I.
PENDAHULUAN
Luas pertanaman cabai menurut data rekhir sekitar 165.000 hektar dan
merupakajn suatu usaha budidaya yang terluas dibandingkan komoditas sayuran
lainnya. Namun rata-rata nasional produksi cabai baru mencapai 5,5 ton/ha (BPS
2000), masih jauh dibawah potensi hasilnya yang berkisar antara 12 – 20 ton/ha.
Salah satu kendala rendahnya produksi adalah gangguan penyakit yantg dapat
menyerang sejak tanaman dipersemaian sampai hasil panennya.
Penyakit pada cabai erat kaitannya
deengan pathogen. Kata pathogen berarti sesuai yang menyebabkan tanaman
menderita. Oleh karena itu pathogen atau penyebab tersebut tidak selalu berupa
makhluk hidup (animate pathogen), tetapi juga sesuatu yang tidak hidup
(inanimate pathogen) seperti virus, hara,air atau pernyebab lainnya. Pathogen
penyebab penyakit terbagi menjadi tiga kelompok sebagai berikut :
1. Patogen
yang hidup : pathogen ini adalah makhluk hidup, dapat berpindah, menular dan
berkembang biak. Pathogen yang hidup menyebabkan penyakit pada tanaman
disdukung oleh kondisi dan jenis tanaman
yang cocok, sehingga hanya jenis pathogen tertentu yang dapat menginfeksi dan
berkembang pada tanaman tertentu. Bakteri,
cendawan, dan nematode termasuk ke dalam kelompok pathogen yang hidup.
2.
Patogen
Virus : Kelompok virus terletak antara patogen yang hidup dan patogen yang
mati. Diluar jaringan tanaman virus adalah hanya benda protein yang mati,
tetapi begitu masuuk ke dalam jaringan tanaman menjadi aktif, memperbanyak diri
dan dapat menular. Perpindahan patogen virus ke tanaman lain harus ada
agens pembawa.
3.
Patogen yang mati : Penyakit-penyakit fisiologi yang
disebabkan oleh kahat atau kelebihan hara, sinar, kelembaban, pipik atau
kondisi linbgkungan lainnya termasuk ke dalam kelompok ini. Pathogen dari
kelompok ini tidak bias menyebar atau berpindah pada tanaman lain.
Setiap fase pertumbuhan tanaman memiliki kerentanan yang berbeda. Hal ini
menyebabkan jenis penyakit dominant yang menyerang setiap fase pertumbuhan
berbeda pula. Pada mnasa-masa tersebut ada penyakit yang menjadi penyakit utama
dan ada pula yang dapat diabaikan. Mengetahui jenis penyebab penyakit
(pathogen) yang benar adalah penting untuk menentukan pengendalian yang akan
dilakukan. Gejala-gejala visual kunci suatu penyakit menjadi petunjuk kepada
penentuan penyebabnya. Gangguan penyakit
maupun hama pada tanaman cabai sangat kompleks, baik pada musim hujan maupun
musim kemarau, dan menimbulkan kerugian cukup besar. Untuk mengatasi masalah
ini umumnya dilakukan pengendalian secara konvensional., yaitu penggunaaan
pesti9sida secara intensif. Dilaporkan bahwa biaya penggunaaan perstisida di daerah
Brebes dapat mencapai 51 % dari biaya produksi variable dan kira – kira sebesar
17,6 % digunakan untuk mengatasi penyakit tanaman, sedangkan sisanya adalah
pengguanaan insektisida (Basuki 1988). Penggunaaan pes\tisida berlebihan selain
tidak efisien juga dapat menimbulkan berbagai masalah serius seperti akumulasi
residu pestidida, penyakit menjadi resisten, epidemic penyakit, terbunuhnya
musuh alami dan pencemaran lingkungan. Jalan keluar masalah ini adalah
pengendalian penyakit dengan konsep pengelolaan tanaman secarac terpadu (PTT),
yaitu penggabungan berbagai upaya tindakan terhadap factor-faktor yang
mempengaruhi perkembangan penyakit untuk mendapatkan tanaman cabai yang sehat,
aman dan bebas dari cemaran yang membahayakan.
II.
PENYAKIT PENTING
DAN AKIBATNYA PADA TANAMAN CABAI
Telah banyak penelitian di dalam
amupun diluar negeri yang meneliti berbagai penyakit pada cabai. Tabel 1. adalah kompilasi dari penyakit cabai yang
telah terinventarisasi.
Tabel 1.
Penyakit yang
menyerang cabai
Sumber pustaka
|
Jenis
dan banyaknya penyakit yang menyerang
|
||||
Bakteri
|
Cendawan
|
Virus
|
Nematoda
|
Fisiologi
|
|
George (1985)
|
2
|
12
|
3
|
0
|
-
|
Black et al. (1991)
|
3
|
11
|
18
|
1
|
12
|
Pusat Karantina Pertanian
|
2
|
9
|
3
|
1
|
-
|
Duriat et al. (1994)
|
1
|
5
|
4
|
0
|
-
|
Duriat dan sastrosiswoyo (1995)
|
1
|
6
|
4
|
0
|
-
|
Suryaningsih et al (119)
|
3
|
5
|
5
|
0
|
-
|
Duriat dan Setiawati (1998)
|
1
|
3
|
3
|
0
|
-
|
Duriat (1999)
|
1
|
5
|
4
|
0
|
-
|
Jumlah penyakit yang menyerang
tanaman cabai terbanyak dilaoprkan oleh Black et al (1991), dimana kompilasi
[enyakit bukan hanya dilakukan di AVRDC saja tetapi ternmasuk dari laporan –
laporan lain. George (1985) mengkompilasi penyakit cabai dari pengalamannya
waktu memproduksi benih cabai. Pusat karantina pertanian melakukan survey dan
melaporkan OPT yang terdapat diwilayah Indonesia. Hasil selebihnya diperoleh
dari penelitian. Perbedaan jumlah dan jenis penyakit yang meyerang cabai
terjadi karena pada suatu lokasi, waktu dan lingkungan yang berbeda
memperlihatkan insiden dan intensitas berbeda pula. Sebagai contoh, Duriat et
val (1994) melaporkan bahwa embun tepung Leveillula taurica yang
menyerang daun cabai cukup parah, dimana pada tahun-tahun berikutnya penyakit
ini tidak dilaporkan muncul lagi.
Pada tahun itu dilaporkan bahwa
penyebab penyakit kerupuk pada cabai adalah kelompok virus luteo (Duriat 1994).
Namun pada kurun waktu dua tahun berikutnya (setelah publikasi Suryaningsih et
al. 1996) hasil penelitian lanjutannya membuktikan bahwa penyebab virus kerupuk
itu dari kelompok virus.
III.
DESKRIPSI PENYAKIT PADA TANAMAN CABAI
BERDASARKAN FASE PERTUMBUHAN TANAMAN
Penyakit Terbawa Biji
Dilaporkan bahwa biji cabai dapat membawa penyakit
(seed-borne disease) dan ini cukup membahayakan tanaman – tanaman berikutnya.
Patogen yang terbawa ini adalah dari kelompok pathogen hidup dan gejala
penyakit umumnya tidak muncul dari biji.
4.1.1. Bakteri
Penyakit : Tidak
bernama
Patogen :
Xanthomonas campestris pv. Vesicatoria
Gejala : Tidak tampak, penampakan biji seperti biji
njormaln yang sehat.
Pencegahan dan pengendalian :
1.
Gunakan benih bersertifikat
2. Rendam dengan NaOCl 1,3 % selama 1 menit
atau larutan CuSO4 konsentrasi 0,75 % selama 10 menit.
4.1.2. Cendawan
Penyakit : Tidak bernama
Patogen : Colletrotrichum spp. (capsici dan gloesporioides)
Gejala :
Tidak semua biji yang tercemar memeperlihatkan gejala, adakalanya nampak
seperti biji yang sehat, bersih dan bebas cemaran. Biji yang terkontaminasi
cendawan ini berwarna hitam atau coklat kehitaman dengan bentuk biji tidak
bernas.
Pencegahan dan pengendalian :
1.
Gunakan benih bersertifikat
2. tidak mengikutsertakan biji yang berbentuk
dan berwarna abnormal.
3. beri perlakuan dengan perendaman air panas
± 55ºC selama 30 menit, atau fungisida dari golongan sistemik (seperti Triazole
atau Pyrimidin 0.05 – 0,1 %) selama kurang lebih satu jam.
4.1.3. Virus
Penyakit : Tidak bernama
Patogen : Tobacco Mosaic Virus (TMV), kadang
Cucumber Mosaic Virus (CMV).
Gejala : Tidak tampak, penampakan biji
seperti biji normal yang sehat.
Pencegahan dan pengendalian
:
1. Gunakan benih yang bersertifikat
2. Direndam dalam larutan 10% Na3PO4 selama 1
– 2 jam, bijinya kering rendam sampai 1 malam.
4.2. Penyakit di persemaian
4.2.1 Bakteri
Penyakit : Layu
bakteri
Patogen : Ralstonia solanacearum
Gejala : Tanaman muda yang layu dimulai dari
pucuk, selanjutnya seluruh bagian tanaman layu dan mati.
Pencegahan dan pengendalian :
1.
Media penyemaian menggunakan lapisan sub soil 1,5 – 2 m
dibawah permukaan tanah), pupuk kandang matang yang halus dan pasir kali pada
perbandingan 1 : 1 : 1 campuran media ini dipasteurisasi selama 2 jam.
2.
Semaian yang terinfeksi penyakit harus dicabut dan
dimusnahkan, media tanah yang terkontaminasi di buang.
3.
Naungan persemaian secara bertahap dibuka agar matahari
masuk dan tanaman menjadi lebih kuat.
4. Penggunaan fungisida/bakterisida selektif
dengan dosis batas terendah.
Cendawan
Penyakit :
Rebah kecambah atau damping off.
Patogen :
Salah satu dari Rhizoctonia solani, Pythium spp. Fusarium spp. Phytophthora sp. Atau Colletotrichum spp.
Gejala : Semaian cabai gagal tumbuh, biji yang sudah
berkecambah mati tiba – tiba atau semaian kerdil karena batang bawah atau leher
akar busuk dan mongering. Pada bedengan persemaian nampak kebotakan kecambah
atau semaian cabai secara sporadic dan menyebar tidak beraturan.
Pencegahan dan pengendalian :
1.
Media penyemaian menggunakan lapisan sub soil 1,5 – 2 m
dibawah permukaan tanah), pupuk kandang matang yang halus dan pasir kali pada
perbandingan 1 : 1 : 1 campuran media ini dipasteurisasi selama 2 jam.
2.
Semaian yang terinfeksi penyakit harus dicabut dan
dimusnahkan, media tanah yang terkontaminasi di buang.
3.
Naungan persemaian secara bertahap dibuka agar matahari
masuk dan tanaman menjadi lebih kuat.
4.
Penggunaan
fungisida/bakterisida selektif dengan dosis batas terendah.
Nematoda
Penyakit : Nematoda bengkak akar
Patogen : Meloidogyne spp.
Gejala :
Semaian agak kekuningan namun sering nampak seperti tanaman sehat, ada bintil aka r yang tidak
bias lepas walaupun akar diusap lebih keras.
Pencegahan dan pengendalian :
1.
Media penyemaian menggunakan lapisan sub soil 1,5 – 2 m
dibawah permukaan tanah), pupuk kandang matang yang halus dan pasir kali pada
perbandingan 1 : 1 : 1 campuran media ini dipasteurisasi selama 2 jam.
2.
Semaian yang terinfeksi penyakit harus dicabut dan
dimusnahkan, media tanah yang terkontaminasi di buang.
Virus
Penyakit : Mosaik belang kuning atau klorosis
Patogen : Potato Virus (PVY), CMV atau Tobacco Etch Virus (TEV) atau
TMV.
Gejala : Warna daun belang atau klorosis.
Pencegahan
dan pengendalian :
1. Persemaian yang terinfeksi penyakit harus
dicabut dan dimusnahkan, media tanah yang terkontaminasi di buang.
2. Gunakan insektidisida yang efektif dan
dianjurkan untuk mengendalikan vektornya (kutudaun)
. Penyakit pada Masa Pertumbuhan Vegetatif – Generatif
4.3.1. Bakteri
Penyakit : Bercak bakteri
Patogen : Xanthomonas campestris p.v. vesicatoria (Xcv).
Gejala : Bagian tanaman yang terserang adalah
daun dan ranting. Bercak awal pada daun berukuran kecil berbentuk sirkuler spot
berair kemudian menjadi nekrotik dengan warna coklat dibagian tengah dan pucat
pada pinggirannya. Pada bagian atas daun bercak seperti tenggelam, sedangkan
pada bagian bawah bercak seperti menonjol. Bercak yang menyatu akan berwarna
coklat dengan pinggiran berwarna jerami. Gejala bercak bakteri pada daun dan
ranting tidak berubah pada stadia pertumbuhan generatif. Serangan parah daun
defoliasi.
Pencegahan dan pengendalian
:
1. Tanah – tanah yang terkontaminasi penyakit
layu jangan digunakan. Kontaminasi penyakit layu dapat dipelajari dari tanaman
sebelumnya.
2. Membersihkan lahan sisa – sisa tanaman dan
gulma sebelumnya. Membalik tanah agar etrkena sinar matahari.
3. Pemupukan yang berimbang, yaitu Urea 150 –
200 kg, ZA 450 – 500 kg, TSP 100 – 150 kg, KCl 100 – 150 kg, dan pupuk organik
20 – 30 ton/ha.
4. Peninggian guludan cabai mengurangi
insiden layu bakteri.
5. Intercropping antara cabai dan tomat di dataran tinggi dapat
mengurangi serangan hama penyakit serta menaikkan hasil panen.
6. Penggunaan mulsa plastik perak di dataran
tinggi dan jerami didataran rendah mengurangi investasi antraknose dan penyakit
tanah, terutama dimusim hujan.
7. Tanaman yang muda terinfeksi penyakit
dilapangan dimusnahkan dan disulam dengan tanaman yang sehat.
8. Ekstrak tanaman merigold (Titonia
diversifolata) dalam air 1 : 20 (berat/volume) efektif untuk mengendalikan
antraknose. Campuran Azadirachta indica (nimba), Andropogon nardus (serai) dan
Alpinia galanga (Laos) pada perbandingan 8 : 6 : 6 dan 6 : 6 : 6, serta daun
tembakau pada air 1 : 20 (berat/volum) juga efektif untuk mengendalikan
antraknose. Efikasinya setara dengan Mankozeb 0,2 %.
9. Untuk mengurangi penggunaan pestisida (±
30 %) dianjurkan dengan menggunakan nozel kipas yang butiran semprotnya berupa
kabut dan merata.
Penyakit : Layu bakteri
Patogen : Ralstonia solanacearum
Gejala : Gejala layu tampak pada daun –daun
yang terletak dibagian bawah. Setelah beberapa hari seluruh daun menjadi layu
permanen, sedangkan warna daun tetap hijau, kadang – kadang sedikit kekuningan.
Jaringan vaskuler dari batang bagian bawah dan akar menjadi kecoklatan. Apabila
batang atau akar tersebut dipotong melintang dan dicelupkan ke dalam air jernih
akan keluar cairan keruh koloni bakteri yang melayang dalam air menyerupai
kepulan asap. Gejala penyakit ini akan sama pada tanaman dalam stadia
pertumbuhan generatif.
Pencegahan
dan pengendalian :
1. Media penyemaian menggunakan lapisan sub
soil 1,5 – 2 m dibawah permukaan tanah), pupuk kandang matang yang halus dan
pasir kali pada perbandingan 1 : 1 : 1 campuran media ini dipasteurisasi selama
2 jam.
2. Semaian yang terinfeksi penyakit harus
dicabut dan dimusnahkan, media tanah yang terkontaminasi di buang.
3. Naungan persemaian secara bertahap dibuka
agar matahari masuk dan tanaman menjadi lebih kuat.
4. Penggunaan fungisida/bakterisida selektif
dengan dosis batas terendah.
4.3.2.
Cendawan
Penyakit :
Antraknos
Patogen :
Colletotrichum spp.
Gejala : Mati pucuk yang berlanjut
kebagian bawah. Daun ranting dan cabang busuk kering berwarna coklat kehitam –
hitaman. Pada batang acervuli cendawan terlihat berupa benjolan.
Pencegahan
dan pengendalian :
1. Pemupukan yang berimbang, yaitu Urea 150 –
200 kg, ZA 450 – 500 kg, TSP 100 – 150 kg, KCl 100 – 150 kg, dan pupuk organik
20 – 30 ton/ha.
2. Intercropping antara cabai dan tomat di dataran tinggi dapat
mengurangi serangan hama penyakit serta menaikkan hasil panen.
3. Penggunaan mulsa plastik perak di dataran
tinggi dan jerami didataran rendah mengurangi investasi antraknose dan penyakit
tanah, terutama dimusim hujan.
4. Penyakit antraknos Colletotricum spp.
Dikendalikan dengan fungisida klorotalonil (Daconil 500 F, 2 g/l) atau Propineb
(Antracol 70 WP, 2 g/l). Kedua fungisida ini digunakan secara bergantian.
5. Untuk mengurangi penggunaan pestisida (±
30 %) dianjurkan dengan menggunakan nozel kipas yang butiran semprotnya berupa
kabut dan merata.
Penyakit :
Bercak daun serkospora
Patogen : Cercospora
capsici
Gejala : Gejala akan nampak pada
daun, tangkai dan batang. Bercak Cercospora dapat menimbulkan defoliasi. Bercak
berbentuk oblong sirkuler dimana bagian tengahnya mengering berwarna abu-abu
tua dan warna coklat dibagian pinggirnya, dan daun menjadi tua (menguning)
sebelum waktunya.. Bercak berukuran 0,25 cm atau lebih besar bagi yang menyatu,
bercak menyerupai mata kodok sehingga penyakit ini sering disebut bintik mata
kodok (frog eyes). Pada penampakan satu tanaman banyak daun yang menguning
sebelum waktunya.
Pencegahan dan pengendalian
:
1. Pemupukan yang berimbang, yaitu Urea 150 –
200 kg, ZA 450 – 500 kg, TSP 100 – 150 kg, KCl 100 – 150 kg, dan pupuk organik
20 – 30 ton/ha.
2. Intercropping antara cabai dan tomat di dataran tinggi dapat
mengurangi serangan hama penyakit serta menaikkan hasil panen.
3. Penggunaan mulsa plastik perak di dataran
tinggi dan jerami didataran rendah mengurangi investasi antraknose dan penyakit
tanah, terutama dimusim hujan.
4. Untuk menekan sercospora dianjurkan
menggunakan daun mindi (Melia aze3darach) pada konsentrasi 1 : 20
(berat/volume).
5. Penyakit bercak daun Cercospora capsici
dikendalikan dengan fungisida difenoconazole (Score 250 EC dengan konsentrasi
0,5 ml/l). Interval penyemprotan 7 hari.
6. Untuk mengurangi penggunaan pestisida (±
30 %) dianjurkan dengan menggunakan nozel kipas yang butiran semprotnya berupa
kabut dan merata.
Penyakit :
Busuk daun fitoftora
Patogen : Phytophthora
capsici
Gejala : Seluruh bagian tanaman
dapat terserang penyakit ini. Infeksi dari batang dimulai dari leher batang
menjadi busuk basah berwarna hijau setelah kering warna menjadi coklat/hitam.
Serangan yang sama dapat terjadi di batang lainnya. Penyakit ini mematikan tanaman
muda. Gejala lanjut busuk batang menjadi kering mengeras dan seluruh daun
menjadi layu. Gejala awal pada daun diawali dengan bercak putih seperti
tersiram air panas berbentuk sirkuler atau tidak beraturan. Bercak tersebut
melebar mengering seperti kertas dan akhirnya memutih karena warna masa spora
yang putih. Dilapangan tanaman layu secara sporadis.
Pecegahan dan pengendalian
:
1. Pemupukan yang berimbang, yaitu Urea 150 –
200 kg, ZA 450 – 500 kg, TSP 100 – 150 kg, KCl 100 – 150 kg, dan pupuk organik
20 – 30 ton/ha.
2. Intercropping antara cabai dan tomat di dataran tinggi dapat
mengurangi serangan hama penyakit serta menaikkan hasil panen.
3. Penggunaan mulsa plastik perak di dataran
tinggi dan jerami didataran rendah mengurangi investasi antraknose dan penyakit
tanah, terutama dimusim hujan.
4. Tanaman muda yang terinfeksi penyakit
dilapangan dimusnahkan dan disulam dengan yang sehat.
5. Cendawan Phytophthora capsici dapat
dikendalikan dengan fungisida sistemik Metalaksil – M 4% + Mankozeb 64%
(Ridomil Gold MZ 4/64 WP) pada konsentrasi 3g/l, bergantian dengan fungisida
kontak seperti klorotalonil (Daconil 500 F, 2g/l). Fungisida sistemik digunakan
maksimal 4 kali permusim.
6. Untuk mengurangi penggunaan pestisida (±
30 %) dianjurkan dengan menggunakan nozel kipas yang butiran semprotnya berupa
kabut dan merata.
Penyakit : Layu Fusarium
Patogen : Fusarium oxysporum
Gejala : Gejala yang paling menonjol adalah
daun kekuningan dan layu yang dimulai dari daun bagian atas. Kelayuan ini
trejadi secara bertahap sampai terjadi kelayuan permanen beberapa waktu
kemudian dan daun tetap menempel pada batang. Jaringan vaskuler berwarna coklat
terutama pada batang bagian bawah dekat akar. Menjelang kematian tanaman tidak
terjadi perubahan warna, secara eksternal pada batang amupun akar, jaringan
kortikal tetap masih utuh. Gejala yang sama akan nampak pada tanaman dalam masa
generatif.
Pencegahan
dan pengendalian :
1. Tanah – tanah yang terkena penyakit layu
jangan digunakan. Infeksi penyakit layu dapat dipelajari dari tanaman
sebelumnya.
2. Membersihkan lahan dari sisa – sisa
tanaman dan gulma sebelumnya. Membalik tanah agar terkena sinar matahari.
3. Pemupukan yang berimbang, yaitu Urea 150 –
200 kg, ZA 450 – 500 kg, TSP 100 – 150 kg, KCl 100 – 150 kg, dan pupuk organik
20 – 30 ton/ha.
4. Intercropping antara cabai dan tomat di dataran tinggi dapat
mengurangi serangan hama penyakit serta menaikkan hasil panen.
5. Penggunaan mulsa plastik perak di dataran
tinggi dan jerami didataran rendah mengurangi investasi antraknose dan penyakit
tanah, terutama dimusim hujan.
6. Tanaman muda yang terinfeksi penyakit
dilapangan dimusnahkan dan disulam dengan yang sehat.
Penyakit : Busuk daun Choanephora
Patogen : Choanephora cucurbitarum
Gejala : Infeksi pertama terjadi pada titik
tumbuh, bunga dan pucuk; kemudian menyebar kebagian bawah tanaman. Daun pucuk
berubah dari hijau muda menjadi coklat, membusuk dan hitam. Kebusukan merambat
kebagian bawah tanaman dan kembali menyerang kembali titik – titik baru tumbuh
sehingga hampir semua pucuk terkulai. Batang yang terserang penyakit ini
menjadi busuk kering dan mudah terkelupas. Serangan yang melanjut mematikan
tanaman. Pada kelembaban tinggi terbentuk bulu – bulu berwarna hitam pada
jaringan – jaringan terinfeksi.
Pencegahan
dan pengendalian :
1. Membersihkan lahan dari sisa – sisa tanaman
dan gulma sebelumnya. Membalik tanah agar terkena sinar matahari.
2. Pemupukan yang berimbang, yaitu Urea 150 –
200 kg, ZA 450 – 500 kg, TSP 100 – 150 kg, KCl 100 – 150 kg, dan pupuk organik
20 – 30 ton/ha.
3. Intercropping antara cabai dan tomat di dataran tinggi dapat
mengurangi serangan hama penyakit serta menaikkan hasil panen.
4. Penggunaan mulsa plastik perak di dataran
tinggi dan jerami didataran rendah mengurangi investasi antraknose dan penyakit
tanah, terutama dimusim hujan.
5. Penyemprotan fungisida secara bergilir
antara fungisida sistemik satu kali (salah satu dari Acelalamine 0,5%,
Dimmethomorph 0,1%, Propamocarb, Oxidasil 0,1%) dengan fungisida kontak seperti
Klorotalonil 2% sebanyak tiga kali pada interval seminggu sekali.
6. Untuk mengurangi penggunaan pestisida (±
30 %) dianjurkan dengan menggunakan nozel kipas yang butiran semprotnya berupa
kabut dan merata.
Penyakit : Bercak kelabu stemfilium
Gejala : Bercak pada daun berbentuk sirkular,
berukuran kecil (diameter 3 mm), Bagian tengah berbentuk bintik putih yang
dibatasi pinggiran warna hitam yang tidak beraturan. Bercak pada batang dan
tangkai daun berbentuk elips yang tidak beraturan.
Pencegahan
dan pengendalian :
1. Pemupukan yang berimbang, yaitu Urea 150 –
200 kg, ZA 450 – 500 kg, TSP 100 – 150 kg, KCl 100 – 150 kg, dan pupuk organik
20 – 30 ton/ha.
2. Intercropping antara cabai dan tomat di dataran tinggi dapat
mengurangi serangan hama penyakit serta menaikkan hasil panen.
3. Penggunaan mulsa plastik perak di dataran
tinggi dan jerami didataran rendah mengurangi investasi antraknose dan penyakit
tanah, terutama dimusim hujan.
4. Penyakit dapat dikendalikan dengan
fungisida Difenoconazole (Score 250 EC dengan konsentrasi 0,5 m/l). Interval
penyemprotan 7 hari.
5. Untuk mengurangi penggunaan pestisida (±
30 %) dianjurkan dengan menggunakan nozel kipas yang butiran semprotnya berupa
kabut dan merata.
Penyakit : Embun tepung
Patogen : Leveillula taurica
Gejala : Bercak atau spot pucat atau kekuningan
nampak pada permukaan daun bagian atas. Bila bercak – bercak ini menyatu
menjadi klorosis yang lebih lebar pada daun. Pada bagian bawah daun bercak
berkembang menjadi jaringan yang nekrotik, kadang – kadang ditutupi dengan
kapang miselium berwarna keabu – abuan. Penyakit menjalar dari daun tua ke daun
muda dan seluruh daun menjadi gejala yang mencolok.
Pencegahan
dan pengendalian :
1. Pemupukan yang berimbang, yaitu Urea 150 –
200 kg, ZA 450 – 500 kg, TSP 100 – 150 kg, KCl 100 – 150 kg, dan pupuk organik
20 – 30 ton/ha.
2. Penyakit dikendalikan dengan fungisida
Difekonazole (Score 250 EC dengan konsentrasi 0,5 ml/l). Interval penyemprotan
7 hari.
3. Untuk mengurangi penggunaan pestisida (±
30 %) dianjurkan dengan menggunakan nozel kipas yang butiran semprotnya berupa
kabut dan merata.
4.3.3. Nematoda
Penyakit : Bengkak akar
Patogen : Meloidogyne spp.
Gejala : Pada bagian diatas tanah bisa
bergejala kerdil, menguning dan layu, namun umumnya vigor pertumbuhan sangat
buruk. Perkembangan sistem perakaran menjadi lebih kecil atau sempit serta
timbul kutil – kutil pada akar. Kutil atau galls pada cabai umumnya lebih kecil
dari kutil nematoda pada tanaman tomat atau ketimun, sehingga kutil nematoda
pada cabai sering tidak kelihatan atau pangling (overlook). Penyakit umumnya
lebih parah pada daerah infeksi yang terlokalisasi.
Pencegahan
dan pengendalian :
1. Tanah – tanah yang terinfeksi penyakit
bengkak akar jangan digunakan. Infeksi penyakit dapat dipelajari dengan
mencabut gulma dan tanaman yang tumbuh dibeberapa tempat dan memperhatikan
bintil atau benjolan pada akar.
2. Membersihkan lahan dari gulma dan sisa –
sisa tanaman sebelumnya. Membalik tanah agar terkena sinar matahari. Perendaman
lahan selama 2 – 3 hari baik untuk mengurangi populasi nematoda.
3. Pemupukan yang berimbang, yaitu Urea 150 –
200 kg, ZA 450 – 500 kg, TSP 100 – 150 kg, KCl 100 – 150 kg, dan pupuk organik
20 – 30 ton/ha.
4. Dilahan yang diduga terinfeksi nematoda
diberi furadan 30 kg/ha.
4.3.4. Virus
Penyakit : Mosaik keriting
Patogen : PVY, atau TEV, atau CMV, atau CVMV
secara tunggal atau gabungan.
Gejala : Virus ini ditularkan/ disebarkan oleh
kutu daun. Tanaman mozaik warna belang antara hijau tua dan hijau muda. Kadang
– kadang disertai dengan perubahan bentuk daun (cekung, keriting atau
memanjang). Serangan salah satu strain CMV sering menyebabkan bentuk daun
menyempit seperti tali sepatu atau bercak berpola daun oak pada buah dab daun.
Pencegahan dan pengendalian
:
1. Pemupukan yang berimbang, yaitu Urea 150 –
200 kg, ZA 450 – 500 kg, TSP 100 – 150 kg, KCl 100 – 150 kg, dan pupuk organik
20 – 30 ton/ha.
2. Intercropping antara cabai dan tomat di dataran tinggi dapat
mengurangi serangan hama penyakit serta menaikkan hasil panen.
3. Penggunaan mulsa plastik perak di dataran
tinggi dan jerami didataran rendah mengurangi investasi antraknose dan penyakit
tanah, terutama dimusim hujan.
4. Tanaman muda (umur maksimum 35 hari) yang
terinfeksi virus dilapangan dimusnahkan dan disulam dengan yang sehat.
5. Imunisasi tanaman cabai dan tomat dengan
virus CMV yang dilemahkan dengan satelit virus CARNA – 5 dapat menahan serangan
CMV yang lebih ganas dilapangan.
6. Gunakan insektisida untuk mengendalikan
populasi kutu daun
7. Untuk mengurangi penggunaan pestisida (±
30 %) dianjurkan dengan menggunakan nozel kipas yang butiran semprotnya berupa
kabut dan merata.
Penyakit : Kerdil, nekrosis dan mozaik ringan.
Patogen : Tobacco Mosaic Virus (TMV), Tomato
Mosaic Virus (ToMV). Virus menular secara kontak.
Gejala : Gejala bervariasi kedalamannya
termasuk mosaik, kerdil dan sistemik klorosis, kadang – kadang diikuti dengan
nekrotik stek pada batang atau cabang dan diikuti dengan gugur daun.
Pencegahan
dan pengendalian :
1. Tanah – tanah yang tanaman sebelumnya
pernah terinfeksi kedua virus diatas jangan digunakan.
2. Membersihkan lahan dari sisa – sisa
tanaman dan gulma sebelumnya. Membalik tanah agar terkena sinar matahari.
3. Pemupukan yang berimbang, yaitu Urea 150 –
200 kg, ZA 450 – 500 kg, TSP 100 – 150 kg, KCl 100 – 150 kg, dan pupuk organik
20 – 30 ton/ha.
4. Intercropping antara cabai dan tomat di dataran tinggi dapat
mengurangi serangan hama penyakit serta menaikkan hasil panen.
5. Tanaman muda (umur maksimum 35 hari) yang
terinfeksi virus dilapangan dimusnahkan dan disulam dengan yang sehat.
Penyakit : Kerupuk
Patogen : Chilli Puckery Stunt Virus (CPSV),
patogen ditularkan oleh kutu daun Aphis gossypii.
Gejala : Pada tanaman muda dimulai dengan daun
melengkung ke bawah. Pada umur – umur selanjutnya gejala melengkung lebih parah
disertai kerutan – kerutan (puckery). Daun berwarna hijau pekat mengkilap dan
permukaan tidak rata. Pertumbuhan terhambat, ruas jarak antar tangkai daun
lebih pendek terutama dibagian pucuk, sehingga daun menumpuk dan bergumpal –
gumpal berkesan regas seperti kerupuk. Daun yang gugur sehingga yang tinggal
ranting dengan daun – daun menggulung diujung pucuk. Bunga dan bakal buah juga
berguguran.
Pencegahan
dan pengendalian :
1. Pemupukan yang berimbang, yaitu Urea 150 –
200 kg, ZA 450 – 500 kg, TSP 100 – 150 kg, KCl 100 – 150 kg, dan pupuk organik
20 – 30 ton/ha.
2. Intercropping antara cabai dan tomat di dataran tinggi dapat
mengurangi serangan hama penyakit serta menaikkan hasil panen.
3. Penggunaan mulsa plastik perak di dataran
tinggi dan jerami didataran rendah mengurangi investasi antraknose dan penyakit
tanah, terutama dimusim hujan.
4. Tanaman muda (umur maksimum 35 hari) yang
terinfeksi virus dilapangan dimusnahkan dan disulam dengan yang sehat.
5. Aplikasi insektisida untuk mengendalikan
kutu daun menggunakan nozel kipas agar terjadi pengurangan volume insektisida
sebanyak 30 %.
Penyakit : Kuning
keriting
Patogen :Virus gemini. Virus ini ditularkan oleh
kutu putih/ kutu kebul Bemisia tabaci.
Gejala : Pada
awalnya daun muda / pucuk cekung dan mengkerut dengan warna mosaic ringan.
Gejala melanjut dengan hampir seluruh daun muda / pucuk berwarna kuning cerah,
daun cekung dan mengkerut berukuran lebih kecil dan lebih tebal. Gejala lain
adalah daun berwarna mosaic klorosis.
Pencegahan dan pengendalian
:
1. Pemupukan yang berimbang, yaitu Urea 150 –
200 kg, ZA 450 – 500 kg, TSP 100 – 150 kg, KCl 100 – 150 kg, dan pupuk organik
20 – 30 ton/ha.
2. Intercropping antara cabai dan tomat di dataran tinggi dapat
mengurangi serangan hama penyakit serta menaikkan hasil panen.
3. Penggunaan mulsa plastik perak di dataran
tinggi dan jerami didataran rendah mengurangi investasi antraknose dan penyakit
tanah, terutama dimusim hujan.
4. Tanaman muda (umur maksimum 35 hari) yang
terinfeksi virus dilapangan dimusnahkan dan disulam dengan yang sehat.
5. Pelepasan parasitoid Encarcia formosa
sebanyak 1 ekor / 4 tanaman/ minggu selama 8 – 10 minggu efektif mengurangi
kutu putih vektor virus gemini. Untuk lahan seluas diperkirakan 10.000 ekor E
formosa.
6. Predator Menochilus sexmaculatus juga
efektif memangsa 200 – 400 ekor larva kutu putih per hari.
7. Insektisida yang efektif dan selektif
mengendalikan kutu putih sebagai vektor virus gemini diantaranya bahan aktif
Bifentrin, Buprofezin, Imidakloprid, Fenpropatin, Endosulfan. Untuk mengurangi
penggunaan insektisida (± 30 %) dianjurkan menggunakan nozel kipas yang butiran
semprotannya kabut dan merata.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar