SELAMAT DATANG DI SITUS BPK PEJAWARAN BLOG INI MASIH DALAM TAHAP PENGEMBANGAN MOHON MAAF APABILA MASIH TERDAPAT BANYAK KEKURANGAN

Jumat, 04 April 2014

HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN CABE

I.                   PENDAHULUAN

Luas pertanaman cabai menurut data rekhir sekitar 165.000 hektar dan merupakajn suatu usaha budidaya yang terluas dibandingkan komoditas sayuran lainnya. Namun rata-rata nasional produksi cabai baru mencapai 5,5 ton/ha (BPS 2000), masih jauh dibawah potensi hasilnya yang berkisar antara 12 – 20 ton/ha. Salah satu kendala rendahnya produksi adalah gangguan penyakit yantg dapat menyerang sejak tanaman dipersemaian sampai hasil panennya.

            Penyakit pada cabai erat kaitannya deengan pathogen. Kata pathogen berarti sesuai yang menyebabkan tanaman menderita. Oleh karena itu pathogen atau penyebab tersebut tidak selalu berupa makhluk hidup (animate pathogen), tetapi juga sesuatu yang tidak hidup (inanimate pathogen) seperti virus, hara,air atau pernyebab lainnya. Pathogen penyebab penyakit terbagi menjadi tiga kelompok sebagai berikut :
1.      Patogen yang hidup : pathogen ini adalah makhluk hidup, dapat berpindah, menular dan berkembang biak. Pathogen yang hidup menyebabkan penyakit pada tanaman disdukung oleh kondisi  dan jenis tanaman yang cocok, sehingga hanya jenis pathogen tertentu yang dapat menginfeksi dan berkembang pada tanaman tertentu. Bakteri, cendawan, dan nematode termasuk ke dalam kelompok pathogen yang hidup.
2.      Patogen Virus : Kelompok virus terletak antara patogen yang hidup dan patogen yang mati. Diluar jaringan tanaman virus adalah hanya benda protein yang mati, tetapi begitu masuuk ke dalam jaringan tanaman menjadi aktif, memperbanyak diri dan dapat menular. Perpindahan patogen virus ke tanaman lain harus ada agens pembawa.
3.      Patogen yang mati : Penyakit-penyakit fisiologi yang disebabkan oleh kahat atau kelebihan hara, sinar, kelembaban, pipik atau kondisi linbgkungan lainnya termasuk ke dalam kelompok ini. Pathogen dari kelompok ini tidak bias menyebar atau berpindah pada tanaman lain.
Setiap fase pertumbuhan tanaman memiliki kerentanan yang berbeda. Hal ini menyebabkan jenis penyakit dominant yang menyerang setiap fase pertumbuhan berbeda pula. Pada mnasa-masa tersebut ada penyakit yang menjadi penyakit utama dan ada pula yang dapat diabaikan. Mengetahui jenis penyebab penyakit (pathogen) yang benar adalah penting untuk menentukan pengendalian yang akan dilakukan. Gejala-gejala visual kunci suatu penyakit menjadi petunjuk kepada penentuan  penyebabnya. Gangguan penyakit maupun hama pada tanaman cabai sangat kompleks, baik pada musim hujan maupun musim kemarau, dan menimbulkan kerugian cukup besar. Untuk mengatasi masalah ini umumnya dilakukan pengendalian secara konvensional., yaitu penggunaaan pesti9sida secara intensif. Dilaporkan bahwa biaya penggunaaan perstisida di daerah Brebes dapat mencapai 51 % dari biaya produksi variable dan kira – kira sebesar 17,6 % digunakan untuk mengatasi penyakit tanaman, sedangkan sisanya adalah pengguanaan insektisida (Basuki 1988). Penggunaaan pes\tisida berlebihan selain tidak efisien juga dapat menimbulkan berbagai masalah serius seperti akumulasi residu pestidida, penyakit menjadi resisten, epidemic penyakit, terbunuhnya musuh alami dan pencemaran lingkungan. Jalan keluar masalah ini adalah pengendalian penyakit dengan konsep pengelolaan tanaman secarac terpadu (PTT), yaitu penggabungan berbagai upaya tindakan terhadap factor-faktor yang mempengaruhi perkembangan penyakit untuk mendapatkan tanaman cabai yang sehat, aman dan bebas dari cemaran yang membahayakan.


II.                PENYAKIT PENTING
DAN AKIBATNYA PADA TANAMAN CABAI

            Telah banyak penelitian di dalam amupun diluar negeri yang meneliti berbagai penyakit pada cabai. Tabel 1. adalah kompilasi dari penyakit cabai yang telah terinventarisasi.
Tabel 1. Penyakit yang menyerang cabai
Sumber pustaka
Jenis dan banyaknya penyakit yang menyerang
Bakteri
Cendawan
Virus
Nematoda
Fisiologi
George (1985)
2
12
3
0
-
Black et al. (1991)
3
11
18
1
12
Pusat Karantina Pertanian
2
9
3
1
-
Duriat et al. (1994)
1
5
4
0
-
Duriat dan sastrosiswoyo (1995)
1
6
4
0
-
Suryaningsih et al (119)
3
5
5
0
-
Duriat dan Setiawati (1998)
1
3
3
0
-
Duriat (1999)
1
5
4
0
-

            Jumlah penyakit yang menyerang tanaman cabai terbanyak dilaoprkan oleh Black et al (1991), dimana kompilasi [enyakit bukan hanya dilakukan di AVRDC saja tetapi ternmasuk dari laporan – laporan lain. George (1985) mengkompilasi penyakit cabai dari pengalamannya waktu memproduksi benih cabai. Pusat karantina pertanian melakukan survey dan melaporkan OPT yang terdapat diwilayah Indonesia. Hasil selebihnya diperoleh dari penelitian. Perbedaan jumlah dan jenis penyakit yang meyerang cabai terjadi karena pada suatu lokasi, waktu dan lingkungan yang berbeda memperlihatkan insiden dan intensitas berbeda pula. Sebagai contoh, Duriat et val (1994) melaporkan bahwa embun tepung Leveillula taurica yang menyerang daun cabai cukup parah, dimana pada tahun-tahun berikutnya penyakit ini tidak dilaporkan muncul lagi.
            Pada tahun itu dilaporkan bahwa penyebab penyakit kerupuk pada cabai adalah kelompok virus luteo (Duriat 1994). Namun pada kurun waktu dua tahun berikutnya (setelah publikasi Suryaningsih et al. 1996) hasil penelitian lanjutannya membuktikan bahwa penyebab virus kerupuk itu dari kelompok virus.


III.             DESKRIPSI PENYAKIT PADA TANAMAN CABAI
           BERDASARKAN FASE PERTUMBUHAN TANAMAN

            Penyakit Terbawa Biji
Dilaporkan bahwa biji cabai dapat membawa penyakit (seed-borne disease) dan ini cukup membahayakan tanaman – tanaman berikutnya. Patogen yang terbawa ini adalah dari kelompok pathogen hidup dan gejala penyakit umumnya tidak muncul dari biji.

4.1.1. Bakteri
      Penyakit                      : Tidak bernama
      Patogen                       : Xanthomonas campestris pv. Vesicatoria
Gejala                     : Tidak tampak, penampakan biji seperti biji njormaln       yang sehat.
Pencegahan dan pengendalian :
1.      Gunakan benih bersertifikat
2.      Rendam dengan NaOCl 1,3 % selama 1 menit atau larutan CuSO4 konsentrasi 0,75 % selama 10 menit.

4.1.2. Cendawan
Penyakit    : Tidak bernama
Patogen     : Colletrotrichum spp. (capsici dan gloesporioides)
Gejala                    : Tidak semua biji yang tercemar memeperlihatkan gejala, adakalanya nampak seperti biji yang sehat, bersih dan bebas cemaran. Biji yang terkontaminasi cendawan ini berwarna hitam atau coklat kehitaman dengan bentuk biji tidak bernas.

Pencegahan dan pengendalian :
1.      Gunakan benih bersertifikat
2.      tidak mengikutsertakan biji yang berbentuk dan berwarna abnormal.
3.      beri perlakuan dengan perendaman air panas ± 55ºC selama 30 menit, atau fungisida dari golongan sistemik (seperti Triazole atau Pyrimidin 0.05 – 0,1 %) selama kurang lebih satu jam.

4.1.3. Virus
Penyakit                : Tidak bernama
Patogen                             : Tobacco Mosaic Virus (TMV), kadang Cucumber Mosaic   Virus (CMV).
Gejala                    : Tidak tampak, penampakan biji seperti biji normal yang sehat.

Pencegahan dan pengendalian :
1.      Gunakan benih yang bersertifikat
2.      Direndam dalam larutan 10% Na3PO4 selama 1 – 2 jam, bijinya kering rendam sampai 1 malam.

4.2. Penyakit di persemaian
4.2.1 Bakteri
Penyakit    :  Layu bakteri
Patogen     :  Ralstonia solanacearum
Gejala         : Tanaman muda yang layu dimulai dari pucuk, selanjutnya seluruh bagian tanaman layu dan mati.
Pencegahan dan pengendalian :
1.      Media penyemaian menggunakan lapisan sub soil 1,5 – 2 m dibawah permukaan tanah), pupuk kandang matang yang halus dan pasir kali pada perbandingan 1 : 1 : 1 campuran media ini dipasteurisasi selama 2 jam.
2.      Semaian yang terinfeksi penyakit harus dicabut dan dimusnahkan, media tanah yang terkontaminasi di buang.
3.      Naungan persemaian secara bertahap dibuka agar matahari masuk dan tanaman menjadi lebih kuat.
4.      Penggunaan fungisida/bakterisida selektif dengan dosis batas terendah.
                    Cendawan
Penyakit           : Rebah kecambah atau damping off.
Patogen            : Salah satu dari Rhizoctonia solani, Pythium spp. Fusarium spp.  Phytophthora sp. Atau Colletotrichum spp.
Gejala               : Semaian cabai gagal tumbuh, biji yang sudah berkecambah mati tiba – tiba atau semaian kerdil karena batang bawah atau leher akar busuk dan mongering. Pada bedengan persemaian nampak kebotakan kecambah atau semaian cabai secara sporadic dan menyebar tidak beraturan.

Pencegahan dan pengendalian :
1.      Media penyemaian menggunakan lapisan sub soil 1,5 – 2 m dibawah permukaan tanah), pupuk kandang matang yang halus dan pasir kali pada perbandingan 1 : 1 : 1 campuran media ini dipasteurisasi selama 2 jam.
2.      Semaian yang terinfeksi penyakit harus dicabut dan dimusnahkan, media tanah yang terkontaminasi di buang.
3.      Naungan persemaian secara bertahap dibuka agar matahari masuk dan tanaman menjadi lebih kuat.
4.      Penggunaan fungisida/bakterisida selektif dengan dosis batas terendah.

           Nematoda
Penyakit    :  Nematoda bengkak akar
Patogen     :  Meloidogyne spp.
Gejala        : Semaian agak kekuningan namun sering nampak seperti   tanaman sehat, ada bintil aka r yang tidak bias lepas walaupun akar diusap lebih   keras.




Pencegahan dan pengendalian :
1.      Media penyemaian menggunakan lapisan sub soil 1,5 – 2 m dibawah permukaan tanah), pupuk kandang matang yang halus dan pasir kali pada perbandingan 1 : 1 : 1 campuran media ini dipasteurisasi selama 2 jam.
2.      Semaian yang terinfeksi penyakit harus dicabut dan dimusnahkan, media tanah yang terkontaminasi di buang.

           Virus
Penyakit    : Mosaik belang kuning atau klorosis
Patogen     : Potato Virus (PVY), CMV atau Tobacco Etch Virus (TEV) atau TMV.
Gejala        : Warna daun belang atau klorosis.

Pencegahan dan pengendalian :
1.      Persemaian yang terinfeksi penyakit harus dicabut dan dimusnahkan, media tanah yang terkontaminasi di buang.
2.      Gunakan insektidisida yang efektif dan dianjurkan untuk mengendalikan vektornya (kutudaun)

             . Penyakit pada Masa Pertumbuhan Vegetatif – Generatif
4.3.1. Bakteri
Penyakit    : Bercak bakteri
Patogen     : Xanthomonas campestris p.v. vesicatoria (Xcv).
Gejala         : Bagian tanaman yang terserang adalah daun dan ranting. Bercak awal pada daun berukuran kecil berbentuk sirkuler spot berair kemudian menjadi nekrotik dengan warna coklat dibagian tengah dan pucat pada pinggirannya. Pada bagian atas daun bercak seperti tenggelam, sedangkan pada bagian bawah bercak seperti menonjol. Bercak yang menyatu akan berwarna coklat dengan pinggiran berwarna jerami. Gejala bercak bakteri pada daun dan ranting tidak berubah pada stadia pertumbuhan generatif. Serangan parah daun defoliasi.
Pencegahan dan pengendalian :
1.      Tanah – tanah yang terkontaminasi penyakit layu jangan digunakan. Kontaminasi penyakit layu dapat dipelajari dari tanaman sebelumnya.
2.      Membersihkan lahan sisa – sisa tanaman dan gulma sebelumnya. Membalik tanah agar etrkena sinar matahari.
3.      Pemupukan yang berimbang, yaitu Urea 150 – 200 kg, ZA 450 – 500 kg, TSP 100 – 150 kg, KCl 100 – 150 kg, dan pupuk organik 20 – 30 ton/ha.
4.      Peninggian guludan cabai mengurangi insiden layu bakteri.
5.      Intercropping antara cabai dan tomat di dataran tinggi dapat mengurangi serangan hama penyakit serta menaikkan hasil panen.
6.      Penggunaan mulsa plastik perak di dataran tinggi dan jerami didataran rendah mengurangi investasi antraknose dan penyakit tanah, terutama dimusim hujan.
7.      Tanaman yang muda terinfeksi penyakit dilapangan dimusnahkan dan disulam dengan tanaman yang sehat.
8.      Ekstrak tanaman merigold (Titonia diversifolata) dalam air 1 : 20 (berat/volume) efektif untuk mengendalikan antraknose. Campuran Azadirachta indica (nimba), Andropogon nardus (serai) dan Alpinia galanga (Laos) pada perbandingan 8 : 6 : 6 dan 6 : 6 : 6, serta daun tembakau pada air 1 : 20 (berat/volum) juga efektif untuk mengendalikan antraknose. Efikasinya setara dengan Mankozeb 0,2 %.
9.      Untuk mengurangi penggunaan pestisida (± 30 %) dianjurkan dengan menggunakan nozel kipas yang butiran semprotnya berupa kabut dan merata.

Penyakit    : Layu bakteri
Patogen     : Ralstonia solanacearum
Gejala         : Gejala layu tampak pada daun –daun yang terletak dibagian bawah. Setelah beberapa hari seluruh daun menjadi layu permanen, sedangkan warna daun tetap hijau, kadang – kadang sedikit kekuningan. Jaringan vaskuler dari batang bagian bawah dan akar menjadi kecoklatan. Apabila batang atau akar tersebut dipotong melintang dan dicelupkan ke dalam air jernih akan keluar cairan keruh koloni bakteri yang melayang dalam air menyerupai kepulan asap. Gejala penyakit ini akan sama pada tanaman dalam stadia pertumbuhan generatif.

Pencegahan dan pengendalian :
1.      Media penyemaian menggunakan lapisan sub soil 1,5 – 2 m dibawah permukaan tanah), pupuk kandang matang yang halus dan pasir kali pada perbandingan 1 : 1 : 1 campuran media ini dipasteurisasi selama 2 jam.
2.      Semaian yang terinfeksi penyakit harus dicabut dan dimusnahkan, media tanah yang terkontaminasi di buang.
3.      Naungan persemaian secara bertahap dibuka agar matahari masuk dan tanaman menjadi lebih kuat.
4.      Penggunaan fungisida/bakterisida selektif dengan dosis batas terendah.

4.3.2. Cendawan
Penyakit                : Antraknos
Patogen                 : Colletotrichum spp.
Gejala                    : Mati pucuk yang berlanjut kebagian bawah. Daun ranting dan cabang busuk kering berwarna coklat kehitam – hitaman. Pada batang acervuli cendawan terlihat berupa benjolan.

Pencegahan dan pengendalian :
1.      Pemupukan yang berimbang, yaitu Urea 150 – 200 kg, ZA 450 – 500 kg, TSP 100 – 150 kg, KCl 100 – 150 kg, dan pupuk organik 20 – 30 ton/ha.
2.      Intercropping antara cabai dan tomat di dataran tinggi dapat mengurangi serangan hama penyakit serta menaikkan hasil panen.
3.      Penggunaan mulsa plastik perak di dataran tinggi dan jerami didataran rendah mengurangi investasi antraknose dan penyakit tanah, terutama dimusim hujan.
4.      Penyakit antraknos Colletotricum spp. Dikendalikan dengan fungisida klorotalonil (Daconil 500 F, 2 g/l) atau Propineb (Antracol 70 WP, 2 g/l). Kedua fungisida ini digunakan secara bergantian.
5.      Untuk mengurangi penggunaan pestisida (± 30 %) dianjurkan dengan menggunakan nozel kipas yang butiran semprotnya berupa kabut dan merata.

Penyakit                : Bercak daun serkospora
Patogen                 : Cercospora capsici
Gejala                    : Gejala akan nampak pada daun, tangkai dan batang. Bercak Cercospora dapat menimbulkan defoliasi. Bercak berbentuk oblong sirkuler dimana bagian tengahnya mengering berwarna abu-abu tua dan warna coklat dibagian pinggirnya, dan daun menjadi tua (menguning) sebelum waktunya.. Bercak berukuran 0,25 cm atau lebih besar bagi yang menyatu, bercak menyerupai mata kodok sehingga penyakit ini sering disebut bintik mata kodok (frog eyes). Pada penampakan satu tanaman banyak daun yang menguning sebelum waktunya.

Pencegahan dan pengendalian :
1.      Pemupukan yang berimbang, yaitu Urea 150 – 200 kg, ZA 450 – 500 kg, TSP 100 – 150 kg, KCl 100 – 150 kg, dan pupuk organik 20 – 30 ton/ha.
2.      Intercropping antara cabai dan tomat di dataran tinggi dapat mengurangi serangan hama penyakit serta menaikkan hasil panen.
3.      Penggunaan mulsa plastik perak di dataran tinggi dan jerami didataran rendah mengurangi investasi antraknose dan penyakit tanah, terutama dimusim hujan.
4.      Untuk menekan sercospora dianjurkan menggunakan daun mindi (Melia aze3darach) pada konsentrasi 1 : 20 (berat/volume).
5.      Penyakit bercak daun Cercospora capsici dikendalikan dengan fungisida difenoconazole (Score 250 EC dengan konsentrasi 0,5 ml/l). Interval penyemprotan 7 hari.
6.      Untuk mengurangi penggunaan pestisida (± 30 %) dianjurkan dengan menggunakan nozel kipas yang butiran semprotnya berupa kabut dan merata.

Penyakit                : Busuk daun fitoftora
Patogen                 : Phytophthora capsici
Gejala                    : Seluruh bagian tanaman dapat terserang penyakit ini. Infeksi dari batang dimulai dari leher batang menjadi busuk basah berwarna hijau setelah kering warna menjadi coklat/hitam. Serangan yang sama dapat terjadi di batang lainnya. Penyakit ini mematikan tanaman muda. Gejala lanjut busuk batang menjadi kering mengeras dan seluruh daun menjadi layu. Gejala awal pada daun diawali dengan bercak putih seperti tersiram air panas berbentuk sirkuler atau tidak beraturan. Bercak tersebut melebar mengering seperti kertas dan akhirnya memutih karena warna masa spora yang putih. Dilapangan tanaman layu secara sporadis. 

Pecegahan dan pengendalian :
1.      Pemupukan yang berimbang, yaitu Urea 150 – 200 kg, ZA 450 – 500 kg, TSP 100 – 150 kg, KCl 100 – 150 kg, dan pupuk organik 20 – 30 ton/ha.
2.      Intercropping antara cabai dan tomat di dataran tinggi dapat mengurangi serangan hama penyakit serta menaikkan hasil panen.
3.      Penggunaan mulsa plastik perak di dataran tinggi dan jerami didataran rendah mengurangi investasi antraknose dan penyakit tanah, terutama dimusim hujan.
4.      Tanaman muda yang terinfeksi penyakit dilapangan dimusnahkan dan disulam dengan yang sehat.
5.      Cendawan Phytophthora capsici dapat dikendalikan dengan fungisida sistemik Metalaksil – M 4% + Mankozeb 64% (Ridomil Gold MZ 4/64 WP) pada konsentrasi 3g/l, bergantian dengan fungisida kontak seperti klorotalonil (Daconil 500 F, 2g/l). Fungisida sistemik digunakan maksimal 4 kali permusim.
6.      Untuk mengurangi penggunaan pestisida (± 30 %) dianjurkan dengan menggunakan nozel kipas yang butiran semprotnya berupa kabut dan merata.

Penyakit    : Layu Fusarium
Patogen     : Fusarium oxysporum
Gejala        : Gejala yang paling menonjol adalah daun kekuningan dan layu yang dimulai dari daun bagian atas. Kelayuan ini trejadi secara bertahap sampai terjadi kelayuan permanen beberapa waktu kemudian dan daun tetap menempel pada batang. Jaringan vaskuler berwarna coklat terutama pada batang bagian bawah dekat akar. Menjelang kematian tanaman tidak terjadi perubahan warna, secara eksternal pada batang amupun akar, jaringan kortikal tetap masih utuh. Gejala yang sama akan nampak pada tanaman dalam masa generatif.

Pencegahan dan pengendalian :
1.      Tanah – tanah yang terkena penyakit layu jangan digunakan. Infeksi penyakit layu dapat dipelajari dari tanaman sebelumnya.
2.      Membersihkan lahan dari sisa – sisa tanaman dan gulma sebelumnya. Membalik tanah agar terkena sinar matahari.
3.      Pemupukan yang berimbang, yaitu Urea 150 – 200 kg, ZA 450 – 500 kg, TSP 100 – 150 kg, KCl 100 – 150 kg, dan pupuk organik 20 – 30 ton/ha.
4.      Intercropping antara cabai dan tomat di dataran tinggi dapat mengurangi serangan hama penyakit serta menaikkan hasil panen.
5.      Penggunaan mulsa plastik perak di dataran tinggi dan jerami didataran rendah mengurangi investasi antraknose dan penyakit tanah, terutama dimusim hujan.
6.      Tanaman muda yang terinfeksi penyakit dilapangan dimusnahkan dan disulam dengan yang sehat.



Penyakit    : Busuk daun Choanephora
Patogen     : Choanephora cucurbitarum
Gejala        : Infeksi pertama terjadi pada titik tumbuh, bunga dan pucuk; kemudian menyebar kebagian bawah tanaman. Daun pucuk berubah dari hijau muda menjadi coklat, membusuk dan hitam. Kebusukan merambat kebagian bawah tanaman dan kembali menyerang kembali titik – titik baru tumbuh sehingga hampir semua pucuk terkulai. Batang yang terserang penyakit ini menjadi busuk kering dan mudah terkelupas. Serangan yang melanjut mematikan tanaman. Pada kelembaban tinggi terbentuk bulu – bulu berwarna hitam pada jaringan – jaringan terinfeksi.

Pencegahan dan pengendalian :
1.       Membersihkan lahan dari sisa – sisa tanaman dan gulma sebelumnya. Membalik tanah agar terkena sinar matahari.
2.      Pemupukan yang berimbang, yaitu Urea 150 – 200 kg, ZA 450 – 500 kg, TSP 100 – 150 kg, KCl 100 – 150 kg, dan pupuk organik 20 – 30 ton/ha.
3.      Intercropping antara cabai dan tomat di dataran tinggi dapat mengurangi serangan hama penyakit serta menaikkan hasil panen.
4.      Penggunaan mulsa plastik perak di dataran tinggi dan jerami didataran rendah mengurangi investasi antraknose dan penyakit tanah, terutama dimusim hujan.
5.      Penyemprotan fungisida secara bergilir antara fungisida sistemik satu kali (salah satu dari Acelalamine 0,5%, Dimmethomorph 0,1%, Propamocarb, Oxidasil 0,1%) dengan fungisida kontak seperti Klorotalonil 2% sebanyak tiga kali pada interval seminggu sekali.
6.      Untuk mengurangi penggunaan pestisida (± 30 %) dianjurkan dengan menggunakan nozel kipas yang butiran semprotnya berupa kabut dan merata.

Penyakit    : Bercak kelabu stemfilium
Gejala        : Bercak pada daun berbentuk sirkular, berukuran kecil (diameter 3 mm), Bagian tengah berbentuk bintik putih yang dibatasi pinggiran warna hitam yang tidak beraturan. Bercak pada batang dan tangkai daun berbentuk elips yang tidak beraturan.

Pencegahan dan pengendalian :
1.      Pemupukan yang berimbang, yaitu Urea 150 – 200 kg, ZA 450 – 500 kg, TSP 100 – 150 kg, KCl 100 – 150 kg, dan pupuk organik 20 – 30 ton/ha.
2.      Intercropping antara cabai dan tomat di dataran tinggi dapat mengurangi serangan hama penyakit serta menaikkan hasil panen.
3.      Penggunaan mulsa plastik perak di dataran tinggi dan jerami didataran rendah mengurangi investasi antraknose dan penyakit tanah, terutama dimusim hujan.
4.      Penyakit dapat dikendalikan dengan fungisida Difenoconazole (Score 250 EC dengan konsentrasi 0,5 m/l). Interval penyemprotan 7 hari.
5.      Untuk mengurangi penggunaan pestisida (± 30 %) dianjurkan dengan menggunakan nozel kipas yang butiran semprotnya berupa kabut dan merata.

Penyakit    : Embun tepung
Patogen     : Leveillula taurica
Gejala        : Bercak atau spot pucat atau kekuningan nampak pada permukaan daun bagian atas. Bila bercak – bercak ini menyatu menjadi klorosis yang lebih lebar pada daun. Pada bagian bawah daun bercak berkembang menjadi jaringan yang nekrotik, kadang – kadang ditutupi dengan kapang miselium berwarna keabu – abuan. Penyakit menjalar dari daun tua ke daun muda dan seluruh daun menjadi gejala yang mencolok.

Pencegahan dan pengendalian :
1.      Pemupukan yang berimbang, yaitu Urea 150 – 200 kg, ZA 450 – 500 kg, TSP 100 – 150 kg, KCl 100 – 150 kg, dan pupuk organik 20 – 30 ton/ha.
2.      Penyakit dikendalikan dengan fungisida Difekonazole (Score 250 EC dengan konsentrasi 0,5 ml/l). Interval penyemprotan 7 hari.
3.      Untuk mengurangi penggunaan pestisida (± 30 %) dianjurkan dengan menggunakan nozel kipas yang butiran semprotnya berupa kabut dan merata.

4.3.3. Nematoda
Penyakit    : Bengkak akar
Patogen     : Meloidogyne spp.
Gejala         : Pada bagian diatas tanah bisa bergejala kerdil, menguning dan layu, namun umumnya vigor pertumbuhan sangat buruk. Perkembangan sistem perakaran menjadi lebih kecil atau sempit serta timbul kutil – kutil pada akar. Kutil atau galls pada cabai umumnya lebih kecil dari kutil nematoda pada tanaman tomat atau ketimun, sehingga kutil nematoda pada cabai sering tidak kelihatan atau pangling (overlook). Penyakit umumnya lebih parah pada daerah infeksi yang terlokalisasi.

Pencegahan dan pengendalian :
1.      Tanah – tanah yang terinfeksi penyakit bengkak akar jangan digunakan. Infeksi penyakit dapat dipelajari dengan mencabut gulma dan tanaman yang tumbuh dibeberapa tempat dan memperhatikan bintil atau benjolan pada akar.
2.      Membersihkan lahan dari gulma dan sisa – sisa tanaman sebelumnya. Membalik tanah agar terkena sinar matahari. Perendaman lahan selama 2 – 3 hari baik untuk mengurangi populasi nematoda.
3.      Pemupukan yang berimbang, yaitu Urea 150 – 200 kg, ZA 450 – 500 kg, TSP 100 – 150 kg, KCl 100 – 150 kg, dan pupuk organik 20 – 30 ton/ha.
4.      Dilahan yang diduga terinfeksi nematoda diberi furadan 30 kg/ha.

4.3.4. Virus
Penyakit    : Mosaik keriting
Patogen      : PVY, atau TEV, atau CMV, atau CVMV secara tunggal atau gabungan.
Gejala     : Virus ini ditularkan/ disebarkan oleh kutu daun. Tanaman mozaik warna belang antara hijau tua dan hijau muda. Kadang – kadang disertai dengan perubahan bentuk daun (cekung, keriting atau memanjang). Serangan salah satu strain CMV sering menyebabkan bentuk daun menyempit seperti tali sepatu atau bercak berpola daun oak pada buah dab daun.

Pencegahan dan pengendalian :
1.      Pemupukan yang berimbang, yaitu Urea 150 – 200 kg, ZA 450 – 500 kg, TSP 100 – 150 kg, KCl 100 – 150 kg, dan pupuk organik 20 – 30 ton/ha.
2.      Intercropping antara cabai dan tomat di dataran tinggi dapat mengurangi serangan hama penyakit serta menaikkan hasil panen.
3.      Penggunaan mulsa plastik perak di dataran tinggi dan jerami didataran rendah mengurangi investasi antraknose dan penyakit tanah, terutama dimusim hujan.
4.      Tanaman muda (umur maksimum 35 hari) yang terinfeksi virus dilapangan dimusnahkan dan disulam dengan yang sehat.
5.      Imunisasi tanaman cabai dan tomat dengan virus CMV yang dilemahkan dengan satelit virus CARNA – 5 dapat menahan serangan CMV yang lebih ganas dilapangan.
6.      Gunakan insektisida untuk mengendalikan populasi kutu daun
7.      Untuk mengurangi penggunaan pestisida (± 30 %) dianjurkan dengan menggunakan nozel kipas yang butiran semprotnya berupa kabut dan merata.

Penyakit    : Kerdil, nekrosis dan mozaik ringan.
Patogen      : Tobacco Mosaic Virus (TMV), Tomato Mosaic Virus (ToMV). Virus menular secara kontak.
Gejala        : Gejala bervariasi kedalamannya termasuk mosaik, kerdil dan sistemik klorosis, kadang – kadang diikuti dengan nekrotik stek pada batang atau cabang dan diikuti dengan gugur daun.

Pencegahan dan pengendalian :
1.      Tanah – tanah yang tanaman sebelumnya pernah terinfeksi kedua virus diatas jangan digunakan.
2.      Membersihkan lahan dari sisa – sisa tanaman dan gulma sebelumnya. Membalik tanah agar terkena sinar matahari.
3.      Pemupukan yang berimbang, yaitu Urea 150 – 200 kg, ZA 450 – 500 kg, TSP 100 – 150 kg, KCl 100 – 150 kg, dan pupuk organik 20 – 30 ton/ha.
4.      Intercropping antara cabai dan tomat di dataran tinggi dapat mengurangi serangan hama penyakit serta menaikkan hasil panen.
5.      Tanaman muda (umur maksimum 35 hari) yang terinfeksi virus dilapangan dimusnahkan dan disulam dengan yang sehat.

Penyakit    : Kerupuk
Patogen      : Chilli Puckery Stunt Virus (CPSV), patogen ditularkan oleh kutu daun Aphis gossypii.
Gejala         : Pada tanaman muda dimulai dengan daun melengkung ke bawah. Pada umur – umur selanjutnya gejala melengkung lebih parah disertai kerutan – kerutan (puckery). Daun berwarna hijau pekat mengkilap dan permukaan tidak rata. Pertumbuhan terhambat, ruas jarak antar tangkai daun lebih pendek terutama dibagian pucuk, sehingga daun menumpuk dan bergumpal – gumpal berkesan regas seperti kerupuk. Daun yang gugur sehingga yang tinggal ranting dengan daun – daun menggulung diujung pucuk. Bunga dan bakal buah juga berguguran.

Pencegahan dan pengendalian :
1.      Pemupukan yang berimbang, yaitu Urea 150 – 200 kg, ZA 450 – 500 kg, TSP 100 – 150 kg, KCl 100 – 150 kg, dan pupuk organik 20 – 30 ton/ha.
2.      Intercropping antara cabai dan tomat di dataran tinggi dapat mengurangi serangan hama penyakit serta menaikkan hasil panen.
3.      Penggunaan mulsa plastik perak di dataran tinggi dan jerami didataran rendah mengurangi investasi antraknose dan penyakit tanah, terutama dimusim hujan.
4.      Tanaman muda (umur maksimum 35 hari) yang terinfeksi virus dilapangan dimusnahkan dan disulam dengan yang sehat.
5.      Aplikasi insektisida untuk mengendalikan kutu daun menggunakan nozel kipas agar terjadi pengurangan volume insektisida sebanyak 30 %.

Penyakit    :  Kuning keriting
Patogen      :Virus gemini. Virus ini ditularkan oleh kutu putih/ kutu kebul Bemisia tabaci.
Gejala       : Pada awalnya daun muda / pucuk cekung dan mengkerut dengan warna mosaic ringan. Gejala melanjut dengan hampir seluruh daun muda / pucuk berwarna kuning cerah, daun cekung dan mengkerut berukuran lebih kecil dan lebih tebal. Gejala lain adalah daun berwarna mosaic klorosis.

Pencegahan dan pengendalian :
1.      Pemupukan yang berimbang, yaitu Urea 150 – 200 kg, ZA 450 – 500 kg, TSP 100 – 150 kg, KCl 100 – 150 kg, dan pupuk organik 20 – 30 ton/ha.
2.      Intercropping antara cabai dan tomat di dataran tinggi dapat mengurangi serangan hama penyakit serta menaikkan hasil panen.
3.      Penggunaan mulsa plastik perak di dataran tinggi dan jerami didataran rendah mengurangi investasi antraknose dan penyakit tanah, terutama dimusim hujan.
4.      Tanaman muda (umur maksimum 35 hari) yang terinfeksi virus dilapangan dimusnahkan dan disulam dengan yang sehat.
5.      Pelepasan parasitoid Encarcia formosa sebanyak 1 ekor / 4 tanaman/ minggu selama 8 – 10 minggu efektif mengurangi kutu putih vektor virus gemini. Untuk lahan seluas diperkirakan 10.000 ekor E formosa.
6.      Predator Menochilus sexmaculatus juga efektif memangsa 200 – 400 ekor larva kutu putih per hari.
7.      Insektisida yang efektif dan selektif mengendalikan kutu putih sebagai vektor virus gemini diantaranya bahan aktif Bifentrin, Buprofezin, Imidakloprid, Fenpropatin, Endosulfan. Untuk mengurangi penggunaan insektisida (± 30 %) dianjurkan menggunakan nozel kipas yang butiran semprotannya kabut dan merata.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar