SELAMAT DATANG DI SITUS BPK PEJAWARAN BLOG INI MASIH DALAM TAHAP PENGEMBANGAN MOHON MAAF APABILA MASIH TERDAPAT BANYAK KEKURANGAN

Rabu, 06 Mei 2015

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) BUDIDAYA KENTANG


(Solanum tuberosum L)
Dataran Tinggi Dieng Kabupaten Banjarnegara
Provinsi Jawa Tengah

DINAS PERTANIAN PERIKANAN DAN PETERNAKAN
KABUPATEN BANJARNEGARA
JAWA TENGAH
2011

Standar Operasional Prosedur
“Pemilihan Lokasi”
Nomor :
SOP K.I
Tanggal Dibuat
26 Mei 2009
Halaman
1 - 2
Revisi................
Tanggal.....................
Disahkan
.............................

I.            PEMILIHAN LOKASI

A.         Definisi :
Memilih lokasi tanam yang sesuai dengan persyaratan tumbuh kentang untuk mencegah kegagalan proses produksi dan dapat menghasilkan kentang yang sesuai dengan standar mutu yang telah ditetapkan serta ramah lingkungan.
B.          Tujuan :
Agar diperoleh lahan yang dapat mendukung produktivitas tanaman kentang yang optimal, seperti : tanah yang subur dengan lapisan top soil yang cukup, ketersediaan sumber air yang cukup, bukan sumber penyakit tular tanah dan drainase baik.
C.          Validasi :
a.       Pengalaman petani kentang di Dataran Tinggi Dieng Kabupaten Banjarnegara.
b.       Pengalaman Petugas Lingkup Pertanian.
D.         Alat dan Bahan :
a.           Altimeter untuk mengukur ketinggian lokasi
b.           pH meter untuk mengukur tingkat keasaman tanah
c.           Alat tulis dan blangko isian untuk mencatat kegiatan.
d.          Alat pengukur kemiringan lahan.
E.          Prosedur Pelaksanaan :
a.           Mengukur tinggi lokasi.
b.           Mengukur pH tanah
c.           Melakukan pemetaan lokasi lahan.
d.          Mengukur kemiringan lahan.
F.           Sasaran :
Diperoleh lokasi dengan kondisi :
ü   Ketinggian tempat tumbuh tanaman > 1000 m dpl.
ü   Suhu berkisar antara 15 - 25 derajat Celcius
ü   Curah hujan berkisar 1.500 – 5.000 mm/tahun
ü   Kemiringan lahan kurang dari 30 derajat
ü   Tanah berstruktur gembur dan subur dengan pH 5,5 – 6,5 serta berdrainase baik
ü   Lahan yang digunakan bukan bekas tanaman sejenis atau sefamili minimal  1 (satu) musim tanam.
ü   Lahan bukan sumber penyakit tular tanah terutama Nematoda Sista Kentang
ü   Apabila lahan sudah terindikasi NSK harus ada perlakuan khusus
ü   Lahan terbuka, tidak ternaungi sehingga matahari dapat langsung menyinari tanaman
ü   Lokasi lahan cukup sumber airnya.

Standar Operasional Prosedur
“Pemilihan Lokasi”
Nomor :
SOP K.I
Tanggal Dibuat
26 Mei 2009
Halaman
2 - 2
Revisi.I
Tanggal.26 Juli 2011
Disahkan
.............................

G.         Prosedur Kerja Pemilihan Lokasi :
a.           Mencari informasi mengenai tinggi (altimeter), pH tanah dan kemiringan lahan
b.           Lakukan diskusi dengan pengelola lahan sebelumnya atau masyarakat sekitar lokasi lahan mengenai kebiasaan menanam di lokasi tersebut.
c.           Melakukan pemetaan lokasi lahan
d.          Melakukan pencatatan sebagaimana format yang digunakan (Tabel 1)



























Standar Operasional Prosedur
“Penentuan Waktu Tanam”
Nomor :
SOP K.II
Tanggal Dibuat
26 Mei 2009
Halaman
1 - 1
Revisi................
Tanggal.....................
Disahkan
.............................

II.         PENENTUAN WAKTU TANAM
A.         Definisi
Penentuan waktu tanam adalah menentukan waktu yang tepat untuk penanaman kentang.
B.          Tujuan :
Agar diperoleh waktu tanam yang tepat sehingga pertumbuhan tanaman kentang optimal.
C.          Standar tentang penentuan waktu tanam.
Waktu tanam ditentukan berdasarkan perkiraan datangnya musim hujan atau tersedianya air irigasi.
D.         Alat dan bahan:
a.           Data curah hujan bulanan dan ketersediaan air untuk mengatur waktu tanam disuatu daerah.
b.           Alat tulis dan blangko isian untuk mencatat kegiatan.
E.          Prosedur Pelaksanaan  :
a.           Lakukan pengkajian untuk mengetahui saat-saat ketersediaan air pada waktu akan melakukan tanam.
b.           Tentukan waktu tanam yang tepat.
c.           Tentukan waktu tanam berdasarkan musyawarah kelompok.
d.          Lakukan pencatatan sebagaimana format yang digunakan (Tabel 2).














Standar Operasional Prosedur
“Penyiapan Lahan”
Nomor :
SOP K.III
Tanggal Dibuat
26 Mei 2009
Halaman
1 - 4
Revisi................
Tanggal.....................
Disahkan
.............................

III.      PENYIAPAN LAHAN
Sub Kegiatan : Pembersihan lahan
A.         Definisi :
Pembersihan lahan adalah membersihkan lahan dari segala sesuatu yang dapat mengganggu pertumbuhan tanaman.
B.          Tujuan :
Agar diperoleh lahan yang siap ditanami dan terbebas dari gangguan fisik (batu-batuan, sampah dll) maupun biologis (gulma atau sisa-sisa tanaman).
C.          Standar tentang Pembersihan Lahan :
a.       Lahan bersih dari batu-batuan dan bekas kemasan pestisida yang dapat mengganggu pertumbuhan tanaman kentang hingga lahan siap olah.
b.           Sisa-sisa tanaman, gulma, semak dikumpulkan untuk bahan pembuatan pupuk organik (tanaman yang tidak sefamili dengan kentang) di luar areal tanam.
c.           Bebatuan dikumpulkan dan ditempatkan pada tempat tertentu yang aman diluar areal tanam.
D.         Alat dan Bahan :
a.           Arit untuk memotong dan membersihkan semak belukar yang dapat mengganggu pertumbuhan tanaman muda.
b.           Cangkul untuk membersihkan tanah dari rumput dan sisa-sisa semak belukar/ tanaman yang tertinggal serta untuk mengolah tanah.
c.           Keranjang/ karung dan pikulan untuk mengangkut hasil pembersihan lahan
d.          Alat-alat tulis dan blangko isian untuk mencatat kegiatan
E.          Prosedur Kerja Pembersihan Lahan :
a.           Bersihkan lahan dari batu-batuan, bekas kemasan pestisida yang dapat menghalangi pertumbuhan tanaman muda
b.           Kumpulkan sisa-sisa tanaman gulma, semak bagian tanaman yang telah dibersihkan pada tempat tertentu yang aman atau digunakan sebagai bahan pembuatan pupuk organik.
c.           Bongkar sisa tanaman atau bagian sisa tanaman yang dapat menjadi sumber penyakit.
d.          Lakukan pencatatan sebagaimana format yang digunakan (Tabel 3).




Standar Operasional Prosedur
“Penyiapan Lahan”
Nomor :
SOP K.III
Tanggal Dibuat
26 Mei 2009
Halaman
2 - 4
Revisi. I
Tanggal.26 Juli 2011
Disahkan
.............................

Sub kegiatan : Pengolahan Tanah, Pembuatan Parit, Garitan ataupun Guludan

A.         Definisi :
Pengolahan tanah, pembuatan parit, garitan atau guludan adalah membuat lahan pertanaman menjadi siap tanam, dengan cara mengolah tanah sampai gembur dan diratakan, membuat parit, garitan ataupun guludan dengan bentuk membujur atau disesuaikan dengan denah/ letak lahan (bila tidak persegi) sesuai anjuran konservasi lahan dan dengan arah datangnya sinar matahari. 
B.          Tujuan :
Agar diperoleh media tanam yang optimal bagi pertumbuhan tanaman kentang dan tidak menyalahi kaidah konservasi lahan.
C.          Standar Tentang Pengolahan Tanah, Pembuatan Parit dan Garitan
a.           Mencangkul atau membajak tanah sedalam 30 cm sampai gembur, kemudian dibiarkan selama 10 - 20 hari untuk memperbaiki keadaan tata udara dan aerasi tanah serta menghilangkan gas-gas beracun dan panas hasil dekomposisi sisa-sisa tanaman yang masih ada, kemudian tanah diratakan.
b.           Sistem garitan dibuat dengan kedalaman ± 7 – 10 cm. Jarak antar garitan 65 - 80 cm. Pada areal yang miring garitan dibuat melintang dengan arah kemiringan lahan (terasering)
c.           Pada sistem Guludan, tinggi guludan ± 5 – 10 cm dengan lebar guludan 65 – 80 cm untuk single row (1 baris) atau  90 cm untuk double row (2 baris), dengan lebar parit ± 25 cm.
D.         Alat dan Bahan :
a.           Cultivator atau  cangkul untuk mengolah tanah
b.           Meteran sebagai alat ukur menentukan ukuran garitan / guludan dan parit.
c.           Tali untuk keleran / tarikan agar diperoleh garitan / guludan dan parit yang lurus.
d.          Bambu, besi atau kayu untuk pemancang tali pada pembuatan garitan / guludan dan parit
e.           Alat tulis dan blangko isian untuk mencatat kegiatan
E.          Prosedur Pelaksanaan :
a.           Mencangkul atau membajak tanah sedalam 30 cm sampai gembur kemudian dibiarkan selama 10 - 20 hari untuk memperbaiki keadaan tata udara dan aerasi tanah serta menghilangkan gas-gas beracun dan panas hasil dekomposisi sisa-sisa tanaman, kemudian diratakan. Garitan dibuat dengan kedalaman ± 7 – 10 cm. Jarak antar garitan 65 -80 cm.


Standar Operasional Prosedur
“Penyiapan Lahan”
Nomor :
SOP K.III
Tanggal Dibuat
26 Mei 2009
Halaman
3 - 4
Revisi. I
Tanggal.26 Juli 2011
Disahkan
.............................

Pada sistem Guludan, tinggi guludan ± 5 – 10 cm dengan lebar guludan 65 – 80 cm untuk single row (1 baris) atau  90 cm untuk double rows (2 baris), dengan lebar parit ± 25 cm. Pada areal yang miring garitan/ guludan dibuat melintang dengan arah kemiringan lahan.
b.           Lakukan pencatatan sebagaimana format yang digunakan (Tabel 4)






























Standar Operasional Prosedur
“Penyiapan Lahan”
Nomor :
SOP K.III
Tanggal Dibuat
26 Mei 2009
Halaman
4 - 4
Revisi. I
Tanggal.26 Juli 2011
Disahkan
.............................

Sub kegiatan : Penetapan Jarak Tanam

A.         Definisi :
Penentuan jarak tanam adalah membuat tanda jarak tanam yang memungkinkan untuk pertumbuhan perakaran dan umbi agar berkembang secara normal dan optimal.
B.          Tujuan :
Agar diperoleh tempat benih dan pupuk dengan jarak yang sama pada seluruh garitan
C.          Standar Tentang Penetapan Jarak Tanam :
1.           Jarak tanam yang ditetapkan harus sesuai dengan ukuran benih, tipe tanah, kemiringan lahan, kemampuan tanah menyimpan air dan arah datangnya sinar matahari.
2.           Jarak tanam dapat menggunakan belahan bambu yang ditandai dengan jarak tanam 30  – 40 cm.
3.           Jarak tanam antar baris untuk single row 65 – 80 cm, sedangkan yang double row 90 cm.
D.         Alat dan Bahan :
a.           Belahan bambu/ tali/ tambang untuk menentukan jarak tanam
b.           Meteran sebagai alat ukur jarak tanam pada belahan bambu/ tali
c.           Alat tulis dan blangko isian untuk mencatat kegiatan.
E.          Prosedur Pelaksanaan :
a.           Ukur belahan bambu/ tali, menggunakan meteran dengan jarak 30 – 40 cm (sesuai ukuran benih, disesuaikan dengan kondisi tanah, kemiringan, kemampuan tanah menyimpan air dan arah datangnya sinar matahari) untuk menentukan titik tanam.
b.           Pada jarak-jarak tertentu (sesuai kebutuhan) tandai belahan bambu dengan spidol/ tali rafia/ cat.
c.           Bila menggunakan belahan bambu/ tali, letakan bambu tali dalam garitan, tandai garitan dengan tugal sesuai tanda yang terdapat pada belahan bambu/ tali. Juga bisa dengan langsung meletakan bibit pada garitan sesuai dengan tanda pada belahan bambu/ tali.
d.          Pada sistem guludan yang menggunakan mulsa perak, penentuan jarak tanamnya lebih mudah dikarenakan pelubangan mulsa biasanya dilakukan sebelum mulsa dipasang dengan jarak tanam yang sudah diatur pada saat pelubangan.
e.           Lakukan pencatatan sebagaimana format yang digunakan (Tabel 5)


Standar Operasional Prosedur
“Penyiapan Benih”
Nomor :
SOP K.IV
Tanggal Dibuat
26 Mei 2009
Halaman
1 - 1
Revisi................
Tanggal.....................
Disahkan
.............................

IV.      PENYIAPAN BENIH
A.         Definisi :
Penyiapan benih adalah menyiapkan benih bermutu dari varietas unggul
B.          Tujuan :
Menjamin benih yang ditanam jelas varietasnya, memiliki tingkat keseragaman yang tinggi, berprodukivitas tinggi dan sehat.
C.          Standar tentang penyiapan benih :
Benih yang digunakan adalah benih sebar (G4) bersertifikat dan berlabel biru yang tumbuh tunas 1 - 2 cm atau siap tanam dari penangkar yang diawasi dan dibina oleh Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih (BPSB Jateng)
D.         Alat dan Bahan :
a.           Pikulan untuk membawa benih
b.           Keranjang/ krat benih untuk menampung benih
c.           Benih sebar (G4) bersertifikat dan berlabel biru yang tumbuh tunas 1 - 2 cm atau siap tanam
d.          Alat tulis dan blangko isian untuk mencatat kegiatan.
E.          Prosedur Pelaksanaan :
a.           Siapkan benih unggul kelas benih sebar yang bermutu, bersertifikat dan berlabel biru dari penangkar yang diawasi dan dibina oleh Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih (BPSB Jateng)
b.           Pilih benih yang telah bertunas sepanjang 1 – 2 cm
c.           Lakukan pencatatan sebagaimana format yang digunakan (Tabel 6).











Standar Operasional Prosedur
“Pemupukan Dasar dan Penanaman”
Nomor :
SOP K.V
Tanggal Dibuat
26 Mei 2009
Halaman
1 - 2
Revisi................
Tanggal.....................
Disahkan
.............................

V.         PEMUPUKAN DASAR DAN PENANAMAN
A.         Definisi :
Penanaman dan pemupukan dasar adalah memberikan hara dasar di dalam tanah dan meletakan benih dengan posisi tunas menghadap ke atas diantara pupuk pada garitan (sistem garitan) atau di atas pupuk organik (pupuk kandang) dan diletakkan pada lubang guludan (sistem guludan) yang disiapkan.
B.          Tujuan :
Agar tersedia unsur hara yang dapat diserap oleh tanaman secara optimal dan benih diletakkan dengan benar.
C.          Alat dan Bahan
a.           Cangkul / sekop digunakan untuk mengambil dan mengangkat pupuk organik
b.           Pikulan / kantong untuk mengangkut pupuk ke lokasi penanaman.
c.           Ember digunakan untuk mengangkut dan menaburkan pupuk di lahan.
d.          Pupuk kandang matang sebanyak 10 – 15 ton/ha atau 20 – 30  ton/ha Kotoran ayam atau pupuk kandang yang lain.
e.           N sebanyak  50 – 100 kg/ha
f.            P2O5 sebanyak 110 – 150 Kg/ha
g.           K2O sebanyak 150 – 250 kg/ha
h.           Jika digunakan pupuk majemuk NPK 15-15-15 maka sebanyak 7.00 kg/ha, adapun kekurangan unsur P2O5 sebanyak 5 – 45 kg/ha dan K2O sebanyak 45 – 145 kg/ha yang bersumber dari pupuk tunggal yang lain.
i.             Benih sebar (G4) sebanyak 1.500 sampai 2.000 kg/ha
j.             Alat tulis dan blangko isian untuk mencatat kegiatan.
D.         Prosedur Pelaksanaan :
a.           Sistem Garitan
1.           Pupuk organik ditebarkan merata dalam garitan atau ditempatkan  antara benih yang telah diletakkan di dalam garitan.
2.           Pupuk kimia diletakkan di atas pupuk organik diantara benih.
3.           Selanjutnya benih dan pupuk ditimbun dengan tanah sehingga membentuk guludan dengan tinggi ± 10 cm dari permukaan tanah.
b.           Sistem Guludan
1.           Buat garitan sedalam 5 – 10 cm dari permukaan tanah.
2.           Sebar pupuk organik dan pupuk kimia secara merata di atas garitan.
3.           Tutup garitan dengan tanah setinggi  20 cm dari permukaan tanah.

Standar Operasional Prosedur
“Pemupukan Dasar dan Penanaman”
Nomor :
SOP K.V
Tanggal Dibuat
26 Mei 2009
Halaman
2 – 2
Revisi.I
Tanggal.26 Juli 2011
Disahkan
.............................

4.           Apabila akan menggunakan mulsa plastik maka lebar mulsa disesuaikan dengan lebar guludan (single row atau double rows).
5.           Setelah guludan siap kemudian dilubangi dengan menggunakan tugal/panja dengan kedalaman ± 10 cm, dengan jarak tanam disesuaikan dengan besar umbi.
6.           Selanjutnya masukan benih ke dalam lubang dengan posisi tunas menghadap ke atas kemudian tutup dengan tanah dan ratakan.
c.           Lakukan pencatatan sebagaimana format yang digunakan (Tabel 7).
























Standar Operasional Prosedur
“Pengairan”
Nomor :
SOP K.VI
Tanggal Dibuat
26 Mei 2009
Halaman
1 – 1
Revisi................
Tanggal.....................
Disahkan
.............................

VI.      PENGAIRAN (Dilaksanakan pada musim kemarau)
A.         Definisi :
Pengairan adalah memberikan air untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman.
B.          Tujuan :
Memenuhi kebutuhan air bagi tanaman dan membantu penyerapan unsur hara oleh tanaman.
C.          Standar Tentang Pengairan
Air irigasi diberikan pada lahan pertanaman bila pertanaman dilakukan pada musim kemarau. Pada prinsipnya air irigasi diberikan hanya untuk menjaga kelembaban tanah, terutama dalam proses penyerapan unsur hara.
D.         Alat dan Bahan :
a.           Pompa air digunakan untuk memompa air dari sumber air (air tanah, sungai)
b.           Bak air/ drum untuk menampung air
c.           Selang air/paralon 1-2 inchi untuk mengalirkan air ke areal pertanaman.
d.          Alat tulis dan blangko isian untuk mencatat kegiatan.
E.          Prosedur Pelaksanaan :
a.           Air dari sumber air dipompa dengan menggunakan pompa air dan dialirkan dengan menggunakan selang atau paralon ke areal pertanaman (sistem leb) .
b.           Pengairan dilakukan secara rutin sesuai kebutuhan tanaman
c.           Lakukan pencatatan sebagaimana format yang digunakan (Tabel 8).












Standar Operasional Prosedur
“Pemasangan Ajir”
Nomor :
SOP K.VII
Tanggal Dibuat
26 Mei 2009
Halaman
1 – 1
Revisi. I
Tanggal.26 Juli 2011
Disahkan
.............................

VII.   PEMASANGAN  AJIR (Bila Diperlukan)
A.         Definisi :
Pemasangan ajir adalah memasang ajir sebagai penyangga tanaman.
B.          Tujuan :
Agar pertanaman mendapat sinar matahari yang optimal dan tidak rebah
C.          Standar Pemasangan ajir
Ajir dipasang tanpa melukai/mengganggu pertumbuhan umbi, yang fungsi utamanya sebagai penyangga tanaman agar tidak rebah.
D.         Alat dan Bahan :
a.              Golok/ sabit/gergaji digunakan untuk memotong dan membelah bambu
b.             Meteran sebagai pengukur panjang ajir
c.              Bambu digunakan sebagai tiang ajir
d.             Tali plastik untuk mengikat tanaman pada ajir
e.              Alat tulis dan blangko isian untuk mencatat kegiatan.
E.          Prosedur Pelaksanaan :
a.              Membuat ajir dari bambu yang dibelah dengan ukuran panjang 70 – 80 cm dan lebar 2-3 cm.
b.             Untuk pemasangan satu tanaman satu ajir dilakukan dengan cara ditancapkan berjarak ± 5 cm dari tanaman (pemasangan ajir lebih baik pada saat selesai tanam) dan tanaman diikat dengan tali plastik apabila sudah memungkinkan untuk diikat.
c.              Untuk pemasangan ajir sistem jepit dilakukan dengan memasang beberapa pasang ajir pada sisi guludan yang dihubungkan dengan tali plastik.
d.             Lakukan pencatatan sebagaimana format yang digunakan (Tabel 9).









Standar Operasional Prosedur
” Pemupukan susulan dan pembumbunan”
Nomor :
SOP K.VIII
Tanggal Dibuat
26 Mei 2009
Halaman
1 – 1
Revisi................
Tanggal.....................
Disahkan
.............................

VIII.PEMUPUKAN SUSULAN DAN PEMBUMBUNAN
A.         Definisi :
Pemupukan susulan dan pembumbunan adalah memberikan pupuk sebagai nutrisi tambahan sesuai dengan kondisi pertumbuhan tanaman dan meninggikan guludan di lokasi pertanaman.
B.          Tujuan :
Menambah kebutuhan hara yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman serta membentuk/meninggikan guludan supaya perakaran dan umbi kentang dapat tumbuh optimal.
C.          Standar Pemupukan Susulan dan Pembumbunan :
1.           Pemupukan susulan harus mengacu pada empat (4) TEPAT, yaitu :
§   Tepat dosis
§   Tepat cara
§   Tepat waktu dan
§   Tepat jenis yang sesuai dengan kebutuhan unsur hara.
2.           Pembumbunan dilakukan untuk menjaga agar umbi tetap tertutup tanah sehingga ruang pertumbuhan dan perkembangan umbi tidak terbatas serta untuk menghindari umbi dari infeksi hama PTM (Potato Tubber Moth)/ penggerek umbi.
D.         Alat dan Bahan :
a.           Cangkul digunakan untuk meninggikan guludan
b.           Alas plastik/terpal digunakan sebagai alas untuk mencampur pupuk
c.           Sekop untuk mencampur dan memindahkan pupuk
d.          Ember digunakan untuk mengangkut pupuk selama penaburan
e.           Pupuk susulan dengan dosis 5 – 10 gr pupuk majemuk (NPK) per tanaman
f.            Alat tulis dan blangko isian untuk mencatat kegiatan.
E.          Prosedur Pelaksanaan :
a.           Persiapan pupuk sesuai jenis, waktu dan dosis yang dibutuhkan dalam wadah
b.           Taburkan pupuk susulan di sekitar tanaman setelah berumur 25 – 30 HST setelah penyiangan dan dilanjutkan dengan pembumbunan I
c.           Pembumbunan II dilakukan pada saat tanaman berumur 35 – 40 HST
d.          Pembumbunan dilakukan dengan mencangkul tanah di antara guludan (parit) kemudian dinaikan ke atas guludan sebelah kiri dan kanan parit
e.           Lakukan pencatatan sebagaimana format yang digunakan (Tabel 10).


Standar Operasional Prosedur
“Penyiangan dan Sanitasi”
Nomor :
SOP K.IX
Tanggal Dibuat
26 Mei 2009
Halaman
1 – 1
Revisi................
Tanggal.....................
Disahkan
.............................

IX.      PENYIANGAN DAN SANITASI
A.         Definisi  :
Penyiangan dan sanitasi adalah melakukan pemeliharaan dan membersihkan guludan dari gulma, tanaman pengganggu lainnya dan tanaman sakit.
Tujuan :
Menjaga kebersihan kebun dan kesehatan tanaman.
B.          Alat dan Bahan :
Cangkul digunakan untuk menyiangi tanaman
Alat tulis dan blangko isian untuk mencatat kegiatan
C.          Prosedur Pelaksanaan :
a.           Penyiangan dilakukan dengan membersihkan areal pertanaman dari gulma, tanaman pengganggu lainnya dan tanaman sakit.
b.           Penyiangan dilakukan pada saat tanaman berumur 25 – 30 HST dan atau saat tanaman pada umur 35 – 40 HST.
c.           Kumpulkan gulma atau tanaman pengganggu hasil siangan dan sanitasi di luar areal lahan. Untuk sisa tanaman sakit dimusnahkan dengan cara dibakar atau dibenamkan pada tempat terpisah.
d.          Lakukan pencatatan sebagaimana format yang digunakan (Tabel 11).















Standar Operasional Prosedur
”Pengendalian OPT”
Nomor :
SOP K.X
Tanggal Dibuat
26 Mei 2009
Halaman
1 – 19
Revisi................
Tanggal.....................
Disahkan
.............................

X.         PENGENDALIAN ORGANISME PENGGANGGU TUMBUHAN (OPT)
A.         Definisi :
Pengendalian organisme pengganggu tumbuhan adalah tindakan untuk menekan serangan OPT guna mempertahankan produksi dengan sistem Pengendalian Hama Terpadu (PHT).
B.          Tujuan :
Agar OPT terkendali tanpa merusak lingkungan dan secara ekonomi tidak merugikan.
C.          Standar :
Sistem Pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan dengan menggunakan strategi PHT
a.              Budidaya tanaman sehat
b.             Pelestarian dan pemberdayaan musuh alami
c.              Pengamatan rutin
d.             Petani sebagai ahli PHT
D.         Alat dan Bahan :
a.           Power Sprayer atau hand sprayer sebagai alat untuk mengaplikasikan pestisida.
b.           Ember, drum, alat pengaduk untuk mencampur pestisida dengan air
c.           Takaran (skala cc, ml, liter dan gram) untuk menakar pestisida dengan air.
d.          Alat/sarana pelindung (sarung tangan, masker, topi, sepatu boot, baju lengan panjang) untuk melindungi bagian tubuh dari cemaran bahan kimia.
e.           Pestisida (biopestisida, pestisida nabati, pestisida kimiawi) dan musuh alami (predator, parasitoid, patogen) untuk mengendalikan OPT.
f.            Air bersih digunakan sebagai bahan pelarut dan pembersih.
g.           Pisau atau cutter steril untuk memotong bagian tanaman yang sakit
h.           Alat tulis dan blangko isian untuk mencatat kegiatan.
E.          Prosedur Pelaksanaan :
a.           Lakukan pengamatan dan identifikasi terhadap OPT di pertanaman secara rutin.
b.           Lakukan pengendalian OPT bila serangan atau populasi sudah mencapai ambang kendali sesuai dengan teknik yang dianjurkan.
c.           Tentukan tindakan yang perlu segera dilakukan sesuai dengan jenis OPT
d.          Lakukan pencatatan sebagaimana format yang digunakan (Tabel 12).






Standar Operasional Prosedur
”Pengendalian OPT”
Nomor :
SOP K.X
Tanggal Dibuat
26 Mei 2009
Halaman
2 – 19
Revisi................
Tanggal.....................
Disahkan
.............................

Macam-macam Penyakit, Hama dan Virus pada tanaman kentang :
A.         PENYAKIT
1.           LAYU BAKTERI
Ralstonia (Pseudomonas) solanacearum
W-1995-2-11 (Layu Bakt)
Gambar : Penyakit Layu Bakteri
Gejala serangan :
a.            Bakteri Ralstonia solanacearum dapat menyerang tanaman melalui akar maupun daun.
b.           Layu diawali dari pucuk daun kemudian layu menyeluruh pada tanaman terserang
c.            Kelayuan bersifat permanen, diikuti dengan kematian tanaman.
d.           Bila batang dipotong akan tampak garis vaskuler berwarna gelap, bila dimasukkan ke dalam air bening akan mengeluarkan eksudat berupa lendir berwarna putih keabu-abuan dan bila pangkal batang dipijat dengan penjepit maka akan terlihat eksudat putih.
e.            Bila gejala kelayuan terlihat di bawah umur 30 HST maka kemungkinan besar penyakit terbawa dari benih yang ditanam.
f.            Bila gejala kelayuan terlihat di atas 30 HST maka kemungkinan besar tanaman tertular dari tanah.
Pengendalian :
a.            Cara Kultur Teknis
1).           Gunakan benih sebar yang bersertifikat dan berlabel
Standar Operasional Prosedur
”Pengendalian OPT”
Nomor :
SOP K.X
Tanggal Dibuat
26 Mei 2009
Halaman
3 - 19
Revisi................
Tanggal.....................
Disahkan
.............................

2).           Lakukan rotasi tanam dengan tanaman yang bukan inang patogen selama minimal 3 musim
3).           Pilih lahan dengan drainase yang baik
4).           Lakukan sanitasi kebun dengan memberantas gulma dan pengganggu lainnya
5).           Hindari pelukaan karena mekanis maupun nematoda pada akar dan umbi.
b.           Cara Fisik/ mekanis
Cabut tanaman yang terserang sampai ke akar - akarnya beserta tanah di sekitar perakaran, kemudian dimasukan ke dalam kantong plastik untuk dimusnahkan.
c.            Cara Biologis
Menggunakan agensia hayati seperti bakteri Pseudomonas fluorescens yang terdapat dalam PGPR (Plant Growth Promoting Rizobacterium), Corrine bacterium dengan dosis sesuai anjuran pada saat awal tanam, dan pada saat tanaman berumur 15 hari dengan cara dikocorkan ke seluruh permukaan bedengan secara merata.
d.           Cara Kimiawi
Aplikasi bakterisida dengan bahan aktif Asam Oksolinik 20% sesuai anjuran.

2.           LAYU FUSARIUM
Gambar : Penyakit Layu Fusarium
Pathogen : cendawan Fusarium solanii (Mart.) Sacc.
Pathogen ini umumnya menyerang umbi di gudang akibat perlukaan pada umbi karena benturan atau gesekan. Pathogen ini dapat bertahan hidup di dalam tanah sebagai saprophit atau dalam bentuk klamidospora selama 5 tahun dan pada umbi kentang yang disimpan di gudang.
Standar Operasional Prosedur
”Pengendalian OPT”
Nomor :
SOP K.X
Tanggal Dibuat
26 Mei 2009
Halaman
4 - 19
Revisi................
Tanggal.....................
Disahkan
.............................

 Pada umumnya penyakit ini timbul di daerah beriklim kering, suhu optimum untuk perkembangan penyakit 20-240 C.
Gejala serangan :
a.       Kelayuan dimulai dari daun-daun bawah dan berkembang ke atas.
b.      Daun berwarna hijau suram, layu, menguning dan mengering. Daun pucuk tetap hijau.
c.       Bila batang disayat tampak kayu berwarna coklat. Warna coklat juga ditemukan pada pembuluh tangkai daun.
d.      Pada tanah yang basah dan dingin, batang di bawah permukaan tanah menjadi busuk, tanaman layu dan mati.
e.       Umbi yang terserang melekuk pada ujung stolon dan terjadi pencoklatan pembuluh sampai kedalaman yang beragam. Bila mencapai mata umbi maka tidak akan membentuk tunas.
f.       Sumber penyakit layu fusarium adalah umbi bibit yang terinfeksi di gudang atau dari dalam tanah. Bila umbi pembawa pathogen ditanam maka jamur akan menginfeksi akar dan menjalar melalui tanaman ke umbi yang masih sehat.
Pengendalian :
a.            Cara Kultur Teknis
1).        Gunakan benih sebar yang bersertifikat dan berlabel
2).        Mengurangi suhu di gudang penyimpanan serta menghindari perlukaan umbi calon benih.
3).        Pergiliran tanaman
4).        Membuat drainase yang baik
5).        Mempertahan kondisi pH tanah tetap netral.
b.           Cara Fisik/mekanis
Cabut tanaman terserang sampai ke akar-akarnya beserta tanah di sekitar perakaran, kemudian dimasukan ke dalam kantong plastik untuk dimusnahkan.
c.            Cara Kimiawi
Perlakuan dengan menggunakan fungisida pada benih di gudang.





Standar Operasional Prosedur
”Pengendalian OPT”
Nomor :
SOP K.X
Tanggal Dibuat
26 Mei 2009
Halaman
5 - 19
Revisi................
Tanggal.....................
Disahkan
.............................

3.           BUSUK DAUN (LATE BLIGHT)
Gambar : Penyakit Busuk Daun
Penyebab : Phytophtora infestans yaitu jamur termasuk famili Phythiaceae
Gejala serangan :
a.            Timbulnya gejala serangan dapat terjadi pada saat mulai tumbuh daun atau tanaman berumur 3 – 6 minggu dan dijumpai pada daun-daun bawah, kemudian merambat ke atas ke daun yang lebih muda, terkadang juga menyerang pada bagian batang dan masuk ke umbi.
b.           Pada awal serangan terdapat bercak kebasah-basahan dengan tepian yang tidak teratur pada tepi daun atau tengahnya. Bercak dikelilingi oleh sporangium berwarna putih, kemudian melebar dan terbentuklah daerah nekrotik yang berwarna coklat.
c.            Serangan tingkat lanjut muncul bercak-bercak nekrotik yang berkembang ke seluruh daun tanaman dan menyebabkan tanaman mati.
Pengendalian :
a.            Cara Kultur Teknis

§   Pemilihan varietas tahan
§   Hindari penanaman yang berdekatan dengan pertanaman inang terutama yang lebih tua, agar tidak terjadi penularan
§   Lakukan sanitasi lingkungan dari sisa tanaman yang terserang kemudian dibakar atau dimusnahkan

Standar Operasional Prosedur
”Pengendalian OPT”
Nomor :
SOP K.X
Tanggal Dibuat
26 Mei 2009
Halaman
6 - 19
Revisi................
Tanggal.....................
Disahkan
.............................

§   Lakukan rotasi tanam dengan tanaman yang bukan inang pathogen selama minimal 3 musim
§   Pilih lahan dengan drainase yang baik
§   Mengatur waktu tanam yaitu penanaman di musim kemarau
b.           Cara Fisik/ mekanis
Pengendalian secara fisik/mekanis pada serangan awal dapat dilakukan pemotongan bagian yang terserang kemudian dimasukan ke dalam kantong plastik untuk dimusnahkan.
c.            Cara Biologis
Pengendalian secara biologi dengan menggunakan agensia hayati seperti cendawan Trichoderma atau Gliocladium dengan dosis penyemprotan 100 gr/liter air ditambah zat perekat.
d.           Cara Kimiawi
Aplikasikan pestisida (fungisida) kimiawi yang telah terdaftar dan diizinkan oleh pemerintah dengan bahan aktif seperti : mankozeb, propinep, klorotalonil, simoksanil, mandipropamid dsb.
Lakukan pemilihan pestisida yang tepat dengan memperhatikan bahan aktifnya dan sifat sistemik, translaminar atau kontak.
Hindari pemakaian satu jenis bahan aktif secara terus menerus dan hindari mencampur beberapa bahan aktif secara bersamaan.
Lakukan penyemprotan secara berselang seling antara yang bersifat sistemik dan kontak.
4.           BERCAK KERING (EARLY BLIGHT)
Gambar : Penyakit Bercak Kering
Standar Operasional Prosedur
”Pengendalian OPT”
Nomor :
SOP K.X
Tanggal Dibuat
26 Mei 2009
Halaman
7 - 19
Revisi................
Tanggal.....................
Disahkan
.............................

Penyebab : Jamur Alternaria solanii
Gejala serangan :
a.       Serangan umumnya menyerang pada musim kemarau. Kondisi optimum perkembangan penyakit adalah suhu 28 – 30 derajat Celcius.
b.      Pada umumnya gejala baru tampak setelah tanaman berumur lebih dari 6 minggu.
c.       Terdapat bercak-bercak kecil agak membulat berbatas jelas, berwarna coklat tua kering pada tengah daun berbentuk lingkaran-lingkaran sepusat dengan tidak memotong ruas-ruas tulang daun.

Pengendalian :
a.            Cara Kultur Teknis
§   Gunakan benih sebar yang bersertifikat dan berlabel
§   Hindari penanaman yang berdekatan dengan pertanaman inang terutama yang lebih tua, agar tidak terjadi penularan
§   Lakukan sanitasi lingkungan dari sisa tanaman yang terserang kemudian dibakar atau dimusnahkan
§   Lakukan rotasi tanam dengan tanaman yang bukan inang pathogen selama minimal 3 musim
§   Pilih lahan dengan drainase yang baik
b.           Cara Fisik/ mekanis
Pengendalian secara fisik/mekanis pada serangan awal dapat dilakukan pemotongan bagian yang terserang kemudian dimasukan ke dalam kantong plastik untuk dimusnahkan.
c.            Cara Kimiawi
Aplikasikan pestisida (fungisida) kimiawi yang telah terdaftar dan diizinkan oleh pemerintah dengan bahan aktif seperti : Azoksistrobin, Difenokonazol, Metalaksil, dsb.
Lakukan pemilihan pestisida yang tepat dengan memperhatikan bahan aktifnya dan sifat sistemik, translaminar atau kontak.
Hindari pemakaian satu jenis bahan aktif secara terus menerus dan hindari mencampur beberapa bahan aktif secara bersamaan.
Lakukan penyemprotan secara berselang seling antara yang bersifat sistemik dan kontak.
Standar Operasional Prosedur
”Pengendalian OPT”
Nomor :
SOP K.X
Tanggal Dibuat
26 Mei 2009
Halaman
8 - 19
Revisi................
Tanggal.....................
Disahkan
.............................

5.           KUDIS BAKTERI / KROPENG
W-1997-3-30 (Scab)
Gambar : Penyakit Kudis Bakteri

Pathogen : bakteri Streptomyces scabies (Thaxt) Waks & Henrici
Streptomyces scabies adalah bakteri yang mirip fungi berbentuk benang (filamentous) namun morfologinya sangat berbeda dengan fungi. Filamentous secara bertahap akan menginduksi spora melalui fragmen. Diameter vegetatif filamentous bakeri lebih kecil dibandingkan fungi (±1 mm), tidak memiliki nucleus, menghasilkan thaxtomins (phytotoxins) yang berhubungan dengan perkembangan penyakit yaitu menginduksi gejala penyakit yang namanya hypertrophysel dan kematian sel. Penyebab penyakit bertahan dalam tanah dan menyerang pertanaman selanjutnya. Penyebaran jarak jauh dilakukan oleh umbi-umbi sakit. Infeksi terjadi melalui lentisel, stomata atau luka. Umbi-umbi muda lebih peka terkena infeksi. Suhu tanah di bawah 200 C, kelembaban tanah rendah dan pH lebih besar dari 5.2 akan mengurangi serangan penyakit. Penyakit hanya menyerang umbi dengan gejala awal berupa bercak kecil berwarna kemerahan-merahan sampai kecoklatan. Bercak makin lama makin luas dan sedikit menonjol. Luka berkembang dengan beberapa tipe baik dipermukaan atau di dalam umbi serta pembengkakan. Luka-luka tersebut mempunyai bentuk dan ukuran yang berlainan namun biasanya bundar dan berdiameter kurang dari 10 mm. Luka-luka ini dapat bergabung satu sama lain sehingga seluruh permukaan umbi retak-retak. Kudis juga menyerang akar dan stolon dan pada serangan lanjut dapat menyebabkan tanaman mati.
Pengendalian :
a.            Cara Kultur teknis
Standar Operasional Prosedur
”Pengendalian OPT”
Nomor :
SOP K.X
Tanggal Dibuat
26 Mei 2009
Halaman
9 - 19
Revisi................
Tanggal.....................
Disahkan
.............................

§   penggunaan bibit sehat (bersertifikat)
§   rotasi tanaman
§   penggunaan pupuk amonium sulfat
§   pengairan teratur
b.           Cara Kimiawi
Guna mencegah serangan pada umbi di gudang dapat dilakukan pencelupan kedalam larutan formalin selama 1 jam.

6.           KANKER BATANG/ KUDISLAK (BLACK SCRUF)

Gambar : Penyakit Kanker Batang
Penyakit ini disebabkan oleh serangan jamur Rhizoctonia solani, termasuk jenis penyakit tular tanah dan tular umbi.
Pengendalian :
a.         Cara Kultur Teknis
§   Gunakan benih sebar yang bersertifikat dan berlabel
§   Teknik penanaman yang tidak terlalu dalam dan ditanah dengan struktur baik.
§   Teknik penyimpanan umbi didalam ruang terang agar diperoleh tunas yang kuat, dikarenakan tunas yang berwarna putih lebih sensitif terhadap serangan penyakit ini.
b.         Cara Kimiawi
Aplikasi fungisida pada umbi digudang.




Standar Operasional Prosedur
”Pengendalian OPT”
Nomor :
SOP K.X
Tanggal Dibuat
26 Mei 2009
Halaman
10 - 19
Revisi................
Tanggal.....................
Disahkan
.............................

B.          HAMA
1.           Phthorimaea operculella Zell (Penggerek umbi/ Pes, Penggulung daun/ pithet, Salisip/ PTM (Potato Tubber Moth)
Gambar : Hama Penggerek Umbi
Phthorimaea operculella (Lepidoptera ; Gelechiidae) dewasa berupa ngengat (kupu kecil) berwarna kelabu kecoklatan berukuran 1.0 – 1.5 m. masa hidup ngengat betina 7-16 hari sedangkan ngengat jantan 3-9 hari. Ngengat aktif pada malam hari sedangkan pada siang hari bersembunyi di bawah helaian daun atau rak-rak penyimpanan umbi di gudang.
Pupa (kepompong) terdapat dalam kokon yang tertutup butiran tanah. Masa hidup pupa 6-9 hari. Di gudang pupa menempel pada bagian luar umbi (biasanya di sekitar mata tunas) atau pada rak-rak penyimpanan kentang.
Larva berwarna putih kelabu, kuning atau kehijau-hijauan. Panjang larva yang sudah berkembang sempurna sekitar 1 cm, masa hidup larva 10-16 hari. Larva makan daun dengan cara membuat alur-alur pada daun atau membuat lubang dan lorong pada umbi dan bersembunyi pada gulungan daun atau daun-daun yang saling direkatkan.
Bentuk telur kecil, agak lonjong atau bulat panjang. Telur diletakkan di permukaan bawah daun atau pada permukaan umbi yang tersembul di permukaan tanah. Di gudang, telur hampir selalu diletakkan pada permukaan umbi disekitar mata tunas.
Gejala serangan :
a.            Pada umbi ditandai dengan adanya sekelompok kotoran berwarna putih kotor atau cokelat tua pada permukaan umbi. Apabila umbi dibelah terlihat lorong-lorong bekas gigitan larva sewaktu memakan daging umbi akibatnya kualitas umbi menurun dan busuk.

Standar Operasional Prosedur
”Pengendalian OPT”
Nomor :
SOP K.X
Tanggal Dibuat
26 Mei 2009
Halaman
11 - 19
Revisi................
Tanggal.....................
Disahkan
.............................

b.           Sedangkan gejala serangan pada daun ditandai dengan adanya jaringan epidermis daun yang melipat berwarna merah tua membentuk gulungan, bila gulungan daun tersebut dibuka maka terdapat jalinan benang yang membungkus ulat/larva kecil berwarna kelabu. Gulungan ini sering ditemukan pada bagian pucuk (titik tumbuh).
c.            Serangan hama ini juga dapat menyerang bibit yang disimpan selama 3-5 bulan sebelum ditanam di kebun.
d.           Hama ini umumnya terbawa ke gudang oleh umbi yang mengalami Hijau (Greening) karena tidak tertutup tanah.
Pengendalian :
a.            Cara Kultur Teknis
§   Penanaman bibit kentang yang bebas dari penggerek umbi, gunakan benih sebar yang bersertifikat dan berlabel.
§   Pembumbunan dilakukan pada saat tanaman berumur sekitar 60 hst guna mencegah masuknya larva penggerek umbi kedalam umbi kentang.
b.           Cara Mekanis
§   Pengumpulan dan pemusnahan umbi yang terserang penggerek pada saat panen.
§   Penaburan sekam padi atau daun lantana kering setebal 1-2 cm di atas rak penyimpanan dan lakukan seleksi bibit.
§   Penggunaan feromon seks (Sex feromoid PTM1 + PTM2) dapat digunakan secara masal
c.            Cara Biologis

d.           Cara Kimiawi
Penggunaan insektisida yang efektif, terdaftar dan berizin dilakukan jika populasi hama mencapai ≥ 20 ekor larva per 10 tanaman.






Standar Operasional Prosedur
”Pengendalian OPT”
Nomor :
SOP K.X
Tanggal Dibuat
26 Mei 2009
Halaman
12 - 19
Revisi................
Tanggal.....................
Disahkan
.............................

2.           PENGOROK DAUN (LIRIOMYZA HUIDOBRENSIS)

Serangga dewasa berupa lalat kecil berukuran sekitar 2 mm dengan warna tubuh hitam mengkilap, kecuali skutelum dan bagian samping toraks serta bagian tengah kepala berwarna kuning. Fase lalat betina 6-14 hari dan lalat jantan 3-9 hari. Perkawinan terjadi sehari setelah imago keluar dari pupa dan pada hari berikutnya imago mulai meletakkan telur. Lalat betina menusuk permukaan atas atau bawah daun dengan alat peletak telur (oviSOPitor) kemudian lalat betina dan lalat jantan memakan cairan daun yang keluar dari bekas tusukan tersebut. Penusukan juga dilakukan lalat betina pada saat menyisipkan telur kedalam jaringan daun.  
Pupa berwarna kuning keemasan atau kecoklatan dengan ukuruan 2.5 mm dan terbentuk didalam tanah. Fase pupa 9-12 hari. Sedangkan larva berwarna putih bening berbentuk silinder berukuran 2.5 mm dan tidak mempunyai kepala atau kaki. Larva yang baru menetas dari telur segera mengorok jaringan mesofil daun dan tinggal dalam liang korokan selama hidupnya. Korokan ini makin melebar dengan semakin besarnya ukuran larva. Larva yang telah berumur lanjut (instar-3) akan keluar dari liang kerokan untuk berkepompong.
Telur berwarna putih bening berbentuk ginjal dengan ukuran 0.1 – 0.2 mm dan diletakkan pada bagian epidermis daun. Fase telur 2-4 hari, jumlah telur yang diletakkan oleh lalat betina selama hidupnya 50-300 butir dengan rerata 160 butir.


Standar Operasional Prosedur
”Pengendalian OPT”
Nomor :
SOP K.X
Tanggal Dibuat
26 Mei 2009
Halaman
13 - 19
Revisi................
Tanggal.....................
Disahkan
.............................

Gejala serangan :
a.            Pada daun ditandai dengan munculnya bintik-bintik putih akibat tusukan ovipositor dan berupa liang korokan larva yang berkelok-kelok.
b.           Pada intensitas serangan berat hampir seluruh helaian daun penuh dengan korokan sehingga menjadi kering dan berwarna coklat seperti terbakar. Secara umum kerusakan karena korokan larva lebih merugikan daripada kerusakan karena tusukan ovipositor.
c.            Serangan dimulai sejak tanaman muncul dari permukaan tanah hingga fase reproduksi.
Pengendalian :
a.            Cara Kultur teknis
§   Memasang perekat perangkap kuning
§   Melakukan pembumbunan untuk menutupi daun-daun bagian bawah yang terdapat larva didalamnya
b.           Cara Biologis
Pemanfaatan musuh alami berupa parasitoid dapat dilakukan, seperti Pristomerus sp. dan Diadegma sp.
c.            Cara Kimiawi
Insektisida digunakan apabila cara lain tidak mampu menekan kepadatan populasi, yaitu ditandai tidak berkurangnya serangan pada daun maupun jumlah lalat yang tertangkap perangkap kuning.

3.           KUTU DAUN PERSIK (MYZUS PERSICAE SULZ.)
Gambar : Hama Kutu Daun Persik
Standar Operasional Prosedur
”Pengendalian OPT”
Nomor :
SOP K.X
Tanggal Dibuat
26 Mei 2009
Halaman
14 - 19
Revisi................
Tanggal.....................
Disahkan
.............................

Myzus persicae Sulz. merupakan serangga berukuran kecil 0.6-3 mm, berwarna kuning kehijauan, berbentuk seperti buah pir, mempunyai antena panjang kira-kira sepanjang tubuhnya, imago bersayap (alatae) sedangkan nimfa tidak bersayap (apterae), hidup berkelompok dari berbagai instar, di daerah tropic bersifat parthenogenesis (tanpa perkawinan). Serangga dewasa dapat menghasilkan 40 ekor kutu daun muda (nimfa). Stadia nimfa mengalami 4 instar dan lama stadia tergantung pada suhu udara
Kutu daun tinggal di bawah helai daun, batang bunga, bakal bunga dan dalam lipatan daun keriting. Kerusakan terjadi akibat hisapan cairan daun oleh nimfa dan imago. Pada tanaman kentang, kutu daun lebih berperan sebagai pembawa virus daripada sebagai serangga hama, khususnya PLRV (Potato Leaf Roll Virus).
Pengendalian :

§   Menanam tanaman yang lebih tinggi dari tanaman kentang terutama yang berwarna kuning sebagai perangkap.
§   Memasang perekat perangkap kuning
b.           Cara Biologis
Introduksi parasitoid Aphidius matrichariae Hal. selain itu Menochilus sexmaculatus F, coccinella spp., chrySOPa sp. dan lalat Syrphidae
c.            Cara Kimiawi
Insektisida digunakan apabila cara lain tidak mampu menekan kepadatan populasi kutu daun yaitu ≥ 7 ekor per daun.

4.           TRIPS (THRIPS PALMY KARNY)
Gambar : Hama Thrips
Standar Operasional Prosedur
”Pengendalian OPT”
Nomor :
SOP K.X
Tanggal Dibuat
26 Mei 2009
Halaman
15 - 19
Revisi................
Tanggal.....................
Disahkan
.............................

Serangga dewasa berukuran 1-1.2 mm dan berwarna kuning pucat sampai coklat kehitaman. Serangga jantan tidak bersayap sedangkan serangga betina mempunyai 2 pasang sayap halus dan berumbai. Fase hidup serangga dewasa 20 hari dan berkembangbiak secara parthenogenesis.
Nimfa tidak memiliki sayap, berwarna kuning pucat dan masa hidupnya 7-12 hari. Nimfa instar 1- 2 yang aktif berada di permukaan daun bagian bawah dan yang tidak aktif berada di permukaan tanah.
Gejala kerusakan secara langsung terjadi karena trips menghisap cairan daun. Daun yang terserang berwarna keperakan seperti perunggu pada permukaan bawah daun. Daun menjadi keriting atau berkerut karena cairan sel dihisap oleh serangga ini. Kerusakan berat terjadi apabila keadaan cuaca kering dan panas sehingga daun-daun mengering lalu tanaman mati. Sedangkan kerusakan tidak langsung terjadi karena trips dapat menularkan penyakit virus, khususnya TSWV (Tomato Spotted Wilt Virus).
Pengendalian :
a.           Cara Kultur teknis
Pergiliran tanaman dengan tanaman bukan inang, seperti palawija dan kedelai.
b.           Cara Biologis
Dengan menggunakan predator Menochilus sexmaculatus / kumbang helm
c.           Cara Kimiawi
Penyemprotan insektisida dilakukan jika populasi hama  ≥ 10 ekor per daun dan waktu aplikasi saat senja/malam hari.

5.           URET (HOLOTRICHIA JAVANA (BRISK)
Gambar : Hama Uret
Serangga Holotrichia javana Brisk (Coleoptera; Scarabaeidae) dewasa berupa kumbang berwarna coklat tua dengan panjang kira-kira 2.5 cm. larvanya selalu
Standar Operasional Prosedur
”Pengendalian OPT”
Nomor :
SOP K.X
Tanggal Dibuat
26 Mei 2009
Halaman
16 - 19
Revisi................
Tanggal.....................
Disahkan
.............................
melengkung ke dalam, warna kepala putih kemerahan, daur hidupnya 10 bulan. Telur diletakkan di dalam tanah.
Gejala kerusakan akibat uret/lundi pada umbi kentang ditandai dengan adanya lubang-lubang tidak beraturan sehingga umbi kentang akan membusuk.
Pengendalian :
a.           Cara Kultur teknis
Sanitasi lingkungan dan pengolahan tanah untuk membongkar tempat persembunyian uret.
b.           Cara Mekanis
Mengumpulkan dan memusnahkan uret. Larva uret dapat digunakan untuk pakan hewan.
c.           Cara Biologis
Dengan menggunakan jamur metharizium maupun dengan nematoda predator yang bisa dikembangkan dengan media pupuk kandang
d.          Cara kimiawi
Dilakukan bila pengendalian secara kultur teknis dan mekanis belum mampu menekan kepadatan populasi uret.

6.           NEMATODA SISTA KUNING/ GLOBODERA ROSTOCHINENSIS (NSK)
Gambar : NSK

Standar Operasional Prosedur
”Pengendalian OPT”
Nomor :
SOP K.X
Tanggal Dibuat
26 Mei 2009
Halaman
17 - 19
Revisi................
Tanggal.....................
Disahkan
.............................

Di Indonesia, NSK mulai dilaporkan menyerang tanaman kentang varietas granola di dusun Sumber Brantas, Desa Tulung Rejo, Kecamatan Bimu Aji, Kota Batu Jawa Timur dengan luas tanaman terserang mencapai 25% dari luas pertanaman 800 hektar, hal ini berdasarkan pemantauan Direktorat Perlindungan Hortikultura dan Direktorat Pembenihan Hortikultura pada tahun 2003. Benih kentang yang ditanam pada tahun 2002 dilaporkan berasal dari Jerman namun sebenarnya para petani sudah mengimpor benih sejak tahun 1986.  Sedangkan untuk wilayah Banyumas tanaman kentang dibudidayakan di Kab Banjarnegara yang meliputi Kecamatan Wanayasa, Pejawaran dan Batur, sedangkan di Kab Purbalingga di Kecamatan Karangreja. Serangan NSK pertama kali ditemukan Desa Karangtengah, Kec. Batur  Kabupaten  Banjarnegara  tahun 2003.
Sebagian besar Globodera spp. Sudah membentuk cista menempel dengan bagian anterior tubuhnya menyusup kedalam korteks sedangkan bagian pasteriornya di luar jaringan akar, bentuk cista membulat (globular atau spheroid), berwarna kuning emas, putih dan kunig tua sampai coklat.
Dalam perkembangannya melalui tahapan telur, larva dan dewasa. Siklus hidup berlangsung selama 38 – 48 hari. NSK betina mampu menghasilkan telur 200 – 500 butir. Nematoda mempunyai kemampuan bertahan hidup pada kondisi lingkungan kurang menguntungkan (tidak ada inang, suhu sangat rendah, suhu sangat tinggi dan kekeringan) dengan cara membentuk cista. Nematoda akan kembali aktif bila kondisi lingkungan sesuai terutama adanya eksudat dari akar tanaman inang, cista dapat bertahan hidup lebih dari 10 tahun.
Aktivitas larva berlangsung pada suhu mulai 100 C dan terhenti 400 C, populasi akan menurun dalam tanah tanpa inang sebanyak 18% per tahun pada tanah dingin dan 50% - 80% pada tanah hangat. Larva yang menetas pada tanah berpasir jumlahnya lebih banyak dibandingkan tanah gembur dan liat.  Larva mengambil nutrisi dari akar dengan cara melukai akar sehingga pasokan nutrisi dan air ke batang dan daun menjadi berkurang akibatnya tanaman tumbuh kerdil, ukuran umbi yang dihasilkan kecil.
Gejala serangan :
§   NSK pada awalnya tidak tampak adanya kerusakan pada tanaman di atas permukaan tanah namun setelah penanaman kentang berkali-kali  di lahan yang sama baru tampak gejala kerusakan secara nyata. Pertumbuhan tanaman dan akar terhambat, tanaman kerdil secara spot- spot,

Standar Operasional Prosedur
”Pengendalian OPT”
Nomor :
SOP K.X
Tanggal Dibuat
26 Mei 2009
Halaman
18 - 19
Revisi................
Tanggal.....................
Disahkan
.............................

§   Pada serangan berat tanaman menjadi layu terutama pada siang hari, daun-daun menguning yang berlanjut mengering dan mati.
§   Bila tanaman dicabut sistem perakaran tidak normal, banyak ditemukan cista dan pada serangan berat umbi gagal dihasilkan sehingga menyebabkan merosotnya produksi kentang secara nyata. Dilaporkan bahwa setiap 20 telur/g tanah dapat menyebabkan kehilangan hasil 1 ton/ha.
Pengendalian :
Pada stadia sista, diketahui mampu bertahan hidup dalam tanah sampai 30 tahun, sehingga pengendalian nematoda tersebut dianggap lebih sulit. 
a.       Cara Kultur Teknis
§   Gunakan benih sebar yang bersertifikat dan berlabel dan tidak menanm benih dari daerah endemi NSK.
§   Rotasi tanaman
§   Penggunaan tanaman perangkap/ tomat
§   Penanaman varietas tahan
b.      Cara Biologis
Dengan musuh alami, seperti agens hayati Verticillium sp, Monacrosporium, Dactylella, Dactylaria, Nematoctonus dan Arthrobotrys
c.       Cara Kimiawi
Dengan menggunakan nematisida pada saat awal tanam..

Selain OPT utama tersebut di atas, OPT lain yang juga menyerang tanaman kentang dan berpotensi menurunkan hasil produksi tanaman antara lain ulat tanah (Agrotis ipsilon Hufn), kumbang kentang (Epilachna sparsa Boisd), Anjing tanah (Gryllotalpa javana Birsk dan G. Africana Birsk), ulat bawang (Spodoptera exigua Hubner), ulat buah tomat (Heliothis armigera Hubner), ulat grayak (Spodoptera litura F.), ulat jengkal kubis (Plusia orichalcae L.), dll.

C.         VIRUS
Ada beberapa jenis Virus yang menyerang tanaman kentang yaitu :
1.           Potato leaf roll virus (PRLV)
2.           Alfalfa Mosaic Virus (AMV)
3.           Potato Virus Y
Standar Operasional Prosedur
”Pengendalian OPT”
Nomor :
SOP K.X
Tanggal Dibuat
26 Mei 2009
Halaman
19 - 19
Revisi................
Tanggal.....................
Disahkan
.............................


4.           Potato Virus X
5.           Potato Virus S
6.           Tomato Spotted Wilt Virus (TSWV)

PRLV,  AMV, PVY, PVX dan PVS mudah ditularkan melalui penyambungan batang, dan kontak melalui pelukaan. Namun yang pokok adalah ditularkan oleh kutu daun (Myzus persicae) sebagai perantara. Virus ini mampu bertahan hidup di dalam tubuh serangga vektor selama 5 hari dan dapat menularkan virus bila vektor dibiarkan menghisap tanaman sehat selama 15 menit.
Gejala serangan :
a.           kerusakan jaringan floem yang mudah dibedakan dengan gejala daun kering.
b.           Pertumbuhan tanaman agak terhambat, bentuk tanaman lebih kecil, daun tampak kaku, keriting, anak daun menggulung ke bagian atas dari tepi kearah ibu tulang dan kadangkala menyerupai tabung (PLRV).
c.           Bila infeksi terjadi pada masa pertumbuhan tanaman maka gejala akan terlihat pada daun bagian atas saja. Namun bila infeksi terjadi pada saat pertumbuhan umbi maka gejala akan muncul sampai pada daun bagian bawah.
Pengendalian :
a.           Cara Kultur teknis
§   Gunakan benih sebar yang bersertifikat dan berlabel.
§   Eradikasi tanaman sakit
§   Sanitasi gulma
§   Pemupukan dan pengairan tanaman
§   Menanam tanaman di area bebas kutu daun, dapat juga di dalam rumah kaca
§   Memotong batang tanaman yang sudah membentuk umbi
§   Menanam tanaman border seperti jagung di sekeliling pertanaman kentang sebanyak 3 lapis.
b.           Cara Kimiawi
Insektisida ditujukan untuk serangga vektor yaitu kutu daun maupun Thrips.




Standar Operasional Prosedur
”Penentuan Saat Panen”
Nomor :
SOP K.XI
Tanggal Dibuat
26 Mei 2009
Halaman
1 - 1
Revisi................
Tanggal.....................
Disahkan
.............................

XI.      PENENTUAN SAAT PANEN
A.         Definisi :
Penentuan saat panen adalah memantau/melihat keadaan fisik tanaman untuk menentukan saat panen yang tepat.
B.          Tujuan :
Agar diperoleh mutu dan produksi umbi yang optimal.
C.          Standar Penentuan Saat Panen :
1.           Penentuan saat panen dilakukan dengan melihat perkembangan fisik tanaman maupun dokumentasi/catatan kebun lain.
2.           Panen dilakukan setelah tanaman berumur 100 – 120 HST dengan ciri-ciri fisik/perubahan warna daun dari hijau menjadi kekuningan dan umbi kentang tidak mudah lecet atau terkelupas.
D.         Alat dan Bahan :
Catatan waktu tanam kentang di areal pertanaman untuk mengetahui umur tanaman dan menentukan saat panen.
Alat tulis dan blangko isian untuk mencatat kegiatan.
E.          Prosedur Pelaksanaan :
a.           Lakukan pengamatan secara periodik terhadap perkembangan fisik tanaman. Saat panen yang tepat pada tanaman kentang ditandai dengan perubahan warna daun dari hijau menjadi kekuningan yang bukan disebabkan oleh penyakit atau gejala lainnya.
b.           Melakukan pengujian tingkat ketuaan dengan cara menggesekan kulit umbi kentang dengan kentang lainnya atau dengan menggunakan ibu jari.
c.           Kentang biasanya mulai dipanen pada umur 100 -120 HST.
d.          Lakukan pencatatan sebagaimana format yang digunakan (Tabel 13).

Standar Operasional Prosedur
”Panen”
Nomor :
SOP K.XII
Tanggal Dibuat
26 Mei 2009
Halaman
1 - 1
Revisi................
Tanggal.....................
Disahkan
.............................

XII.   PANEN
A.         Definisi :
Panen adalah proses pengambilan umbi kentang yang sudah menunjukkan ciri (sifat khusus) untuk dilakukan pemanenan.
B.          Tujuan :
Untuk menggali dan mengambil umbi dari dalam tanah
C.          Standar Penentuan Saat Panen :
1.           Panen dilakukan setelah tanaman berumur 90 – 120 HST dengan ciri-ciri perubahan warna daun dari hijau menjadi kekuning-kuningan dan umbi kentang sudah tidak mudah lecet.
2.           Sebelum panen dilakukan pemangkasan/pencabutan tanaman kentang yang berada di atas permukaan tanah, panen dilakukan dengan hati-hati terutama saat membongkar guludan.
3.           Panen dilakukan pada cuaca cerah dan tidak pada saat turun atau menjelang hujan.
D.         Alat dan Bahan :
1.           Alat pangkas (arit) sebagai pemangkas tanaman kentang yang dipermukaan tanah.
2.           Cangkul digunakan untuk membongkar umbi dari dalam tanah.
3.           Karung/waring/krat/kranjang  untuk meletakan dan mengangkut umbi yang telah dipanen.
4.           Pikulan sebagai alat angkut dari kebun ke pengumpulan umbi.
5.           Terpal digunakan sebagai alas dan naungan dalam pengumpulan hasil panen dilahan pertanaman.
6.           Timbangan untuk menimbang hasil panen.
7.           Alat tulis dan blangko isian untuk mencatat kegiatan.
E.          Prosedur Pelaksanaan :
1.           Sebelum panen, dilakukan pemangkasan/pencabutan  tanaman kentang
2.           Pemanenan dilakukan pada cuaca yang cerah.
3.           Bongkar guludan dengan cara mencangkul tanah di sekitar umbi secara hati-hati, lalu mengangkatnya sehingga umbi ke luar dari dalam tanah dan diletakkan dipermukaan tanah agar terjemur matahari (dikering anginkan)
4.           Umbi yang terkumpul dilakukan sortasi awal kemudian dimasukkan ke dalam keranjang/ krat/ waring.
5.           Umbi kentang yang telah dipanen dibawa ke tempat pengumpulan hasil panen.
6.           Lakukan pencatatan sebagaimana format yang digunakan (Tabel 14).


Standar Operasional Prosedur
”Pasca Panen”
Nomor :
SOP K.XIII
Tanggal Dibuat
26 Mei 2009
Halaman
1 - 3
Revisi. I
Tanggal.26 Juli 2011
Disahkan
.............................

XIII.PASCA PANEN
Sub kegiatan : Pembersihan
A.         Definisi :
Pembersihan adalah proses menghilangkan kotoran yang menempel pada umbi.
B.          Tujuan :
Menghilangkan kotoran dan OPT yang menempel  pada umbi supaya kualitas tetap terjaga dengan baik
C.          Standar Pembersihan :
Umbi kentang bebas dari kotoran dan OPT yang menempel pada umbi
D.         Alat dan Bahan :
a.           Terpal/ keranjang sebagai tempat untuk mengering anginkan kentang
b.           Alat tulis dan blangko isian untuk mencatat kegiatan.
E.          Prosedur Pelaksanaan :
a.           Persiapkan alat dan bahan yang akan digunakan sebagai sarana pembersih umbi.
b.           Letakkan umbi yang sudah dibersihkan pada terpal/keranjang yang telah dipersiapkan untuk dikering anginkan (hindari sinar matahari langsung)
c.           Lakukan pencatatan sebagaimana format yang digunakan (Tabel 15).

Sub kegiatan : Sortasi dan Grading
A.         Definisi :
Proses pemilihan dan pemisahan umbi berdasarkan kualitas dan ukuran.
B.          Tujuan :
Memisahkan umbi yang baik dengan yang tidak baik, untuk memperoleh umbi yang seragam dalam kualitas dan ukuran.
C.          Standar Sortasi dan Grading
1.           Berdasarkan ukuran umbi kelas AL (lebih dari 200 gr/umbi), A (120 – 200 gr/umbi), B (80 – 119 gr/umbi) dan C/DN (50-79 gr/umbi)
2.           Dilakukan oleh tenaga kerja yang berpengalaman
D.         Alat dan Bahan :




Standar Operasional Prosedur
”Pasca Panen”
Nomor :
SOP K.XIII
Tanggal Dibuat
26 Mei 2009
Halaman
2 - 3
Revisi................
Tanggal.....................
Disahkan
.............................

1.           Keranjang/waring  untuk memindahkan dan meletakkan kentang yang sudah disortasi dan di grading.
2.           Terpal digunakan sebagai alas sortasi dan grading
3.           Alat tulis dan blangko isian untuk mencatat kegiatan.
E.          Prosedur Pelaksanaan :
1.           Persiapkan sejumlah keranjang/ wadah terpisah untuk masing-masing kelas umbi.
2.           Pilih umbi yang sudah dibersihkan dan letakkan di tempat yang terpisah antara umbi baik dengan yang jelek berdasarkan :
§   Ada tidaknya cacat pada umbi.
§   Normal tidaknya bentuk dan ukuran umbi.
§   Ada tidaknya serangan hama atau penyakit pada umbi.
3.           Grading (Pengkelasan) umbi dilakukan berdasarkan ukuran umbi. kelas AL (lebih dari 200 gr/umbi), A (120 – 200 gr/umbi), B (80 – 119 gr/umbi) dan C/DN (50-79 gr/umbi).
4.           Lakukan pencatatan sebagaimana format yang digunakan (Tabel 16).

Sub Kegiatan : Penyimpanan
A.         Definisi :
Definisi : Penyimpanan adalah proses menyimpan hasil panen sebelum dipasarkan.
B.          Tujuan :
Untuk menunggu saat pemasaran yang tepat.
C.          Standar Penyimpanan :
Penyimpanan di gudang, ventilasi harus memadai agar sirkulasi udara lancar dan kelembaban sekitar 65 – 70%, sinar matahari cukup dan tempat penyimpanan harus bersih.
D.         Alat dan Bahan :
1.           Gudang/ruang penyimpanan digunakan sebagai tempat penyimpanan kentang yang telah selesai dibersihkan, disortasi dan digrading.
2.           Kotak kayu/krat/keranjang/waring yang digunakan sebagai wadah umbi kentang yang akan disimpan dalam gudang.
3.           Alat tulis dan blangko isian untuk mencatat kegiatan.
E.          Prosedur Pelaksanaan :
1             Persiapkan kotak kayu/krat/keranjang/waring digunakan sebagai wadah umbi kentang yang akan disimpan dalam gudang.

Standar Operasional Prosedur
”Pasca Panen”
Nomor :
SOP K.XIII
Tanggal Dibuat
26 Mei 2009
Halaman
3- 3
Revisi................
Tanggal.....................
Disahkan
.............................

2             Masukkan wadah berisi umbi kentang ke dalam ruang penyimpanan dan disusun secara rapi.
3             Lakukan pencatatan sebagaimana format yang digunakan (Tabel 17).

Sub Kegiatan : Pengemasan
A.         Definisi :
Proses mengemas umbi kentang yang dilakukan dengan mengunakan bahan pengemas sesuai tujuan pasar.
B.          Tujuan :
Untuk memudahkan distribusi dan melindungi umbi dari kerusakan mekanis maupun kerusakan fisiologis serta memperbaiki penampilan.
C.          Alat dan Bahan :
1.           Timbangan untuk menimbang kentang yang akan dikemas.
2.           Karung jaring plastik/waring digunakan sebagai wadah kemasan.
3.           Jarum karung dan tali plastik digunakan untuk menutup karung.
4.           Alat tulis dan blangko isian untuk mencatat kegiatan.
D.         Prosedur Pelaksanaan :
1.           Persiapkan peralatan yang akan digunakan.
2.           Pastikan bahwa karung jaring plastik/waring dalam keadaan bersih dan tidak ada sisa bahan kimia dan kotoran lainnya.
3.           Pengemasan dilakukan dengan dua (2) alternatif yaitu :
a.            Apabila langsung dijual ke pasar bisa menggunakn waring dengan kapasitas ± 50 - 70 kg.
b.           Untuk pasar khusus, kapasitas dan jenis kemasan disesuaikan dengan permintaan pasar.
4.           Lakukan pencatatan sebagaimana format yang digunakan (Tabel 18).







Standar Operasional Prosedur
”Distribusi”
Nomor :
SOP K.XIV
Tanggal Dibuat
26 Mei 2009
Halaman
1 - 1
Revisi................
Tanggal.....................
Disahkan
.............................

XIV.DISTRIBUSI
A.         Definisi :
Definisi : Proses memindahkan umbi kentang dari produsen ke pasar.
B.          Tujuan :
Untuk mendistribusikan umbi kentang sampai ke pasar dengan aman.
C.          Alat dan Bahan :
1.           Timbangan untuk menimbang umbi kentang sebelum dipindahkan ke alat transportasi.
2.           Alat transportasi yang memadai untuk mengangkut umbi ke pasar
3.           Alat tulis dan blangko isian untuk mencatat kegiatan.
D.         Standar Pendistribusian :
Dalam pendistribusian harus diketahui tujuan, waktu dan tanggal pengiriman. Alat transportasi yang digunakan dalam pendistribusian harus layak dan aman.
E.          Prosedur Pelaksanaan :
1.           Lakukan pengecekan tanggal, lokasi dan jumlah yang hendak dikirim.
2.           Lakukan penimbangan umbi kentang yang akan didistribusikan.
3.           Siapkan alat transportasi yang memadai.
4.           Pindahkan umbi kentang yang telah ditimbang ke alat transportasi secara hati-hati.
5.           Lakukan pencatatan sebagaimana format yang digunakan (Tabel 19).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar