Pembersihan adalah proses
menghilangkan kotoran yang menempel pada umbi.
B.
Tujuan
:
Menghilangkan kotoran dan OPT
yang menempel pada umbi supaya kualitas
tetap terjaga dengan baik
C.
Standar
Pembersihan :
Umbi kentang bebas dari
kotoran dan OPT yang menempel pada umbi
D.
Alat
dan Bahan :
a.
Terpal/
keranjang sebagai tempat untuk mengering anginkan kentang
b.
Alat
tulis dan blangko isian untuk mencatat kegiatan.
E.
Prosedur
Pelaksanaan :
a.
Persiapkan
alat dan bahan yang akan digunakan sebagai sarana pembersih umbi.
b.
Letakkan
umbi yang sudah dibersihkan pada terpal/keranjang yang telah dipersiapkan untuk
dikering anginkan (hindari sinar matahari langsung)
c.
Lakukan
pencatatan sebagaimana format yang digunakan (Tabel 15).
Sub kegiatan : Sortasi dan Grading
A.
Definisi
:
Proses pemilihan dan pemisahan
umbi berdasarkan kualitas dan ukuran.
B.
Tujuan
:
Memisahkan umbi yang baik
dengan yang tidak baik, untuk memperoleh umbi yang seragam dalam kualitas dan
ukuran.
C.
Standar
Sortasi dan Grading
1.
Berdasarkan
ukuran umbi kelas AL (lebih dari 200 gr/umbi), A (120 – 200 gr/umbi), B (80 – 119
gr/umbi) dan C/DN (50-79 gr/umbi)
2.
Dilakukan
oleh tenaga kerja yang berpengalaman
D.
Alat
dan Bahan :
Standar Operasional Prosedur
”Pasca Panen”
|
Nomor :
SOP K.XIII
|
Tanggal Dibuat
26 Mei 2009
|
|
Halaman
2 - 3
|
Revisi................
Tanggal.....................
|
Disahkan
.............................
|
1.
Keranjang/waring
untuk memindahkan dan meletakkan kentang
yang sudah disortasi dan di grading.
2.
Terpal
digunakan sebagai alas sortasi dan grading
3.
Alat
tulis dan blangko isian untuk mencatat kegiatan.
E.
Prosedur
Pelaksanaan :
1.
Persiapkan
sejumlah keranjang/ wadah terpisah untuk masing-masing kelas umbi.
2.
Pilih
umbi yang sudah dibersihkan dan letakkan di tempat yang terpisah antara umbi
baik dengan yang jelek berdasarkan :
§ Ada tidaknya cacat pada umbi.
§ Normal tidaknya bentuk dan ukuran umbi.
§ Ada tidaknya serangan hama atau penyakit
pada umbi.
3.
Grading
(Pengkelasan) umbi dilakukan berdasarkan ukuran umbi. kelas AL (lebih dari 200
gr/umbi), A (120 – 200 gr/umbi), B (80 – 119 gr/umbi) dan C/DN (50-79 gr/umbi).
4.
Lakukan
pencatatan sebagaimana format yang digunakan (Tabel 16).
Sub Kegiatan : Penyimpanan
A.
Definisi
:
Definisi : Penyimpanan adalah
proses menyimpan hasil panen sebelum dipasarkan.
B.
Tujuan
:
Untuk menunggu saat pemasaran
yang tepat.
C.
Standar
Penyimpanan :
Penyimpanan di gudang,
ventilasi harus memadai agar sirkulasi udara lancar dan kelembaban sekitar 65 –
70%, sinar matahari cukup dan tempat penyimpanan harus bersih.
D.
Alat
dan Bahan :
1.
Gudang/ruang
penyimpanan digunakan sebagai tempat penyimpanan kentang yang telah selesai
dibersihkan, disortasi dan digrading.
2.
Kotak
kayu/krat/keranjang/waring yang digunakan sebagai wadah umbi kentang yang akan
disimpan dalam gudang.
3.
Alat
tulis dan blangko isian untuk mencatat kegiatan.
E.
Prosedur
Pelaksanaan :
1
Persiapkan
kotak kayu/krat/keranjang/waring digunakan sebagai wadah umbi kentang yang akan
disimpan dalam gudang.
Standar Operasional Prosedur
”Pasca Panen”
|
Nomor :
SOP K.XIII
|
Tanggal Dibuat
26 Mei 2009
|
|
Halaman
3- 3
|
Revisi................
Tanggal.....................
|
Disahkan
.............................
|
2
Masukkan
wadah berisi umbi kentang ke dalam ruang penyimpanan dan disusun secara rapi.
3
Lakukan
pencatatan sebagaimana format yang digunakan (Tabel 17).
Sub Kegiatan : Pengemasan
A.
Definisi
:
Proses mengemas umbi kentang
yang dilakukan dengan mengunakan bahan pengemas sesuai tujuan pasar.
B.
Tujuan
:
Untuk memudahkan distribusi
dan melindungi umbi dari kerusakan mekanis maupun kerusakan fisiologis serta
memperbaiki penampilan.
C.
Alat
dan Bahan :
1.
Timbangan
untuk menimbang kentang yang akan dikemas.
2.
Karung
jaring plastik/waring digunakan sebagai wadah kemasan.
3.
Jarum
karung dan tali plastik digunakan untuk menutup karung.
4.
Alat
tulis dan blangko isian untuk mencatat kegiatan.
D.
Prosedur
Pelaksanaan :
1.
Persiapkan
peralatan yang akan digunakan.
2.
Pastikan
bahwa karung jaring plastik/waring dalam keadaan bersih dan tidak ada sisa
bahan kimia dan kotoran lainnya.
3.
Pengemasan
dilakukan dengan dua (2) alternatif yaitu :
a.
Apabila
langsung dijual ke pasar bisa menggunakn waring dengan kapasitas ± 50 - 70 kg.
b.
Untuk
pasar khusus, kapasitas dan jenis kemasan disesuaikan dengan permintaan pasar.
4.
Lakukan
pencatatan sebagaimana format yang digunakan (Tabel 18).
Standar Operasional Prosedur
”Distribusi”
|
Nomor :
SOP K.XIV
|
Tanggal Dibuat
26 Mei 2009
|
|
Halaman
1 - 1
|
Revisi................
Tanggal.....................
|
Disahkan
.............................
|
XIV.DISTRIBUSI
A.
Definisi
:
Definisi : Proses memindahkan
umbi kentang dari produsen ke pasar.
B.
Tujuan
:
Untuk mendistribusikan umbi
kentang sampai ke pasar dengan aman.
C.
Alat
dan Bahan :
1.
Timbangan
untuk menimbang umbi kentang sebelum dipindahkan ke alat transportasi.
2.
Alat
transportasi yang memadai untuk mengangkut umbi ke pasar
3.
Alat
tulis dan blangko isian untuk mencatat kegiatan.
D.
Standar
Pendistribusian :
Dalam pendistribusian harus
diketahui tujuan, waktu dan tanggal pengiriman. Alat transportasi yang
digunakan dalam pendistribusian harus layak dan aman.
E.
Prosedur
Pelaksanaan :
1.
Lakukan
pengecekan tanggal, lokasi dan jumlah yang hendak dikirim.
2.
Lakukan
penimbangan umbi kentang yang akan didistribusikan.
3.
Siapkan
alat transportasi yang memadai.
4.
Pindahkan
umbi kentang yang telah ditimbang ke alat transportasi secara hati-hati.
5.
Lakukan
pencatatan sebagaimana format yang digunakan (Tabel 19).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar